(Area orang dewasa🌶️)
Hidup Viola Amaral berubah drastis ketika sebuah kontrak mengikatnya pada kehidupan seorang jenderal berpengaruh. Bukan pernikahan impian, melainkan perjanjian rahasia yang mengasingkannya dari dunia luar. Di tengah kesepian dan tuntutan peran yang harus ia mainkan, benih-benih perasaan tak terduga mulai tumbuh. Namun, bisakah ia mempercayai hati seorang pria yang terbiasa dengan kekuasaan dan rahasia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon medusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11
...(Warning adegan 21+)...
...Pria itu mendengus kesal melihat Viola yang hanya berdiri kaku di depannya, seperti manekin yang kehilangan jiwanya....
"Duduk," perintahnya singkat, menepuk pahanya dengan kasar, seolah Viola adalah objek tak bernyawa.
...Dengan sedikit keberanian yang dipaksakan oleh alkohol, Viola mengangguk dan duduk di pangkuan pria itu. Ia berusaha terlihat tenang, meskipun jantungnya berdebar kencang. Ia merasa seperti boneka yang dipaksa menari mengikuti irama yang bukan keinginannya....
"Hei," kata pria itu dengan nada tidak sabar. "Kalau kau hanya akan diam seperti ini, lebih baik kau pergi. Aku tidak tertarik pada patung. Aku ingin seseorang yang... hidup." Ada nada jijik dalam suaranya, seolah Viola adalah gangguan.
...Dengan anggukan pelan namun penuh kepasrahan, Viola bangkit. Ia mengubah posisi duduknya menjadi lebih provokatif, menghadap pria itu dengan tatapan yang berusaha ia buat menggoda. Mengingat adegan-adegan manipulasi dalam film, Viola memberanikan diri mendekatkan bibirnya ke telinga pria itu....
"Aku milikmu, Tuan," bisiknya dengan suara rendah dan sedikit bergetar, namun berusaha terdengar sensual.
...Seketika, tubuh kekar pria itu menegang. Darahnya terasa mendidih, mengalir deras mendengar bisikan Viola yang tak terduga. Nafsunya yang semula tertahan kini bangkit dengan liar....
...Tanpa menunggu lebih lama, tangannya yang besar meraih tengkuk Viola dengan kasar, menariknya mendekat dan melumat bibirnya dengan rakus dan tanpa ampun. Ciuman itu begitu kuat hingga Viola hampir kehilangan kesadaran karena kekurangan oksigen....
...Pria itu tiba-tiba melepaskan ciuman kasar mereka, lalu tanpa peringatan menggendong Viola dengan paksa, tubuhnya menempel erat padanya seperti koala pada pohon. Ia berdiri dan membawanya menuju ranjang dengan langkah lebar....
Bruk!
...Viola terlempar ke atas kasur dengan kasar. Tubuhnya terasa sakit, namun pikirannya terlalu kacau untuk memprosesnya sepenuhnya. Ia hanya bisa melihat pria itu dengan napas terengah-engah menanggalkan pakaiannya dengan brutal....
...Dalam sekejap, pria itu sudah berada di atasnya, menarik tubuhnya mendekat tanpa emosi. Kemudian, dengan gerakan kasar yang membuatnya terkesiap, pria itu merobek gaun yang dikenakannya, suara kain robek itu bagai merobek jiwanya. Viola terbaring polos, merasa begitu kecil dan tidak berdaya di bawah tatapan dingin pria itu....
"Puaskan aku," bisik pria itu dengan suara serak penuh nafsu, membuka lebar kedua kaki Viola dengan kasar, bersiap untuk merobohkan pertahanan terakhirnya.
"Tu-Tuan, tolong... aku-" Viola berusaha memohon, namun kata-katanya terhenti.
Jleb.
"Arrgg!" pekik Viola histeris, matanya membulat sempurna karena rasa sakit yang menusuk dan tiba-tiba saat pria itu memaksa masuk tanpa persiapan. Air mata langsung membanjiri pipinya.
"Aakkhh!" desah pria itu, mendongak dengan mata terpejam, menikmati sensasi asing yang baru pertama kali ia rasakan.
"Jadi... ini rasanya menyatu dengan seorang wanita?" bisiknya dengan pikiran kacau, merasakan kejutan nikmat saat tubuhnya dijamah erat di dalam sana. Ia benar-benar tidak menyangka akan merasakan sensasi seperti ini.
"Pelan-pelan, Tuan... ini sakit sekali..." lirih Viola di antara isak tangis, air mata terus mengalir membasahi pipinya.
