Kisah cinta mama dan papa cukup membuatku percaya bahwa luka terkadang membawa hal manis, bagaimana mama pergi agar papa baik-baik saja, tanpa mama tahu, papa jauh lebih terluka sepeninggalnya.
Begitu juga dengan Tante Tania dan Appa Joon, tidak ada perpisahan yang baik-baik saja, tidak ada perpisahan yang benar-benar ikhlas. Bedanya mereka berakhir bersama, tidak seperti mama dan papaku yang harus berpisah oleh maut.
kukira kisah mereka sudah cukup untuk aku jadikan pelajaran, tapi tetap saja, aku penerus mereka dan semua ketololannya.
Aku, Davina David.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maaf Davina
Bugh...
Badan ringkih yang tadinya kokoh mengeluarkan seluruh kemarahannya itu pun tumbang, semunya benar-benar hening dan gelap.
"Vina.... DAVINA... VIN... ". teriak Kai.
Sumpah demi apapun, untuk pertama kalinya dalam hidup seorang dokter Kai Joseph yang bertangan dewa itu panik. Pertama kalinya ia ketakutan melihat seseorang pingsan didepannya. Padahal ia pernah menghadapi yang lebih parah, lebih berdarah-darah.
Ini, hanya pingsan tapi ia panik setengah mati.
Davina benar-benar pasrah dalam gendongan Kai yang kalang kabut itu, tidak ada perlawanan sama sekali. Tubuh itu benar-benar seperti tidak bernyawa.
"VINA... DAVINA.... KAMU DENGAR AKU... DENGAR AKU VIN... VINAAA....!!", teriaknya sembari terus berlari ke mobilnya, dan secepat mungkin menuju save zone.
Rasa bersalah berlapis-lapis menempel di hatinya. Kenapa ia buta sekali? Kenapa baru sadar sekarang kalau ia menyakiti gadis itu dalam sekali?
Begitulah Kai Joseph, ia rasional. Ia tidak akan paham jika tidak ditegur, tingkat pekanya tipis sekali. Ia tidak pernah berbohong atau berbasa-basi, makanya ketika Davina melakukan kesalahan ia akan menegurnya sebisanya, se jelasnya. Berbeda dengan Davina yang mengharapkan sedikit saja penghargaan atas usahanya, ia akan sangat berterima kasih jika Kai melembutkan sedikit saja kalimatnya ketika menegurnya.
Tapi keduanya menganggap diri mereka sama benarnya, right?
Kai dengan rasionalitasnya, sementara Davina dengan soft spokennya. Bagaimana tidak yeorobun? Gadis itu diperlakukan baik, sebaik-baiknya, di turuti, diperlakukan halus oleh orang sekelilingnya, apa lagi Bryan dan Joon Young, kedua ayah yang mem putrikannya.
Yah, begitulah.
"Maaf... Vina... Maaf.... ", isaknya sekali lagi ketika mendudukkan Davina di kursi penumpang di sampingnya. Berkali ia menoleh dalam panik, karena gadis itu semakin pucat saja.
Ia tertipu topeng baik-baik saja gadis itu, benar kata Davina, ia terlalu mudah kembali tertawa, terlalu mudah terlihat baik-baik saja, sehingga Kai benar-benar menganggapnya demikian, sekali lagi, ia hanya percaya yang dilihat matanya, right?
Dalam paniknya, ia mengakui bahwa semua hal menyebalkan itu ia lakukan agar Davina tetap berada dalam pengawasannya, agar gadis itu senantiasa menempelinya dengan dalih belajar pada Kai. Agar Davina terus bersamanya, karena ia tidak ingin berbagi gadis itu dengan siapapun.
Ia sudah jatuh cinta sedari awal.
Ia teringat bagaimana ia sudah melukai gadis yang katanya dicintainya itu, pernah sekali Davina menuntun relawan teknisi menuju camp mereka di bagian paling rusaknya Pandora, karena kekurangan relawan, medis pun terkadang beralih tugas menjadi tour guide dadakan. Semua Davina mau. Semua ia kerjakan dengan riang.
