Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.
Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.
Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.
Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.
Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.
Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.
📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.
Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 . Tatapan yang Mengusik.
Revan berdiri lama di lorong lantai dua setelah suara langkah kaki Gunawan dan Diah lenyap, tenggelam di ujung tangga. Hanya ada dengung samar AC dan detak jam dinding di kejauhan.
Telapak tangannya menyandar di tembok dingin, jarinya mengetuk pelan tanpa sadar. Udara malam terasa lebih berat di dadanya. Untuk pertama kalinya dalam sekian lama, rasa penasaran itu kembali—bukan pada urusan keluarga, bukan pada bisnis. Tapi pada seseorang yang seharusnya sudah ia hafal luar dalam: Keira.
Tapi perempuan yang kembali itu…
Bukan Keira. Setidaknya, bukan Keira yang ia kenal.
Wajahnya sama, tapi matanya tidak.
Sorotnya terlalu tenang. Gerak-geriknya terlalu percaya diri. Dan tatapan itu… bukan milik gadis penurut yang dulu, tapi milik orang asing yang menyimpan dunia lain di baliknya.
Revan mendorong tubuhnya menjauh dari dinding. Langkahnya pelan, hampir tanpa suara, menuju kamar di ujung lorong. Sunyi di dalamnya seperti menyerap suara napasnya sendiri.
Tiga ketukan pelan.
Diam.
“Keira?” suaranya nyaris seperti bisikan, tapi terdengar jelas di keheningan itu.
Di dalam, Kayla tersentak. Otot punggungnya menegang. Ia mengenali suara itu—datar, tapi punya bobot aneh yang membuat bulu kuduknya berdiri.
Tangannya yang tadi sibuk merapikan selimut kini menggantung di udara. Butuh tiga tarikan napas sebelum ia berani mendekat ke pintu. Gagang pintu terasa dingin di jemarinya ketika ia membukanya perlahan.
Klik…
Tatapan mereka bertemu. Sejenak, dunia seperti berhenti bergerak.
Revan memerhatikan nya dari ujung kepala hingga kaki, seolah mencoba membedah rahasia yang menempel di kulitnya. Wajahnya sama… tapi auranya membuat Revan seolah melihat seseorang yang benar-benar berbeda.
"Gue tahu ini bukan waktu yang tepat," ucapnya, nada suaranya datar, hampir malas. "Tapi sejak lo balik… lo bukan orang yang gue kenal."
Kayla menahan napas. Matanya terpaku, menimbang-nimbang, tapi bibirnya terkunci rapat. Ada sedikit kegugupan di sana, disembunyikan di balik diam yang ia paksakan.
Revan melangkah masuk tanpa menunggu izin. Bahunya sedikit miring, kedua tangannya masuk ke saku. Langkahnya ringan, tapi tatapannya tajam, mengupas setiap inci ruangan dan orang yang ada di dalamnya. Ia berhenti tidak jauh dari ranjang, cukup dekat untuk merasakan kehangatan tubuhnya.
"Dulu, lo selalu nunduk dan nggak berani natap gue," suaranya turun satu nada, lebih berat. "Ngomong aja lo takut… gara-gara Leo. Satu tamparan, satu pukulan, dan hukuman di gudang gelap… udah cukup bikin lo diem berhari-hari."
Alis Kayla berkerut, tapi ia tetap diam.
"Tapi sekarang… lo bahkan membiarkan gue masuk ke kamar lo," Revan menyipitkan mata.
"Lo yang nerobos masuk," Kayla membalas cepat, nada suaranya tajam.
Revan menoleh sedikit, bibirnya melengkung miring. “Gue nggak peduli lo sangkal apa. Orang di rumah ini cuma percaya sama apa yang mereka lihat.”
“Lo ngancem gue?” Kayla bertanya, sorot matanya menyala.
Satu alis Revan terangkat. “Buat apa? Lo aja nggak tau siapa gue.”
Kayla mengangkat dagunya, menantang. “Apa lo sebegitu pentingnya sampai gue harus cari tau siapa lo?”
Senyum tipis Revan muncul—senyum yang lebih menusuk daripada kemarahan.
"Lo bahkan nggak nanya siapa gue. Nggak ada usaha buat cari tau."
"Gue udah cukup tau dari cara Leo dan keluarganya ngelakuin lo," Kayla menekankan kata-katanya. "Mereka nganggep lo nggak penting. Jadi… buat apa gue peduli?"
Revan menepuk tangannya pelan—clap sekali. Ejekan lembut yang justru lebih menohok.
"Pengamatan lo cukup jenius. Tapi nggak sepenuhnya bener," matanya menatap tajam. "Gue orang yang jauh lebih penting buat lo kenal… soalnya bisa aja gue itu penyelamat lo."
Kayla menatap balik. Wajahnya tenang, tapi matanya penuh badai.
"Gue bukan Keira yang dulu bisa lo bodohi," ucapnya pelan tapi penuh tusukan. "Dan mata lo… cukup jujur buat bilang kalau justru lo yang sebenernya butuh diselamatkan."
Tatapan Revan meruncing. Langkahnya maju satu tapak, jarak mereka menyempit.
"Gue tahu," katanya dingin. "Sekarang gue yakin lo bukan Keira."
Ia mencondongkan tubuh sedikit. “Amnesia cuma ngilangin ingetan. Bukan kepribadian. Bukan naluri. Harusnya—reaksi lo masih sama. Tapi sekarang… lo terlalu beda.”
Dada Kayla terasa seperti disiram air dingin. Tapi ia tegakkan bahunya, senyum tipisnya muncul kembali.
"Persis kayak yang lo bilang," bisiknya. "Gue juga berharap gue orang lain… biar gue nggak perlu menghadapi kegilaan rumah ini. Orang-orangnya. Semuanya… gila."
Revan terdiam sebentar, menimbangnya. Bukan marah. Ada kekaguman samar di matanya.
"Dan karena itu…" suaranya turun menjadi gumaman, melangkah makin dekat, sampai Kayla bisa mencium aroma tipis parfum dan rokoknya.
"Gue mulai tertarik… buat kenal lo lebih jauh."
Kayla langsung mundur selangkah. “Gue bukan mainan buat hiburan lo.”
Revan tersenyum tipis. “Bukan karena gue percaya sama lo. Tapi karena lo… mencurigakan.”
Tatapannya tak berkedip. “Dan mencurigakan… itu hal paling menarik yang pernah gue temuin di rumah ini.”
Kayla menelan ludah. Jantungnya berdegup keras. Revan terlalu dekat, terlalu tajam, terlalu… berbahaya.
Saat ia membalikkan badan menuju pintu, Revan sempat menoleh lagi.
“Lo bukan Keira. Tapi mulai malam ini… gue pengen tau lo sebenernya siapa.”
Klik.
Pintu tertutup.
Kayla berdiri membeku, jemarinya menggenggam ujung baju. Rasa takut merambat di kulitnya… tapi entah kenapa, ada percikan lain yang tak kalah kuat—sesuatu yang membuat dadanya terasa penuh.
Untuk pertama kalinya sejak menginjak rumah ini… hidupnya terasa nggak sepi. Dan ia tahu, Revan bukan cuma ancaman.
Dia adalah awal dari kekacauan… yang bahkan belum bisa ia bayangkan.
.
.
.
Bersambung.
Makanya jadi suami yang normal-normal aja😂