NovelToon NovelToon
TAK AKAN KUKEMBALI PADAMU

TAK AKAN KUKEMBALI PADAMU

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Janda / Cerai / Obsesi / Penyesalan Suami
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Lucia Davidson hidup dalam ilusi pernikahan yang indah hingga enam bulan kemudian semua kebenaran runtuh. Samuel, pria yang ia percaya sebagai suami sekaligus cintanya, ternyata hanya menikahinya demi balas dendam pada ayah Lucia. Dalam sekejap, ayah Lucia dipenjara hingga mengakhiri hidupnya, ibunya hancur lalu pergi meninggalkan Lucia, dan seluruh harta keluarganya direbut.

Ketika hidupnya sudah luluh lantak, Samuel bahkan tega menggugat cerai. Lucia jatuh ke titik terendah, sendirian, tanpa keluarga dan tanpa harta. Namun di tengah kehancuran itu, takdir memertemukan Lucia dengan Evan Williams, mantan pacar Lucia saat kuliah dulu.

Saat Lucia mulai menata hidupnya, bayangan masa lalu kembali menghantuinya. Samuel, sang mantan suami yang pernah menghancurkan segalanya, justru ingin kembali dengan mengatakan kalau Samuel tidak bisa hidup tanpa Lucia.

Apakah Lucia akan kembali pada Samuel atau dia memilih cinta lama yang terkubur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16. PANIK

Udara siang itu terasa berat, seolah menyimpan sesuatu yang hendak pecah kapan saja. Evan memacu mobilnya lebih cepat dari biasanya, jari-jarinya mencengkeram erat lingkar kemudi hingga buku-bukunya memutih. Keringat dingin membasahi pelipisnya meski pendingin udara menyala cukup dingin.

Sebuah pikiran menohok dirinya seperti belati yang menusuk tanpa ampun ruang kerjanya ... tidak terkunci.

Dada Evan bergemuruh. Ia mengutuk kebodohannya sendiri. Saking tergesa-gesa meninggalkan rumah pagi tadi, ia lupa mengunci ruang yang seharusnya menjadi tempat paling rahasia di kediamannya. Ruang itu bukan sekadar tempat bekerja; di sana tersimpan seluruh kepingan puzzle hidup Lucia, setiap detail luka masa lalu yang berusaha Evan susun menjadi jawaban. Papan tulis kaca besar di dinding itu penuh dengan catatan, garis merah, foto, dan skema, sebuah peta rahasia yang menghubungkan nama-nama, peristiwa, dan rahasia gelap yang seharusnya tak boleh dilihat oleh siapa pun, apalagi oleh Lucia sendiri.

Mobil berhenti mendadak di parkiran. Evan nyaris melompat keluar, tidak peduli pintu mobil terbanting keras hingga memantulkan gema di antara dinding bangunan. Kunci rumah sudah ada di tangannya, namun ketika pintu terbuka, bukan kesunyian rumah yang menyambutnya. Ada denyut tegang yang ia rasakan, intuisi yang membuat darahnya membeku.

Langkah-langkah Evan menapak cepat di lantai marmer. Ia mencari keberadaan Lucia, melewati lorong yang sunyi, hingga berhenti di depan pintu ruang kerja. Pintu itu terbuka lebar. Lampu di dalam menyala terang, menyorot ruangan yang seharusnya tetap tersembunyi.

Dan di sana, tepat di tengah ruangan, Lucia berdiri.

Tubuh ramping wanita itu tampak kaku, wajahnya pucat diterangi cahaya lampu. Namun bukan itu yang membuat napas Evan tercekat, melainkan posisi Lucia, berdiri tepat di depan papan tulis kaca yang penuh dengan catatan tentang dirinya. Foto-foto, coretan, garis-garis merah yang menghubungkan satu nama dengan nama lain, hingga tulisan besar yang merinci runtuhnya Barnett Corporation akibat pengkhianatan Samuel. Bahkan ada catatan tentang perceraian Lucia, niat dendam Samuel, juga luka-luka masa lalu yang begitu getir. Semua terpampang jelas di hadapan mata wanita yang berusaha Evan lindungi.

Evan gemetar.

"L-Lucy?" panggil Evan dengan suara lirih, bergetar, seolah takut kata itu akan memecahkan sesuatu yang rapuh.

Lucia tersentak mendengar suara itu. Perlahan ia menoleh, dan Evan merasakan dunia runtuh begitu melihat sorot mata wanita itu. Matanya basah, berkilat oleh air mata yang menggantung, dan wajahnya menampilkan kepedihan mendalam.

"Apa ... apa semua ini, Evan?" suara Lucia pecah, bergetar di ujung tenggorokan.

