Kita tidak pernah tau bagaimana Tuhan akan menuntut langkah kita di dunia. Jodoh.. meskipun kita mati-matian menolaknya tapi jika Tuhan mengatakan bahwa dia yang akan mendampingimu, tidak akan mungkin kita terpisahkan.
Seperti halnya Batu dan Kertas, lembut dan keras. Tidaklah sesuatu menjadi keindahan tanpa kerjasama dan perjuangan meskipun berbeda arah dan tujuan.
KONFLIK, SKIP jika tidak sanggup membacanya..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Tidak pantas di tiru.
Pagi ini Bang Shano dan Bang Hananto memulai pengajuan nikahnya. Sejak Papa Rinto memintanya untuk menikah, berkas itu sudah ada di meja pejabat Batalyon hanya saja karena Bang Hananto melaksanakan pengajuan nikah tersebut secara mendadak, berkasnya pun belum sempat naik.
"Kau duluan saja, saya menyusul kalau berkasnya sudah beres. Lagipula saya sudah menikah lebih dulu. Kau yang rawan bahaya." Kata Bang Hananto.
Bang Shano mengangguk. Ia kurang menyukai ucapan sahabatnya tapi tidak ada yang salah juga dari ucapan tersebut. Dengan kata lain Bang Hananto mencemaskan dirinya yang bisa saja terbuai perasaan padahal ia meyakini tidak pernah ada rasa untuk Jena.
...
Jena mulai kesal di hari pertama tahapan pengajuan nikah. Ia sungguh tidak tau apa pangkat calon suaminya.
Bang Shano santai saja menunggu Jena menjawab semua pertanyaan yang tidak banyak terjawab dengan baik namun mungkin hanya nama baiknya saja yang bisa menyelamatkan harga dirinya saat ini. Tapi Bang Shano tidak banyak ikut campur utamanya agar mental Jena lebih terbentuk.
Tidak ada satu orang pun juga yang berani menertawai calon istri Letnan Harshano. Semua memaklumi tanpa banyak bicara.
💐💐💐
Jena membereskan pakaiannya saat waktu makan siang. Ia enggan melanjutkan lagi tahapan pengajuan nikah. Jena merasa bo*oh dan tidak pantas berada di tengah lingkup militer padahal ayahnya adalah seorang militer.
"Kamu mau kemana?" Tanyanya saat menjemput Jena untuk makan siang.
"Pulang."
"Pulang kemana? Pengajuan nikah baru di mulai." Kata Bang Shano.
"Apa pedulimu?? Semua orang meremehkan aku tapi kau sama sekali tidak membantu. Kenapa?? Karena kau suka sama Risha, istri orang yang kau puja??? Aku menerima lamaranmu tapi bukan berarti kau bisa meremehkan ku.........." Teriak Jena.
"Rendahkan nada bicaramu. Ubah kata-katamu..!!" Ujar Bang Shano. Ia lalu mengambil tas dari tangan Jena.
"Aku nggak mau menghabiskan waktu dengan laki-laki sepertimu."
"Ya sudah, pulang saja sana..!!" Bentak Bang Shano.
Jena mengambil tasnya kembali. "Asal kau tau, aku ini wanita jalanan, kau tau pekerjaanku. Banyak laki-laki mengagumiku. Kau hanya laki-laki kesekian yang akan mendapatkan bekas dari laki-laki lain." Pekik Jena terus berapi-api.
"B*****t juga kau jadi perempuan. Ternyata jual diri juga kau, ya..!!" Bang Shano terbawa geram, ia melonggarkan ikat pinggang dan menarik Jena ke atas tempat tidur lalu setengah membantingnya.
Sebisa mungkin Jena melawan, ia memakai seluruh kekuatannya. Tempat tidur menjadi arena gulat dadakan.
Kepala Bang Shano sudah panas, Jena tidak bisa di tenangkan dan terus melawan. Membayangkan Jena menjadi santapan banyak laki-laki tentu membuat hatinya begitu sakit. Ia pun meratapi nasibnya, sebejat apapun dirinya, ia tidak pernah menodai wanita.
Dengan cepat Jena menendang. Bang Shano menangkis dan kembali membantingnya hingga tanpa sengaja kancing pakaian keduanya terlepas.
Rasa kecewa Bang Shano semakin menjadi. "Berapa banyak kamu merasakan dekapan laki-laki. Apa termasuk Hananto juga pernah merasakannya?? Sekarang kamu habis di tangan saya..!!!! Mau seperti apa, saya ladeni..!!! " Bang Shano membuka paha Jena dan langsung menindihnya.
...
Bang Shano ambruk sembari mendekap Jena. Gadis itu sudah kehabisan tenaga dan hanya bisa menangis. Dadanya masih sesak dan panas menduga-duga bagaimana saat Hananto dan Jena saat sedang berdua.
