Pangeran Dari kerajaan Vazkal tiba-tiba mendapatkan sistem auto pilot saat kerajaannya diserang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dimulainya Rencana balasan
Pangeran Sekya, yang sejak awal sudah duduk dengan tenang di sana bersama Brutus, sahabat setianya, sambil menyesap teh hangat yang mengepulkan uap tipis, menoleh sedikit tanpa mengalihkan pandangannya dari cangkir porselen di tangannya.
"Jadi kau, yang namanya Lyra?" tanyanya, suaranya terdengar tenang namun penuh otoritas yang tak terbantahkan, sebuah pertanyaan yang lebih mirip pernyataan tegas daripada sebuah rasa ingin tahu.
Lyra yang mendengar suara itu, tanpa ragu melemparkan pisau peraknya ke arah muka Sekya. Kilatan perak yang tajam melesat cepat, membelah udara di antara mereka berdua, mengarah lurus ke dahi sang pangeran dengan kecepatan yang mematikan. Suasana di dalam guild mendadak hening seketika, semua mata yang ada di sana tertuju pada mereka, menantikan reaksi selanjutnya dari Pangeran Sekya.
Pangeran Sekya menangkap pisau itu hanya dengan dua jari, tanpa sedikit pun melihat ke arah datangnya pisau. Gerakannya begitu cepat dan tenang, seolah ia sudah mengetahui persis bahwa pisau itu akan datang menyerangnya. Ia bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari cangkir tehnya yang masih mengepul. Suara pisau yang tertangkap di antara jari-jarinya terdengar pelan, namun cukup untuk membuat Lyra terkejut dan sedikit terkesima.
Lyra mendekati Pangeran Sekya dengan langkah pelan yang penuh perhitungan. Matanya yang tajam menatap lurus ke arah dua jari Pangeran Sekya yang masih memegang erat pisau miliknya.
"Siapa kau sebenarnya?" tanyanya, suaranya terdengar dingin dan penuh kecurigaan yang mendalam.
Pangeran Sekya mengangkat pandangannya, menatap Lyra dengan tatapan datar yang sulit ditebak.
"Namaku Saron," jawabnya singkat, suaranya serak dan berat, menjaga penyamarannya agar tidak terbongkar.
"Ohh, jadi kau yang namanya Saron," kata Lyra, suaranya kini sedikit melunak, namun tetap tajam dan penuh rasa ingin tahu. "Namamu begitu santer dibicarakan banyak orang akhir-akhir ini."
Pangeran Sekya tersenyum tipis, lalu ia mengajak Lyra untuk bergabung dengannya. "Aku sedang membangun sebuah organisasi kecil, dan aku sangat membutuhkan orang-orang terbaik untuk itu. Bagaimana jika kau bergabung denganku?"
Lyra hanya mendengus, menolak mentah-mentah tawaran itu tanpa ragu. "Aku tidak bekerja untuk siapa pun," jawabnya tegas, tanpa keraguan sedikit pun dalam suaranya.
Pangeran Sekya kemudian menatap Lyra dengan tatapan dingin, senyumnya yang tipis menghilang dari wajahnya.
"Kalau begitu, kau hanya punya dua pilihan," katanya, suaranya rendah dan menusuk, penuh ancaman yang jelas. "Antara mati di tanganku sekarang juga, atau bergabung denganku dan kita akan mengubah dunia ini bersama-sama."
Beberapa hari yang lalu, Pangeran Sekya sering mengunjungi guild ini untuk menemui Lyra, namun Lyra selalu tak kunjung datang. Suatu hari, kepala guild memberitahunya, "Jika kau ingin menaklukkannya, kau tak boleh bersikap lunak pada Lyra. Dia hanya akan tunduk dengan dipaksa, karena dia menyukai laki-laki yang mendominasi dirinya."
Lyra tertawa terbahak-bahak, suara tawanya yang nyaring memenuhi seluruh ruangan, menarik perhatian semua orang yang ada di guild. Ia kemudian melesat cepat ke arah Pangeran Sekya, mengayunkan kakinya dengan kuat ke arah kepala Pangeran Sekya. Pangeran Sekya menunduk cepat, menghindari tendangan itu dengan mudah dan tanpa kesulitan.
Lyra tidak menyerah begitu saja. Ia melancarkan pukulan beruntun yang cepat, mengincar wajah dan tubuh Pangeran Sekya dengan agresif. Pangeran Sekya bergerak lincah, menghindar dan menangkis setiap serangan dengan tangan kosongnya. Ia tidak membalas, hanya bertahan, mengamati setiap gerakan Lyra yang cepat dan mematikan. Lyra terus menekan, mencoba menemukan celah, namun Pangeran Sekya seperti bayangan, tidak bisa disentuh.
Pangeran Sekya sesekali menyentuh Lyra dengan halus, membelai lengannya atau menyentuh punggungnya dengan gerakan cepat yang tak terduga. Sesekali juga, ia merangkul pinggang Lyra, menariknya mendekat sesaat sebelum kembali menghindar dengan lincah.
"Hanya ini yang kau punya?" tanya Pangeran Sekya, suaranya tenang dan penuh ejekan, saat Lyra melancarkan serangan terakhirnya.
Tanpa menunggu jawaban, Pangeran Sekya tiba-tiba membanting Lyra ke lantai dengan gerakan cepat dan kuat. Tubuh Lyra terhempas, menimbulkan suara "bruk" yang cukup keras, membuat beberapa orang di guild menoleh ke arah mereka. Pangeran Sekya segera mendekatkan wajahnya ke muka Lyra, tatapannya tajam dan mendominasi.