Pertanyaan itu seperti pisau dingin yang menusuk ke jantung Evan. Ia tahu, ini bukan sekadar rasa ingin tahu. Ini adalah jeritan hati seorang wanita yang kembali ditarik ke jurang trauma yang berusaha ia lupakan.

"Lucy." Evan melangkah cepat ke arahnya, panik. Jantungnya berdegup liar, takut-takut kalau tatapan penuh luka itu akan berubah menjadi kemarahan, atau lebih buruk lagi, penolakan.

Lucia melangkah mundur, tubuhnya gemetar. Air mata jatuh tanpa bisa ia tahan, membasahi pipi pucatnya. "Kenapa kau menulis semua ini? Tentang aku ... tentang ayahku, tentang Samuel ... bahkan tentang pengkhianatan itu? Kau ... kau tahu segalanya, kau tahu semuanya? Padahal kau bilang kau tidak tahu apa pun," suara Lucia pecah di tengah kalimat.

Panik menyergap Evan. Ia sadar sepenuhnya, papan tulis itu bukan sekadar catatan investigasi. Itu adalah cermin luka, merekam semua hal yang selama ini ingin Lucia kubur jauh dalam ingatan. Ia tahu, terlalu banyak kata-kata yang bisa menyalakan trauma.

Tanpa ragu lagi, Evan melangkah dan meraih Lucia ke dalam dekapannya. Tangannya melingkari bahu wanita itu dengan erat, seolah berusaha menutupinya dari dunia.

"Tenang, Lucy ... tolong, tenang dulu," pinta Evan putus asa, suaranya serak, penuh ketakutan.

Lucia meronta kecil, namun Evan semakin mengeratkan pelukannya. Tak ingin melepaskan wanita itu walau sedetik saja, takut kalau ia lepaskan maka Lucia akan menghilang selamanya. Dan Evan tidak mau itu.

"Aku akan menjelaskan semuanya, aku janji. Tapi jangan takut ... kumohon jangan takut padaku," ucap Evan, hampir seperti doa.

Tangannya bergetar saat mengusap punggung Lucia. Ia merasa seolah akan hancur jika wanita itu mendorongnya menjauh. Dalam kepalanya hanya ada satu ketakutan, bahwa Lucia akan pergi. Dan itu, ia tahu, akan menghancurkannya lebih dari apa pun.

Pelukan itu bertahan lama, hingga isak Lucia perlahan mereda. Evan tetap tidak melepaskan, bahkan ketika napas Lucia mulai tenang. Ia membawa tubuh mungil itu ke sofa, lalu duduk sambil memangku Lucia di pangkuannya, seakan enggan melepaskan satu inci pun jarak di antara mereka.

Ia menundukkan wajahnya, menyandarkan dagu di atas kepala Lucia, membiarkan detak jantungnya berbicara, memberi tahu bahwa ia ada di sini, tidak akan pergi.

"Evan?" suara Lucia akhirnya terdengar lirih, masih penuh luka. "Kenapa ... kenapa kau menyimpan semua ini? Kenapa kau tahu begitu banyak tentang masa laluku?"

Evan menutup mata sejenak. Ia tahu, penjelasan itu akan datang, tapi tidak sekarang. Wanita ini masih rapuh, masih dikepung bayangan ketakutan. Yang bisa ia lakukan hanyalah menjaga agar Lucia tetap merasa aman di pelukannya.

Namun keheningan itu pecah oleh suara lain.

"Um ... kami boleh ikut masuk sekarang?"

Lucia terperanjat. Tubuhnya menegang di pelukan Evan, seolah baru menyadari ada orang lain yang mendengar semuanya. Perlahan ia menoleh, dan matanya melebar kaget ketika mendapati dua sosok berdiri di ambang pintu.

Clara dan Deren.

Dua sahabat lama yang begitu Lucia kenal di masa kuliah, yang selama ini seakan lenyap dari kehidupannya.

Lucia membeku, suaranya tercekat. "C-Clara? Deren? Bagaimana bisa kalian ada di sini?"

Evan yang masih memeluknya hanya tersenyum lembut, mencoba menenangkan. "Mereka sudah lama ingin bertemu denganmu, Lucia. Aku hanya menunggu waktu yang tepat."

Sejenak, ruangan itu sunyi. Hanya terdengar detak jarum jam di dinding dan tarikan napas yang masih belum teratur dari Lucia. Matanya bergantian menatap Clara dan Deren di ambang pintu, lalu menoleh ke arah Evan, mencari jawaban di wajah lelaki itu.

"Bagaimana bisa?" suara Lucia nyaris tak terdengar, seperti bisikan yang rapuh. Masih terkejut karena melihat dua orang itu di sini.