Suara rintihannya sampai terasa mengiris batinnya. Tapi sisa pergulatan itu masih begitu terasa. Perlahan Bang Shano beranjak, namun tubuhnya menegang. Angannya masih melayang terbang.
"Puaskan saya seperti kamu melayaninya..!!" Bang Shano kembali membenamkan tubuhnya tanpa ampun."
:
Bang Shano sungguh terpuaskan, ia beranjak dari tubuh Jena namun bagai di sambar petir, Bang Shano terkejut bukan main.
"Kamu haid, dek?" Tanyanya.
Jena yang syok hanya bisa terisak membenamkan diri di balik selimut.
"Saya serius..!! Jawab, dek..!!" Bang Shano panik sampai mengguncang lengan Jena.
"Baru ada satu laki-laki yang berani mengobrak-abrik perempuan sampai seperti ini. Bejat.. Kamu memang laki-laki bejat." Jena kembali mengamuk sampai memukuli Bang Shano, gadis itu menangis menjerit sampai terisak-isak. "Mana ada laki-laki yang berani cari perkara dengan pegulat kecuali kamuuu.." Isakan tangis Jena semakin terdengar menyakitkan.
deg..
Kali ini Bang Shano sungguh tersambar petir. Ia langsung mendekap Jena dan menenangkannya.
"Saya tanggung jawab.. Saya tanggung jawaab..!! Jangan nangis, dek..!! Kita nikah sekarang..!!" Bang Shano kelabakan mencari pakaiannya dan membantu Jena untuk berdiri tapi Jena menolaknya.
"Aku nggak mau nikah sama kamu..!!" Jena memungut pakaiannya lalu segera berlari berbalut selimut meninggalkan Bang Shano yang masih bergelung di balik sprei yang berantakan.
"Astaghfirullah hal adzim. Kenapa aku bisa seceroboh ini." Bang Shano mengusap wajahnya penuh penyesalan. "Piye iki, c*k. Bisa-bisa bulan depan jadi bapak."
...
Sore hari Bang Shano bertemu wajah dengan Papa Rinto dan Pak Johan. Sebenarnya Bang Rinto bukannya merasa takut, hanya saja rasa bersalahnya terus menekan perasaan.
Namun menyadari dirinya telah membuat kesalahan fatal, di saat Papa Rinto sudah mendapatkan waktu senggang, ia pun bicara dengan Papanya.
"Pa, Ma. Saya mau bicara..!!"
"Ada apa, Le? Kenapa Jena juga nggak kelihatan sejak tadi?" Tanya Mama Dinar.
"Nikahkan saya dan Jena malam ini." Pinta Bang Shano tanpa basa-basi.
Melihat gelagat putranya, Papa Rinto meliriknya. Ia seakan paham dengan setiap tingkah dan gerak gerik putra keduanya.
"Apa lagi?? Kamu ketahuan selingkuh?? Judi?? Atau gelut??" Tebak Papa Rinto malas menanggapi kelakuan putranya yang seperti sampah.
"Saya jebolin gawang, Pa."
"Ojo guyon. Nggak lucu, Shan." Bentak Papa Rinto.
"Sumpah, saya nggak sengaja."
"Nggak sengaja katamu??? Siapa yang mengajarimu kurang ajar sama perempuan?????" Papa Rinto begitu emosi. Beliau menghajar putranya tanpa ampun. "Sampai kapan kamu berhenti menguji kesabaran Papa dan Mamamu. Kamu nggak kasihan sama Mamamu?? Apa yang ada dalam pikiranmu, Shanooo????????"
Mama Dinar histeris dan terus menarik tangan Papa Rinto. "Sudaah Bang..!!! Shano bisa mati."
"Biar saja dia mati. Anak nggak berguna, sampah. Mana ada dia bertindak benar, kerjaannya hanya berkelahi, main perempuan di club, mabuk, sekarang dia merusak anak orang, aku harus bagaimana jadi Papanya. Aku malu..!!"
Tidak ada perlawanan sedikitpun dari Bang Shano. Ia menerima segala konsekuensi dari perbuatannya. Hanya jemarinya menyentuh kaki sang Papa yang sedang menginjak dadanya.
"Bunuh saya setelah ini, tapi tolong bantu saya satu kali ini saja. Saya sudah terlanjur membuat kesalahan fatal. Jika Jena mengandung, biarkan saya menanggungnya. Saya tetap ayahnya. Perkara lain, biar Jena menjatuhkan tuntutan atas diri saya." Jawab Bang Shano terbata.
Papa Rinto seolah tidak mendengar. Beliau menginjak kuat dada Bang Shano tanpa ampun. Jika saja Mama Dinar tidak membujuk Papa Rinto mungkin putranya itu sudah meregang nyawa saat itu juga.
.
.
.
.
makanya bang cerita ma istri biar ga salah paham
si Hananto jg ikutan aja mlh bikin makin panas
penyesalan datang belakangan