Permaisuri Bai Mengyan adalah anak dari Jenderal Besar Bai An
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Una~ya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 6 (Revisi)
Rombongan dari perbatasan yang membawa jenderal beserta keluarganya tiba di gerbang istana. Tidak ada penyambutan, tidak ada arak-arakan mengelilingi kota dan tidak ada ucapan selamat. Jenderal Besar Bai An turun dari kudanya, memandang tanah yang di pijak. Sudah puluhan tahun, kondisi istana semakin baik sejak terakhir kali. Darahnya, keturunannya──mengembang tugas mulia, meninggalkan kemewahan. Lalu, wajahnya diangkat tinggi memandang langit. Tidak ada rasa malu. Raganya akan dikubur, rohnya akan kembali ke langit adalah sekilas pikiran yang masuk melalui jendela kecil dalam kepalanya.
Dia menoleh kebelakang, kearah tandu yang berisi keluarga utama Bai. Hanya pada saat memikirkan bagaimana keluarganya berakhir tragis karena dirinya membuat hatinya pilu. Tapi, pemikiran itu seketika musnah, saat mata beradu pandang, bibir yang tersenyum menyambut kemalangan bersama. Jenderal menganggukkan kepala lalu berjalan didampingi beberapa pengawal. Seorang Jenderal Besar berjasa yang kembali dengan status seorang kriminal, berjalan dikawal beberapa orang──ketat.
Ketika mereka melewati blok taman yang bersambung dengan istana putra mahkota terdahulu, Jenderal Besar berhenti. Beberapa blok dari tempat dia berdiri, merupakan istana yang di tinggali putrinya. Seorang ayah yang keras, terhadap putrinya menjadi sangat lembut. Tepukan di punggung itu terasa nyata, lantas dia berbalik──mendapati sang istri menguatkan dirinya.
Status kriminal yang disandang kepadanya, apakah bisa membuat dia diberikan satu kesempatan? Dalam pikiran terombang-ambing antara urusan barak dan keluarganya, Jenderal ingin meminta izin kepada Raja untuk mengunjungi putrinya atau putrinya yang mengunjunginya. Selama puluhan tahun di barak, memikirkan banyak alasan, ribuan kata yang ingin dia sampaikan kepada putrinya, sirna ketika melihat keadaan Penjara. Mana mungkin hatinya tega membuat sang putri yang berstatus tinggi melihat kemalangan ini?
Penjaga memisahkan dirinya dan keluarganya, meski berdampingan. Jenderal duduk beralaskan jerami kering, tidak ada hal mewah disana. Satu-satunya, yang terlihat lebih baik dari semuanya adalah meja kecil yang berada di tengah ruang. Jenderal menjulurkan tangan dan meletakkan diatas meja. Dia menutup matanya, perasaan tidak nyaman yang timbul dari gesekan tangan dan pikirannya yang berkelana──menciptakan adu emosi. Membayangkan berapa nyawa yang pernah berada dalam posisi yang sama dengannya, bermacam perkara. Ada yang selamat, ada yang pulang meninggalkan nama buruk.
"Aku hanya berharap, Raja menjadi Pemimpin yang bijaksana agar rakyat merasa aman dan Kerajaan makmur." Ucapnya keras sehingga seluruh penghuni Penjara mendengarnya.
Seorang pria dengan balutan baju kementerian kemanan istana, diatas biro keamanan, jabatannya terbilang tinggi──baru saja meninggalkan penjara setelah mendengarkan teriakan Jenderal. Dia berjalan menuju perpustakaan yang hanya bisa di akses oleh Raja. Kala, beradu pandang dengan Jin Ran, pengawal Raja, dia hanya menunduk sekilas. Langkahnya ringan berjalan kedalam dan berdiri di belakang Raja yang tengah sibuk mencari buku di antara tumpukan buku kuno. Tidak bersuara, berdiri tegap.
"Yang Mulia!" Panggil Jin Ran dari arah belakang.
Raja berbalik dan melihat ada pria lainnya. "Bagaimana tugasmu?" Tanya Raja kepada pria itu. Sedang Jin Ran pergi meninggalkan keduanya.
"Sesuai keinginan anda Yang Mulia!" ucapnya singkat. Laporannya selesai, dia juga menghilang.
Raja tidak menegur, bekerja dengan baik lebih dia sukai dari pada banyak bicara omong kosong. Dia memang hanya ingin mengetahui perkembangan misi.
Jin Ran kembali setelah melihat Pria itu pergi. "Yang Mulia, biro keamanan & biro administrasi pekerjaan umum, meminta bertemu dengan anda."
Raja meminta mereka masuk.
"Yang Mulia Raja, semoga anda panjang umur!" Sapa mereka ingin melanjutkan aturan yang berlaku tapi Raja mengibaskan tangannya meminta mereka tidak menghiraukan itu. Tanpa berlama-lama, mereka mulai berbicara.
Satu dari mereka melaporkan kabar dari perbatasan, bahwa sang Jendral telah tiba dan berada di penjara. Sementara, bagian lainnya menyerahkan hasil dari pekerjaan yang telah selesai dan bersiap untuk di diwartakan kepada khalayak ramai, berupa surat keputusan terkait dekrit Raja yang telah menyebar seantero Han.
