Xander tubuh dengan dendam setelah kematian ibunya yang di sebabkan kelalain sang penguasa. Diam-diam ia bertekat untuk menuntut balas, sekaligus melindungi kaum bawah untuk di tindas. Di balik sikap tenangnya, Xander menjalani kehidupan ganda: menjadi penolong bagi mereka yang lemah, sekaligus menyusun langkah untuk menjatuhkan sang penguasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senyum Rahasia
Di kantin Adelwyn Academy, aroma roti panggang dan kopi bercampur dengan suara gelas dan piring yang bersahutan. Sekelompok siswa duduk berkerumunan di sebuah meja panjang, mata mereka tak lepas dari layar ponsel masing-masing, terpaku pada video bertopeng yang viral. Bisik-bisik dan tawa kecil pecah di antara mereka, saling bertukar komentar penuh rasa kagum dan penasaran. "Gila, Avengers itu beneran ada ya? Ngeri juga... tapi keren," ucap seorang siswa sambil menatap temannya dengan mata berbinar. Di sudut lain, beberapa murid saling mengulang video itu, membahas setiap gerakan sang tokoh misterius, seolah ingin memecahkan teka-teki yang ditinggalkannya.
Di salah satu meja pojok, Vano, Arkan, dan Xander duduk bersama, nampan makan siang masih penuh di depan mereka.
"Guys, gue ada info baru," ucap Vano tiba-tiba di sela-sela kunyahan, suaranya diturunkan seolah ingin membuat suasana jadi lebih serius.
"Info apaan?" tanya Arkan sambil mengunyah, alisnya terangkat penasaran.
Sementara itu, Xander sama sekali tak menunjukkan reaksi. Ia tetap fokus pada makanannya, seolah obrolan mereka tak terlalu penting untuknya. Namun, telinganya jelas menangkap setiap kata.
"Lo tau kan Mbak Bela itu tetangga gue?" lanjut Vano.
Xander hanya berguman pelan, "Hmm."
"Semalam... Avengers itu ngasih uang banyak banget ke orang tuanya Mbak Bela," ucap Vano lirih, nadanya penuh rahasia.
Arkan langsung berhenti mengunyah, menatap Vano serius. "Serius lo? Lo tau dari mana?"
"Orang tua Mbak Bela datang ke rumah gue. Lo kan tau bokap gue RT. Katanya, ada yang ketuk pintu rumah mereka. Pas pak Bayu buka, nggak ada siapa-siapa. Tapi pas mau nutup pintu, dia lihat ada paper bag coklat di teras. Isinya duit... banyak banget, bro." jelas Vano sambil menggerakan tangannya menekankan cerita.
Arkan makin terperangah. "Terus?"
Xander tetap diam, tapi matanya sedikit menyepit. Wajahnya yang datar menyimpan rasa ingin tahu yang tak ditunjukkan pada siapapun.
"Terus orang tuanya Mbak Bela lapor ke bokap gue. Disuruh cek CCTV. Dan benar, coy... Itu si Avangers yang ninggalin duit."
Arkan menggeleng tak percaya. "Wah, gila... dia beneran baik banget. Penolong bagi kaum bawah." Nada kagumnya begitu tulus.
"Iya," timpal Vano cepat. "Dia bisa ngehancurin rumah sakit haram itu tanpa sisa, terus masih sempat bantu keluarga korban. Kerennya kebangetan. "Ia menunduk sedikit, lalu menambahkan dengan nada heran, "Dan lo tau nggak? Gue sempat mau ulang vidio CCTV itu biar bisa gue viralin. Tapi pas dicek lagi... rekamannya sudah hilang."
"Serius lo?" Arkan melotot.
"Iya lah, gue serius. Mana mungkin gue bohong. Berati dia jago IT, bro. Ampun keren banget!" kagum Vano, matanya berbinar. "Andai ada gue bisa temanan sama Avengers itu, gue bakal diajarin."
Arkan tertawa kecil, lalu mengangguk. "Gue juga. Kita bisa sama-sama bantu orang kecil yang lagi kesusahan." Pandangannya lalu beralih pada Xander, yang masih tenang menikmati makanannya. "Eh, Xan, lo kok biasa-biasa aja sih?"
Xander mengangkat wajahnya sebentar, lalu menjawab singkat, santai, "Lo udah cukup wakilin gue."
Arkan mendengus. "Dasar bocah tengik."
Vani terkekeh, sementara Xander hanya melanjutkan makan siangnya. Namun, di balik wajah datarnya, sudut bibirnya terangkat sedikit. Senyum tipis itu sekilas saja muncul–senyum penuh rahasia yang hanya ia sendiri tahu artinya.