Clara melangkah lebih dulu, wajahnya memancarkan perasaan yang bercampur antara rindu dan cemas. Senyumnya lembut, namun matanya berkilat karena menahan air mata.

"Lucia, aku tahu kau terkejut. Sudah lama sekali, ya? Aku ... aku bahkan tak tahu harus mulai dari mana. Tapi lihatlah, akhirnya kita bisa bertemu lagi. Oh, aku benar-benar merindukanmu," kata Clara dengan mata berkaca-kaca penuh kerinduan yang mendalam, seperti bertemu dengan saudari kandung.

Deren menyusul, tubuh tegapnya berdiri tenang namun sorot matanya menyiratkan kelegaan yang dalam. "Kami menunggumu selama ini, Lucia. Kami tak pernah benar-benar pergi. Hanya keadaan yang memisahkan."

Lucia terdiam. Dadanya terasa sesak, seolah ribuan pertanyaan menyesaki pikirannya namun tak ada yang bisa keluar dengan jelas. Ia memalingkan wajah ke arah Evan, menuntut jawaban tanpa kata.

Dan Evan tersenyum senang penuh arti untuk Lucia.

1
Ir
kemarin di cere, sekarang di cariin lagi, karep mu ki piye samsul hmm
Archiemorarty: Tahu, sebel kali sama si Samsul ini /Smug/
total 1 replies
Miss Typo
semoga apapun niat Samuel ke Lucia semua gagal total
Miss Typo
semangat Lucia
Ir
yeuhhh kocak, amnesia lu samsul
Archiemorarty: Hahaha 🤣
total 1 replies
Ir
kak aku baca Deren dari awal lidah ku belit bacanya Daren terus tauu
Archiemorarty: Awalnya namanya maunya Darren, malah takut aku hany kebelit nulisnya ntar 🤣
total 1 replies
Ma Em
Evan , Clara dan Derren tolong lindungi Lucia dari Samuel takut Samuel akan mencelakai Lucia.
Ariany Sudjana
benar kata Evand, jangan buru-buru untuk menghadapi Samuel, karena prioritas utama sekarang kondisinya Lucia, yang sangat terpuruk. untuk menghadapi Samuel harus dengan perhitungan matang
Archiemorarty: Benar, gitu2 si samsul itu ular licik
total 1 replies
Ir
seharus nya jangan takut Lucu injek aja lehernya si samsul, trus si Evan suruh pegangin
Archiemorarty: astaga, barbar sekali ya /Facepalm/
total 1 replies
Ma Em
Semangat Lucia sekarang sdh ada Evan yg akan melindungi dari siapa saja orang yg akan menyakitimu , jgn sampai kamu terpengaruh dgn hadirnya Samuel , biarkan dia menyesal akan bat dari perbuatannya sendiri , semoga Lucia dan Evan selalu bahagia .
Archiemorarty: Setuju itu /Determined/
total 1 replies
Ir
penyesalan itu emang datang nya di akhir samsul, kali di depan namanya pendaftaran 😆
Miss Typo
keluar dari RS nikah ya 😁
Ir
bucin terooooossss 😏
Archiemorarty: Cieee...iri cieeee /Chuckle/
total 1 replies
Miss Typo
berharap sih segera nikah mereka berdua 😁
Ir
nyari laki kaya Rion, Dante, Davian sama Evan di mana sih, laki² yg semua aku di rayakan di cintai secara ugal²an, yg mau berusaha keras untuk kesejahteraan wanita nya, bukan yg kita mulai sama² dari Nol terus 😌😌
Archiemorarty: Mereka ada kok..di dunia fiksi aja tapi /Cry/
total 1 replies
Ariany Sudjana
Evand benar Lucia, kamu tidak sendiri lagi, ada Evand yang jadi tameng.
Ir
ini kalo kata orang Indonesia, sakit perut bukannya priksa ke dokter malah cuma bilang magh kronis, magh kronis, mag kronis tok 😏
Archiemorarty: Sebel soalnya /Smug/
total 3 replies
Miss Typo
itu karna pola hidup Lucia selama ini kali ya, atau karna pikiran juga.
Alhamdulillah operasi berhasil, semoga Lucia cepat pulih
Archiemorarty: Betul sekali
total 1 replies
Miss Typo
apalagi ini thor,,, kenapa masalah blm juga usai, msh ada trs masalah dlm kehidupan Lucia, kpn Lucia akan bahagia bersama Evan? 😭
Miss Typo: huaaaaaa pasti aku nangis mulu bacanya 😭🫣
total 2 replies
Miss Typo
berharap secepatnya mereka berdua menikah 😁
Miss Typo
apakah mereka berdua akan sampai menikah suatu saat nanti?????
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!