Semua berjalan sesuai harapkan. Setelah selesai berbicara dengan beberapa orang, Raja memutuskan kembali ke istananya, banyak hal yang harus dikerjakan, termaksud laporan harem yang baru saja masuk. Seperti biasanya, Raja berjalan menyusuri taman. Di belakangnya, Pria setia bernama Jin Ran, terus mengawasi Raja dengan mata elangnya. Pedang yang berada di pinggangnya selaku siaga. Saat paling krusial, dia bisa melindungi Raja.
Istana Jīnlóng (Istana Raja Han Xuan Xi)
Istana Raja yang megah, interior berbeda yang tidak dimiliki istana manapun. Keagungan tinggi dengan lambang naga berwarna emas menghiasi tubuh sedang duduk di singgasana, memegang erat tongkat kepimpinan, memberi titah tak terbantahkan untuk rakyatnya. Baik para bangsawan maupun rakyat biasa. Sang pengawal bernama Jin Ran dan kepala kasim kepercayaan berdiri di kedua sisinya. Mereka menunggu perintah yang juga belum keluar sejak kepergian kedua pejabat negara tadi. Raja masih memandang meja yang penuh tumpukan surat-surat. Juga, surat dari istana ibu Janda Selir Liu.
Dalam surat itu, tertulis bahwa Permaisuri menghukum wanita-wanita di istana timur sesuai dengan hukum harem karena menentang keputusannya perihal kunjungan Raja ke istana Róngyù. Janda Selir Liu juga bertanya tentang keputusan Raja mengenai hukuman Jenderal dan Permaisuri. Semua hal yang ingin dia tanyakan tertulis lengkap disana.
"Yang Mulia, apa anda akan menarik status Permaisuri?" Tanya Kepala kasim.
"Tidak perlu!" Ucapnya singkat.
Kasim tidak bertanya lagi, dia mengangguk dan diam.
"Mengapa Jenderal Bai An tidak berbicara?" Dia berbicara kepada dirinya sendiri.
Jin Ran mengangkat kepalanya. Melihat ada kegelisahan di wajah Raja.
Raja mulai berbicara seorang diri. "Bukankah aneh? Aku memintanya mati tapi dia tidak melakukan apapun untuk membela diri. Padahal aku tahu dia punya sesuatu yang bisa menyelamatkan diri dan keluarganya.”
Kasim dan Jin Ran tidak bisa menjawab, mereka diam seperti sebelumnya. Tidak bisa menebak kemana arah pikiran Raja. Antara keanehan dan kebahagiaan, Raja menjalankan tugas Pamannya yang telah meninggal. Jin Ran melihat ada sedikit rasa itu ketika memperhatikan gerak gerik pria di hadapannya. Tapi, keputusan Raja sesuatu yang tidak bisa dia campuri, dia hanya pelayan yang melakukan tugas jika di minta dan diam jika tidak dibutuhkan.
"Jin Ran!" Panggil Raja.
Terkejut, dia melihat Raja dan menunduk. "Yang Mulia!?"
"Ada apa denganmu?" Tanya Raja.
"Maaf Yang Mulia, saya tidak mendengar anda. Apa anda mengatakan sesuatu?" Jin Ran belum menjawab tapi dia bertanya. Bagaimana dia bisa tidak fokus sedang dia bersama Raja.
"Istirahatlah!" Singkat, ucapan Raja membuat Jin Ran berlutut.
"Yang Mulia saya bersalah, saya siap dihukum!" Ucapnya cepat.
Raja menggelengkan kepala. "Aku menyuruhmu istirahat, bukan akan menghukummu! Setelah selesai istirahat, pergilah menemui Dong, berikan dia tugas di perbatasan utama Dì yī (perbatasan Barat Laut). Aku ingin tahu pergerakan Wakil Jenderal Bai Fu!"
Dengan kecepatan yang maksimal, Jin Ran menganggukkan kepala, melaksanakan tugas yang diberikan. Raja mengeratkan pegangan pada ujung meja, dia mengingat surat yang datang beberapa tahun lalu dari Pangeran Han Yan. Kecurigaan yang beralasan itu membawanya pada hari ini, ketika dia mengambil keputusan untuk percaya bahwa dia telah dikhianati. Langkah maju ini untuk mencegah kejadian mengerikan yang akan menghancurkan Kerajaan Han dan posisinya.
Surat itu menjadi angin segar untuknya yang telah lama mencari kelemahan dari 'SANG PENGUASA' panggilan dari Pamannya, putra mahkota terdahulu untuk Jenderal Besar Bai An. Bukti-bukti berupa dokumen, surat-surat yang di kirim ke perbatasan dan buku-buku yang tersebar di pasar memamerkan argumen yang tidak pantas. Dia menyandingkan Keluarga Kerajaan dan Keluarganya, hanya karena dia telah berjasa, serta menghinaan Keluarga Kerajaan. Telah menjadikan keputusan mempercayai pamannya dan semua rasa sakitnya.
"Atas jasa itu, aku menyelamatkan putrimu!"
────୨ৎ────