"Kau cantik," bisiknya, suaranya rendah dan menggoda. "Jika kau bergabung denganku, kita bisa bermain setiap saat, dan aku akan memuaskanmu, bagaimana?"
Kemudian Lyra memegangi wajah Sekya, matanya menatap dalam ke mata sang pangeran.
"Baiklah, tampan," katanya, suaranya kini terdengar serak dan penuh gairah. "Jika itu maumu."
Pangeran Sekya membantu Lyra untuk berdiri, tangannya meraih lengan Lyra dengan lembut.
Kepala guild, yang sejak tadi hanya mengamati, tiba-tiba berkata dengan nada tenang, "Kalian semua, silakan pergi dari sini. Sekarang juga. Kecuali Saron, Lyra, dan Brutus."
Semua orang di guild, yang tadinya sibuk berbisik dan menonton, segera bubar, meninggalkan mereka bertiga dalam keheningan yang mendadak. Brutus, yang duduk di meja terdekat, melangkah mendekat dengan langkah mantap, siap mendengarkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Kepala guild menepuk bahu Sekya.
"Apa rencanamu selanjutnya, Pangeran Sekya?" tanyanya, suaranya tenang.
Sekya terkejut, matanya membelalak lebar. Selain Brutus, tidak ada lagi yang tahu bahwa dirinya adalah Pangeran Sekya. Lyra juga terkejut, menatap kepala guild dengan tatapan tidak percaya.
Pangeran Sekya kemudian melepaskan tudung jubahnya, memperlihatkan wajah aslinya yang tampan.
"Siapa kau sebenarnya?" tanyanya, suaranya kini penuh selidik, menatap kepala guild dengan tatapan tajam.
Kepala guild menghela napas panjang, lalu mulai menjelaskan.
"Dulu aku adalah pengawal setia Raja Saul, ayahmu. Namaku Kevin. Aku berhenti karena gagal melindungi kakakmu, Pangeran Lavindo, saat kau masih berumur lima tahun. Aku merasa sangat bersalah atas kegagalan itu."
Kevin menatap Sekya, matanya memancarkan kesedihan yang mendalam.
"Saat itu, sebuah kelompok pemberontak menyusup ke istana. Mereka mengincar Pangeran Lavindo, pewaris takhta. Aku berada di sana, tepat di sisinya, bersumpah untuk melindunginya dengan nyawaku sendiri."
"Namun, aku gagal," lanjut Kevin, suaranya tercekat menahan emosi. "Aku terlalu lambat. Mereka berhasil menculik Pangeran Lavindo, dan aku tidak bisa melakukan apa-apa. Sejak saat itu, aku hidup dengan rasa bersalah yang terus menghantuiku. Aku meninggalkan istana, mengembara, dan akhirnya mendirikan guild ini, berharap bisa menebus kesalahanku dengan melindungi orang lain."
Kevin kemudian berlutut di hadapan Sekya, matanya berkaca-kaca. Ia merasa sangat bersyukur dan bersumpah, kali ini, dia akan benar-benar menjaga dan melindungi putra dari Raja Saul. Lyra dan Brutus, yang menyaksikan momen itu, juga mengikutinya. Mereka berlutut, bersumpah untuk mengikuti dan selalu setia pada Pangeran Sekya.
Pangeran Sekya menyuruh mereka berdiri.
"Kalian adalah rekanku, bukan anak buahku," katanya, suaranya lembut namun tegas. "Berhenti berlutut."
Lyra berdiri, lalu mendekat dan memeluk Pangeran Sekya.
"Apa nanti aku akan menjadi yang kedua?" tanyanya, suaranya pelan, karena rumor soal dirinya dengan Ratu Eliana yang saling mencintai sudah menyebar dengan luas.
Pangeran Sekya kemudian membalas pelukan Lyra, tangannya mengusap lembut punggung Lyra.
"Aku hanya akan mencintai Eliana," katanya, suaranya terdengar jelas dan penuh keyakinan.
Namun Lyra tak mempedulikannya. Ia hanya tersenyum tipis, yakin jika suatu saat nanti, mungkin dia bisa membuat pangeran jatuh hati padanya.
Kevin mendekat, lalu memberikan sebuah token perak berukir lambang guild kepada Sekya.
"Guild ini memiliki dua ribu anggota terlatih, Pangeran Sekya," katanya, suaranya penuh keyakinan. "Satu anggotanya setara dengan seorang jenderal di medan perang."
Kevin kemudian menatap Pangeran Sekya dengan tatapan serius.
"Jadi, apa rencanamu selanjutnya, Pangeran?"
Pangeran Sekya tersenyum tipis.
"Terima kasih, Kevin," katanya, suaranya tulus.
Ia kemudian menatap Lyra, pandangannya berubah Serius.
"Tugas pertama kita, kau lah kuncinya, Lyra."
Lyra mengangguk, matanya menunjukkan kesiapan.
"Apa tugasnya?" tanyanya.
"Kau akan memantau Kerajaan Vazkal," jelas Pangeran Sekya, suaranya tenang namun penuh strategi. "Jika Dion mengirim pesan kepada Lamina, kau harus mendapatkan pesan itu."
Lyra mengernyitkan dahi, sedikit bingung.
"Apa yang akan kulakukan setelahnya?" tanyanya.
Pangeran Sekya menatapnya dengan tatapan penuh arti.
"Bawa pesan itu kepadaku," jawabnya singkat, namun penuh penekanan.
Brutus, yang sedari tadi hanya mendengarkan, akhirnya bertanya, "Untuk apa?"
Pangeran Sekya hanya tersenyum menatapnya.
"Kalian akan tahu," katanya, suaranya penuh misteri. "Karena aku berencana menghancurkan Lamina sampai ke akar-akarnya."