NovelToon NovelToon
Guru Para Dewa Menjadi Menantu Yang Di Benci!

Guru Para Dewa Menjadi Menantu Yang Di Benci!

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Dikelilingi wanita cantik / Epik Petualangan / Budidaya dan Peningkatan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:15k
Nilai: 5
Nama Author: Soccer@

Ye Xuan, Guru Para Dewa yang terlahir kembali, mendapati dirinya menjadi menantu yang tidak diinginkan dalam keluarga dan di hina semua orang. Namun, segalanya berubah ketika dia perlahan berubah. Tawaran pernikahan kedua datang, seorang wanita cantik dari keluarga kaya. Awalnya menolak, Ye Xuan kemudian jatuh cinta dan memutuskan untuk menikahinya. Sejak itu, dia memulai perjalanan untuk menjadi pria yang kuat dan kaya, tidak hanya untuk memanjakan istrinya, tetapi juga untuk mencapai kemahakuasaan. Dengan kemampuan alkimia, seni bela diri, dan kemahiran dalam musik, lukisan, dan kaligrafi, Ye Xuan bertekad untuk membangun kehidupan yang luar biasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Soccer@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22 : Undangan Duel Kematian!

"Ini..." Mo Fan terdiam sejenak, lalu mengerang kesal. "Bukankah kita sepakat bagi rata? Aku bahkan belum sempat melampiaskan amarahku!"

"Eh..." Ye Xuan menyentuh hidungnya, sedikit canggung. "Maaf, tanpa sengaja... aku merebut giliranmu."

Mo Fan menghela napas dan melambaikan tangannya dengan pasrah, meski wajahnya menunjukkan sedikit rasa tidak puas.

"Sudahlah, sepertinya memang bukan salahmu."

Namun dalam sekejap, ekspresi kecewanya berubah menjadi senyum lebar. Di balik keluhan itu, ada kegembiraan tersembunyi—kesempatan untuk membalas dendam akhirnya datang.

Tanpa ragu, Mo Fan melangkah maju dan menginjak wajah salah satu musuh yang tergeletak di tanah. Berat badannya yang mencapai dua ratus kati menekan begitu keras hingga wajah pria itu hampir berubah bentuk, dan teriakan kesakitan pun menggema.

"AAARGH!!"

Mo Fan hanya tertawa puas, akhirnya mendapatkan bagian kecil dari pembalasan yang selama ini ia tunggu.

"Sampah! Siapa yang mengizinkanmu memukul seenaknya?" Mo Fan mendengus marah. Dengan tubuhnya yang seberat dua ratus jin, ia melompat dan menginjak wajah pria itu berkali-kali tanpa ampun.

"Dush! Dush! Dush!"

Teriakan kesakitan menggema, disusul dengan keheningan mendadak saat tubuh pria itu tak bergerak lagi.

“Hiiisss…” Para penonton serentak menarik napas dalam-dalam, wajah mereka berubah pucat. Bahkan di tengah-tengah dunia kultivasi yang keras, adegan itu terlalu brutal—dan sangat pribadi.

Namun, Mo Fan tidak menunjukkan tanda puas. Setelah memastikan lawannya pingsan, ia melangkah mantap ke arah Ling Yiren, yang tubuhnya gemetar ketakutan.

"Saudara... Saudaraku! Maafkan aku! Aku tak akan pernah menantangmu lagi!" serunya, wajahnya pucat pasi.

Mo Fan menoleh dengan tatapan menyipit, dingin dan menghina. "Saudara?" katanya pelan, lalu menunjuk ke arah Ye Xuan. "Panggil dia Ayah."

Ling Yiren menelan ludah, air matanya hampir menetes. "Ayah... Ayah! Maafkan aku!"

Mo Fan tersenyum dingin. "Anak yang manis..." katanya perlahan. "Tapi... Ayah tidak memaafkanmu."

Dan tanpa peringatan, tubuh raksasanya kembali melompat, menghantam wajah Ling Yiren dengan keras.

"AARGH—!"

"T-Tolong...!"

Teriakan itu memudar saat tubuh Ling Yiren tak sadarkan diri, wajahnya babak belur dan dipenuhi darah.

Tangisan, jeritan, dan ketegangan memenuhi udara.

