Melati, hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah elite. Namun, dia harus terjebak dengan seorang Tuan Muda yang ternyata Ayah dari anak didiknya.
Menjadi istri bayaran, bukan salah satu dari cerita yang ingin dia lalui dalam hidupnya. Ketika dia harus menikah dengan pria yang hatinya terkunci untuk sebuah cinta yang baru dan sosok baru setelah kepergian istrinya.
Namun sial, Melati malah jatuh cinta padanya. Bagaimana dia harus berjuang akan cinta yang dia miliki. Dalam pernikahan yang semu, dia harus berjuang membuka kembali hati suaminya yang sudah terkunci rapat. Namun, di saat dia benar-benar ingin berjuang dalam cinta dan pernikahannya ini. Melati, harus menyadari satu hal tentang suaminya.
"Kau tidak akan pernah ada dalam tujuan hidupku. Jadi berhenti berharap lebih!"
Melati hanya bisa diam dengan menatap punggung Zaidan yang pergi menjauh darinya setelah mengucapkan kalimat yang benar-benar menghancurkan harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Juga Terluka Di Masa Lalu
Malam ini tidak ada Zenia, membuat Melati benar-benar kesepian. Biasanya sebelum tidur dia akan menemani Zenia belajar dan bermain. Tapi sekarang, dia hanya duduk diam di depan televisi yang menyala tanpa bisa melakukan apapun. Acara di televisi juga tidak terlalu menarik perhatiannya. Melihat sosial media di ponsel pun, tidak terlalu membuatnya tertarik. Jadi, Melati hanya duduk diam seperti orang kebingungan sekarang.
"Zen, kenapa lama sekali menginap di rumah Tantenya. Ibu kangen, udah tiga hari ini"
Ya, sejak pulang dari rumah orang tuanya, Zenia masih belum kembali. Karena tepat ada tanggal merah jadi Zenia libur sejak hari sabtu hingga senin. Dan sudah senin pun, masih belum pulang.
Zaidan juga tidak pergi ke Kantor, karena hari libur. Tapi sejak pulang dari rumah orang tua Melati, dia kembali pada Zaidan yang biasanya. Dingin dan mengerikan. Apalagi hari ini, wajahnya terlihat begitu mengerikan. Hanya terlihat turun dengan membawa secangkir kopi saat pagi dan siang hari, lalu kembali ke kamarnya. Entah dia makan atau tidak hari ini. Yang jelas, Melati tidak lagi melihatnya keluar dari kamar.
Melati juga bingung, dengan sikap Zaidan. Memang wajahnya terlihat lebih sedih dari sebelumnya. Bukan hanya dingin, tapi dia terlihat lebih menyimpan kesedihan. Melati ingin bertanya, tapi dia sudah berlalu lebih dulu tanpa mau menyapanya.
Melati mendongak dan menatap ke arah pintu kamar yang tertutup. "Sebenarnya dia kenapa? Kok aneh banget ya"
"Nona, belum tidur?"
Melati mengerjap pelan, dia menoleh pada Maya disana dan tersenyum padanya. "May, sini deh, temani aku. Gak bisa tidur, tapi aku kesepian gak ada teman ngobrol"
Maya tersenyum, akhirnya dia ikut duduk disamping Melati. "Nona mau cemilan gak? Biar saja bawakan"
"Boleh deh"
Maya pergi ke arah dapur untuk membawakan minum dan cemilan. Dan saat kembali dia tidak sendiri, Lina ikut bersamnya.
"Ah, ayo sini Lina. Temani aku ngobrol. Lagian ini belum malem-malem banget"
Mereka duduk di karpet berbulu dengan cemilan dan minuman di depan mereka. Televisi biarkan menyala, meski mereka abaikan. Tapi, suasana seperti ini, bahkan bukan terlihat seperti seorang Nona Muda dan pelayan. Tapi lebih ke teman atau sahabat. Dan Melati menyukainya, karena dia merasa kesepian selama di rumah ini.
Mereka banyak bercerita dan tertawa bersama, baru mengetahui jika usia Maya sebaya dengan Melati, dan Lina ternyata lebih muda dari mereka.
"Jadi, kamu masih kuliah sekarang? Pantas kadang aku tidak melihat kamu, kenapa aku gak tahu ya, padahal sudah hampir 3 minggu tinggal disini"
"Iya Nona, semester akhir. Doain bisa cepat lulus ya"
"Iya semoga segera lulus. Tapi kalau sudah lulus tidak bekerja disini lagi dong. Yah, tidak akan ketemu kita"
"Kita bisa jadi teman 'kan Nona?" tanya Lina dengan sedikit ragu.
Melati langsung tersenyum, meraih tangan Lina dan mengenggamnya. "Tentu saja, kalian adalah temanku. Karena selama disini, kalian yang membuat aku tidak kesepian. Terima kasih ya"
"Iya Nona, kami yang harusnya berterima kasih karena sudah diterima dengan baik oleh Nona" ucap Maya.