"Diam! Kau hanya wanita bayaran, jangan berlagak suci di sini!" bentak pria itu tanpa ampun, semakin mempercepat ritme hentakannya yang kasar dan menyakitkan.
...Kata-kata itu menghantam Viola lebih keras dari tubuh pria yang menggerayangi paksa dirinya. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Ia memilih membungkam, pasrah pada nasib buruk yang menimpanya....
...Pria itu terus bergerak liar tanpa ampun, tanpa jeda. Dengan brutal, ia menggigiti setiap inci kulit putih Viola yang sudah dihiasi memar bekas sabuk pinggang ayahnya siang tadi. Rasa sakit fisik dan emosional bercampur menjadi satu, hingga akhirnya kesadaran Viola memudar dan ia pingsan. Namun, pria itu terus bergerak di atas tubuh tak berdayanya, seolah Viola hanyalah sebuah objek tanpa perasaan....
🌺
🌺
🌺
...(Pagi harinya)...
...Kelelahan akibat permainan panas semalam yang penuh paksaan dan alkohol membuat Viola dan pria itu tertidur pulas dalam keheningan kamar hotel, polos mereka di bawah selimut putih. Namun, tiba-tiba......
Brak!
...Pintu kamar didobrak dengan keras, suaranya memecah keheningan dan membuat Viola serta pria itu tersentak bangun. Mereka saling bertukar pandang kaget dan kebingungan....
"Kamu!" pekik pria itu, matanya membulat sempurna saat mengenali sosok di hadapannya.
"Tuan... Revan!" ucap Viola tak kalah terkejut, mengenali pria yang kini menatapnya dengan tatapan tak percaya.
...Keduanya benar-benar terkejut. Viola segera menarik selimut menutupi tubuh telanjangnya dengan panik. Secara bersamaan, mata mereka tertuju pada ambang pintu kamar....
"Mama... Papa... Olivia..." lirih Revan dengan suara tercekat. Matanya terpaku pada sosok yang berdiri di sana, air mata kekecewaan mengalir deras membasahi pipi Olivia saat ia menyaksikan pemandangan yang menghancurkan hatinya.
...Dengan kasar, Revan memaksa bangkit dari atas kasur, menarik selimut yang menutupi tubuh polos Viola dengan paksa. Selimut itu terseret, mengekspos sebagian tubuh telanjang Viola yang penuh memar. Melihat pemandangan itu, Ibunda Revan langsung amarah membara. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia melangkah cepat masuk ke dalam kamar dan dengan sigap menanggalkan jaket blazernya, menyelimuti tubuh polos Viola yang tampak begitu rentan....
...Setelah memastikan Viola tertutup dan sedikit aman, Ibunda Revan dengan tatapan membunuh beralih pada putranya. Ia berjalan cepat menghampiri Revan yang masih terpaku, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun......
Plak!
...Tamparan keras dan menyakitkan mendarat di pipi Revan, membuat sang ayah yang sedari tadi terkejut di ambang pintu, kini melangkah masuk dengan tergesa-gesa....
"Aku tahu kau membenciku dan gadis malang ini! Tapi kau tidak punya hak untuk memperlakukannya seperti ini, Revan!" raung Ibunda Revan dengan suara bergetar penuh amarah, menatap putranya yang hanya menunjukkan wajah dingin tanpa ekspresi, seolah tamparan itu tidak berarti apa-apa baginya.
"Sayang... sudahlah, jangan seperti ini. Ayo kita pulang dan bicarakan masalah ini baik-baik di rumah," bisik Ayah Revan lembut, mencoba meraih lengan istrinya dan meredakan emosinya yang meluap.
"Baiklah kalau begitu... akan kupastikan kau menikahi gadis ini, Revan. Kau telah merusaknya, dan kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu," tegas Ibunda Revan dengan nada dingin dan tanpa memberi ruang untuk bantahan.
"Cih! Merusaknya? Dia hanyalah wanita bayaran, tidak lebih," desis Revan sinis, meremehkan Viola dan situasi yang terjadi.
"Oh ya? Kalau begitu, jelaskan ini, Revan," ujar Ibunda Revan dengan tatapan tajam, menunjuk ke arah selimut putih yang dikenakan Revan yang kini terdapat bercak merah yang jelas terlihat. "Ini bukti bahwa kau telah mengambil sesuatu yang berharga darinya."
...Revan dan ayahnya mengikuti arah telunjuk Ibunda Revan. Seketika, mata mereka membulat sempurna saat melihat bercak merah tersebut. Mereka berdua kemudian menoleh ke arah Viola yang sejak tadi hanya bisa menangis dalam diam, air mata terus mengalir tanpa suara membasahi wajahnya yang pucat....
(Bersambung)