Berbeda halnya dengan Kai, ketika mengetahui Davina bersama dengan rombongan teknisi itu, ia segera menghampiri gadis itu yang kelihatan riang sekali bersama para pria yang dituntunnya, ia merebutnya kembali yang diam-diam dalam hati ia klaim sebagai miliknya.
Davina David, miliknya.
Tapi, berbeda dengan pemahaman si gadis yang merasa terus menerus di rundung.
"Mereka gimana Kai, siapa yang nuntun?", tanya Davina ketika tidak enak hati meninggalkan para teknisi.
"Bukan urusan kamu. Lagian itu bukan bagian kamu ngurusin mereka. Nginfus aja lamanya minta ampun, malah sok sok an ngurusin yang lain, kamu ngga sehebat itu, Davina. Mending ikutin aja arahan aku."
Kalimat pedas Kai, ia susun satu persatu di hatinya meski panas dan menyakitkan. Semua itu terputar di otak Kai, ia sudah jahat sekali. Ia salah, ia yang salah, bukan Davina.
🍁🍁
Sesampainya di Safe Zone, kai panik tergopoh-gopoh menggendong Davina keluar dari mobil menuju ruangan darurat, melihat hal itu dokter-dokter lain pun ikut berlarian mengikuti Kai.
Ia membaringkan Davina, memeriksa di sana-sini, mengukur tekanan darahnya, begitupun pupil matanya. Ia merasa sedikit lega ketika mendapati nafas Gadis itu teratur, hanya saja siku dan dagunya sedikit lecet mungkin karena jatuh pingsan di tanah yang sedikit berbatu itu.
Dokter lain yang melihat ikut bertanya-tanya kepada Kai tapi tidak satupun dijawab olehnya, Ia hanya diam dan terus memberi perawatan kepada gadisnya itu, ralat, gadis yang disakitinya itu.
Tidak Berapa lama kemudian datanglah suster kepala, dan satu persatu dokter pun pergi, hanya menyisakan mereka bertiga. Tanpa memperdulikan kehadiran suster kepala, Kai terus membersihkan dan mengobati luka Davina.
"Dokter Kai? Sudah bisa jelaskan ini ada apa? Dia kenapa?".
Dengan helaan napas yang panjang, perlahan Kai menceritakan apa yang terjadi. Tanpa mengurangi setitik koma pun, dari sudut pandangnya dan sedikit dugaannya dari sudut pandang Davina. Suster kepala tetap tenang mendengarkan penjelasan Kai.
"Saya tahu kamu suka dia, dari awal. Iya kan Kai?", frontalnya, Kai pun tersentak kaget. "Caramu salah sekali nak. Bukan begitu caranya mencintai, dasar bodoh. Jika besok dia benar-benar pergi, kamu juga akan saya tendang dari sini."
"Bibi... ".
"Saya bukan bibimu, saya suster kepala. Tidak ada gunanya merengek, selesaikan masalahmu sendiri. Sesenang hatimu melukai perasaan anak orang, dengan dalih suka. Aohhh... Kai... Bodohnya... ", cerutu suster kepala melihat kecerobohan keponakannya itu.
Ya, Plot twistnya mereka adalah bibi dan keponakannya.
Kai tertegun mencoba memahami kata suster kepala, bukan begitu caranya mencintai, jadi bagaimana? Bagaimana caranya? Ia baru kali ini merasakan jatuh cinta, baru kali ini tertarik pada lawan jenis, tidak ada yang mengajarinya bagaimana memperlakukan wanita.
Melihat wajah pucat Davina saja sudah membuatnya merasa patah, sekali lagi terputar scene di otaknya, apa lagi jika bukan memarahi Davina beberapa bulan lalu. Diam-diam ia membuntutinya dan sampailah ia dibalik camp terjauh dari rumah sakit, ia mendapati Davina menangis sesegukan disana, dan bodohnya ia masih tidak peka juga bahwa Davina benar-benar tidak baik-baik saja. Karena beberapa saat setelahnya, gadis itu kembali ke sisinya seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Hingga terjadilah insiden hari ini.
"Vina maafin aku, aku ngga bisa liat kamu dekat dan bersama orang lain. Aku ngga suka Vina. Maaf caraku salah, maaf... ", ringisnya sambil menggenggam tangan hangat itu.
.
.
.
TBC... 🍁