Dan seluruh penonton hanya bisa menatap—diam, takut, dan penuh rasa hormat pada dua sosok yang sebelumnya mereka sebut sampah.

"Tidak ada gunanya," gumam Mo Fan sambil berjalan mendekati salah satu dari mereka. "Kemarin aku dipukuli selama hampir satu jam, dan apa yang kalian katakan? Tidak sepatah kata pun."

Plak!

Tanpa peringatan, telapak tangannya menghantam keras bagian belakang leher orang itu. Tubuhnya langsung ambruk tak sadarkan diri, seperti boneka yang talinya diputus.

Mo Fan menyeringai sambil melirik ke arah yang lain.

"Bagaimana denganmu? Mau coba juga?"

Ketegangan meledak seketika. Beberapa dari mereka yang masih sadar mundur dengan wajah pucat. Bahkan mereka yang sebelumnya penuh percaya diri kini menunjukkan ketakutan.

Tiba-tiba, sekelompok orang baru muncul dan langsung terdiam melihat pemandangan di depan mereka—belasan tubuh tergeletak, beberapa masih menggeliat kesakitan, yang lain tak sadarkan diri.

Di tengah kekacauan itu, Ye Xuan berdiri tenang, menyunggingkan senyum tipis.

Mereka mengira semuanya akan selesai setelah pingsan?

Dia tidak takut pada kekacauan—tapi dia juga tidak punya waktu untuk terus terganggu oleh gangguan kecil seperti ini.

“Kalau tidak memberi pelajaran yang cukup, kucing dan anjing mana pun akan berani menggonggong lagi.” pikirnya.

Dengan langkah mantap dan gerakan yang sudah seperti naluri, Ye Xuan kembali maju. Setiap gerakan presisi—tendangan, tamparan, patahan—semua dilakukan dengan tenang dan efisien.

"Krek!"

Suara tulang yang retak terdengar, diiringi jeritan yang menusuk hati, menggema di luar halaman Qiu Chengbi.

Beberapa orang yang sebelumnya tak sadarkan diri kini terbangun karena rasa sakit—hanya untuk menemukan tubuh mereka tak mampu bergerak. Mata mereka memandang Ye Xuan dengan campuran ketakutan, penyesalan, dan ketidakberdayaan yang mendalam.

Mengapa mereka harus ikut-ikutan memprovokasi Ye Xuan? Mengapa mereka bahkan berpikir bisa meninggalkan tempat ini dalam satu bagian?

Dan saat rasa hening yang penuh tekanan kembali menyelimuti halaman...

"YE XUAN!!"

Raungan penuh kemarahan tiba-tiba meledak dari dalam halaman. Suaranya menggelegar, penuh dengan amarah dan dendam yang tertahan.

Sebuah badai baru... sedang datang.

Sebuah sosok melangkah keluar dari dalam halaman dengan langkah keras dan penuh amarah. Namun, sebelum bisa mengucapkan sepatah kata pun, api menyambar jubahnya.

"Sialan!"

Ia panik dan buru-buru memadamkan api yang menjilat lengan bajunya. Setelah beberapa saat, sosok itu berdiri kembali, matanya mengarah tajam pada Ye Xuan.

Qiu Chengbi.

Tatapannya dingin seperti es, dan senyum mengerikan muncul di sudut bibirnya yang tegang. "Brengsek… Siapa yang memberimu keberanian untuk membuat kekacauan di tempatku?"

Ye Xuan menatap langsung ke arahnya tanpa gentar. Untuk pertama kalinya mereka bertatap muka, dan aura permusuhan langsung menyala seperti percikan di atas minyak.

"Pertanyaan yang sama untukmu," balas Ye Xuan dengan suara rendah namun tajam. "Siapa yang memberimu keberanian untuk membakar halamanku?"

Qiu Chengbi mendengus meremehkan, wajahnya dipenuhi rasa jijik. "Hanya sebidang halaman kotor!" serunya. "Kalau ini terjadi di Kota Luo, bahkan makam leluhurmu akan kubakar tanpa ragu!"

Mata Ye Xuan menyipit. "Yan Ruo..." gumamnya pelan, udara di sekelilingnya tampak menegang. "Dia takut aku masuk ke Sekte Pedang Surgawi."