"Mulai sekarang jangan terlalu formal ya. Bicara santai saja denganku"
"I-iya Nona" jawab Lina.
"Panggil Kakak juga boleh Lina, dan Maya panggil Mel saja juga boleh. Lagian aku juga tidak akan selamanya jadi Nona Muda di rumah ini"
"Nona yang sabar ya" ucap Maya, menatap begitu sedih pada Melati. Seolah dia kasihan dan ikut prihatin dengan nasib Melati ini.
"Haha. Apasih May, tidak perlu kasihan padaku. Aku baik-baik saja, dan aku juga yang menerima pernikahan ini. Jadi, tenang saja. Aku tidak selemah itu"
Meski terkadang hatiku sakit sih saat Tuan Zaidan bersikap begitu dingin. Seolah sikap dan perkataannya telah melukai bagian terdalam hatiku ini.
"Oh ya, tapi kenapa sikap Tuan Zaidan aneh sekali hari ini? Dia bahkan tidak keluar dari kamar, apa dia makan?" tanya Melati.
Maya dan Lina saling menatap, sampai keduanya menghembuskan nafas pelan. "Nona, besok adalah hari kematian Nona Diana" ucap Lina.
Melati terdiam dengan sangat terkejut, dia tidak tahu soal ini. Pantas saja sikapnya begitu terlihat sedih. Ah, dia pasti teringat akan kenangan bersama Istri tercintanya. Gumam Melati dalam hati.
"Besok pagi Nona harus bersiap, akan ada acara untuk memperingati kematian Nona Diana. Itu sudah biasa dilakukan setiap tahun. Kita semua akan ke makam Nona Diana di hari itu" jelas Maya.
"Ya ampun May, kenapa tidak bilang sama aku? Aku tidak tahu loh tentang ini. Pantas saja dia terlihat sangat sedih"
Maya dan Lina mengangguk, mereka melihat ke lantai atas dimana pintu kamar Zaidan terlihat dari tempat mereka duduk sekarang.
"Memang tidak mudah bagi Tuan Muda untuk melewati semua ini. Istrinya meninggal saat anaknya baru 10 bulan. Dan hubungan mereka memang tidak pernah di restui oleh orang tua sampai lahirnya Nona Kecil, juga masih belum mendapat restu. Tuan itu, menjadi korban keegoisan orang tuanya" ucap Maya.
"Jadi, dia seperti sekarang karena terluka di masa lalu ya?" ucap Melati, dia buta dan tidak tahu apa-apa tentang suaminya ini.
Maya mengangguk, dia menatap Melati sekarang. "Saya berharap Nona bisa mengeluarkan Tuan dari jerat masa lalu. Saya tahu jika sikapnya terkadang begitu dingin dan menyakiti Nona, tapi percayalah jika dia mempunyai luka yang disembunyikan hingga menjadikannya tertutup dan sulit tersentuh. Hatinya yang terkunci sejak kepergian istrinya. Semua hal yang dia lewati tidak mudah"
"Dan Tuan itu, tipe orang yang begitu tulus dan besar dalam mencintai. Makanya dia bisa sampai seperti ini saat Nona Diana pergi" lanjutnya lagi.
"Ternyata seperti itu ya" gumam Melati dengan menatap ke arah pintu kamar yang tertutup di lantai atas.
*
Di dalam kamar, Melati hanya diam dengan menatap langit-langit kamar. Dia baru mendengar cerita dari Maya dan Lina. Dan cukup menyentuh hatinya. Tentang perjuangan Zaidan untuk mendapatkan restu orang tuanya agar bisa bersama dengan orang yang dia cintai. Sampai restu telah di dapat dan dia menikahinya, namun hanya bisa bertahan beberapa waktu saja, karena kecelakaan itu telah merenggut nyawa wanita yang paling dicintainya.
"Aku jadi kasihan padanya. Dia juga melewati kehidupan yang tidak mudah 5 tahun ini. Ah, aku jadi bingung, bagaimana besok. Suasananya pasti akan penuh dengan kesedihan"
Melati teringat saat kematian Ayah beberapa bulan lalu. Bahkan belum satu tahun Ayahnya meninggal, dan Melati begitu terluka dengan itu. Kesedihan yang berkepanjangan, dan Melati tidak tahu bagaimana rasanya ketika nanti tepat satu tahun kematian Ayah. Pasti akan sangat sedih.
"Semoga besok dia akan baik-baik saja. Aku akan berada disampingnya"
Meski terkadang merasa kesal dengan sikap Zaidan dan perkataannya yang seringkali melukai hati. Tapi, Melati juga peduli padanya disaat seperti ini.
Bersambung
Tapi tidak menabung bab
nextttt thor.....