"Bagus," lanjutnya, suaranya menjadi dingin seperti baja. "Katakan padanya... dia takkan kecewa dengan apa yang akan kulakukan."

Qiu Chengbi melangkah maju, tangannya bersilang di belakang punggung, aura arogansi memancar dari tubuhnya. Tiba-tiba, dia membentak keras: "Berlutut!"

Langkahnya berat dan penuh tekanan, semakin dekat ke arah Ye Xuan. Tapi Ye Xuan tidak bergeming—ia hanya berdiri diam, seolah dunia bisa runtuh dan ia tetap takkan tunduk.

“Lima hari yang lalu, kamu bahkan belum membuka Istana Qi. Hanya buang-buang bakat dari alam Vena Terbuka.” Qiu Chengbi melangkah mendekat, suaranya penuh penghinaan.

“Sekalipun sekarang kau sudah membukanya, paling-paling kau hanya berada di tahap awal Alam Istana Qi. Di mataku, tak ada bedanya dengan seekor semut.”

Matanya menyipit tajam, bibirnya melengkung sinis.

“Berlutut dan merangkak di bawah selangkanganku. Mungkin aku akan mengampunimu dengan hukuman ringan.”

Ye Xuan memiringkan kepalanya, ekspresi santainya seakan mengejek. "Kalau aku tidak mau merangkak?"

Kilatan dingin melintas di mata Qiu Chengbi. "Kau pikir punya pilihan?" katanya pelan namun mengancam. “Setelah aku mengalahkanmu, kau akan merangkak di bawah kaki setiap murid pintu luar sebagai penghinaan. Satu per satu.”

Tiba-tiba, ia tampak berpikir, lalu berkata dengan nada seolah-olah memberi kemurahan: "Tapi tentu saja… aku bisa memberimu pilihan lain. Kita pergi ke Arena Hitam dan menyelesaikan dendam ini di sana."

Begitu kata-kata itu keluar, suasana langsung berubah drastis.

Para penonton menahan napas. Bahkan suara berbisik lenyap. Wajah-wajah yang tadinya penuh cemooh kini berubah menjadi serius.

Arena Hitam!

Sebuah tempat suci duel hidup dan mati di Sekte Pedang Surgawi. Aturan sekte membolehkan pertarungan antar murid selama tidak membawa kematian. Namun, jika kedua belah pihak sepakat untuk bertarung di Arena Hitam, itu adalah pertarungan sampai mati. Tidak ada penyesalan. Tidak ada jalan kembali.

Qiu Chengbi tahu itu. Dan tawarannya bukanlah kemurahan. Itu tantangan.

Tapi Ye Xuan?

Dia hanya tersenyum tipis, sinis, seolah mendengar lelucon bodoh.

“Apa ini? Kamu mencoba memberi dirimu sendiri alasan untuk tidak terlihat kejam?”

1
Nanik S
Gaaaas Pooool 🙏Tor
Nanik S
Menantu rendahan.... Lalu mereka apa tdk lebih rendah yang beraninya main Kroyok... 🤣🤣🤣
Nanik S
Mantap Tor 🙏🙏
Nanik S
Kerja yang bagus....
Ananrac
yang bnyak thor
Nanik S
Lanjutkan Tor 🙏🙏
Nanik S
Makin seru ... cemburu.. marah jadi satu
Nanik S
Apakah Wanita ditengah Hutan itu sosok Dewi
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Hancurkan Sekalian mereka mumpung ada diluar sekte
Rinaldi Sigar
lanjut thor
Rinaldi Sigar
lanjut
kak so
tetap semangat buat Boss otor. semoga ide2 keren nya semakin gacor...😎
kak so
ciiihhhh...cukup kepala kau...😏. ga da cerita Dul... pecahkan kepala anak anjing nih...😏. gw kasih kopi Ampe lu muntah..bunuh plus spiritual Vote..😎
Rinaldi Sigar
lnjut
Rohmat setiawan
hukum persis di negara Konoha saja
Nanik S
Gas Poooool 🙏🙏
Nanik S
Cerita yang bagus Tor
Nanik S
Lenyapkan saja Penegak Hukum
kak so
ciihhhh....kalian para penegak hukum sekte nih beeneran sampah...😏. jadi inget ma penegak hukum negeri konoha nun jauh dikampuang...🤦‍♂️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!