NovelToon NovelToon
Hanum: Istri Cacat Dari Desa

Hanum: Istri Cacat Dari Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Konflik etika / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Penyesalan Suami
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Tinta Hitam

Demi menghindari perjodohan, Cakra nekat kabur ke sebuah vila- milik keluarga sahabatnya yang terletak di daerah pelosok Bandung.

Namun, takdir malah mempertemukannya dengan seorang gadis dengan kondisi tubuh yang tidak sempurna bernama Hanum.

Terdesak karena keberadaannya yang sudah diketahui, Cakra pun meminta pada Hanum untuk menikah dengannya, supaya orang tuanya tak ada alasan lagi untuk terus memaksa menjodohkannya.

Hanum sendiri hanyalah seorang gadis yatim piatu yang sangat membutuhkan sosok seorang pelindung. Maka, Hanum tidak bisa menolak saat pria itu menawarkan sebuah pernikahan dan berjanji akan mencintainya.

Lalu, apa yang akan Cakra lakukan saat ia mengetahui bahwa perempuan yang akan di jodohkan dengannya itu adalah sosok yang ia cintai di masa lalu?

Lantas bagaimana nasib Hanum kedepannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menghabiskan Waktu II

Karena gagal di store satu, akhirnya Cakra membawa Hanum masuk ke store dua- yang dimana disana terjejer tas-tas branded dengan merk yang sudah tidak asing lagi di negeri ini- di dalam lemari kaca.

Hanum, awalnya memaksa untuk keluar dari sana karena ia tidak ingin membeli tas-tas mewah itu. Lebih tepatnya, Hanum tidak ingin jika sampai ia menghabiskan tabungan suaminya ini.

Padahal tanpa Hanum tahu, tabungan Cakra tidak akan pernah habis meskipun Hanum ingin memborong semua tas-tas itu.

Selain karena masih mendapat transferan dari papanya, Cakra juga memiliki penghasilan sendiri dari bisnis cafe yang sudah berjalan selama tiga tahun, yang cabangnya sudah ada di beberapa kota besar.

Semua itu berkat ketekunannya. Uang yang ia gunakan untuk membangun bisnis itu bukanlah pemberian dari orang tuanya, melainkan dari hadiah-hadiah yang ia dapat- hasil dari perlombaan balap mobil sport antara komunitasnya bersama komunitas mobil sport dari daerah lain. Dengan nominal hadiah yang cukup fantastis, yaitu sekitar satu M lebih di setiap perlombaannya.

Dan Cakra sudah lebih dari tujuh kali menjuarai perlombaan itu dalam dua tiga tahun terakhir. Bisa dibayangkan, kan, seberapa banyak uang yang Cakra dapat?

Kembali ke mereka.

Hanum memperhatikan Cakra yang sedang melihat-lihat tas-tas itu, ditemani oleh satu karyawati yang terlihat sangat profesional melayani- tidak seperti yang tadi, belum apa-apa sudah genit duluan, membuat Hanum ingin mencakar wajahnya.

"Kamu suka yang ini?" tanya Cakra dari kejauhan seraya mengangkat tas di tangannya sejajar dengan dadanya.

Hanum lantas menggeleng cepat sebagai jawaban.

Kemudian dilihatnya Cakra kembali memilih-milih, dan Hanum hanya diam saja memperhatikan.

"Yang ini, gimana?" lagi, Cakra bertanya.

Dan Hanum pun kembali menggeleng cepat, layaknya anak kecil yang sedang disuruh menilai.

Cakra mengangkat satu alisnya, heran. Membuat karyawati yang melayaninya itu menahan tawa melihat interaksi pasangan ini yang terlihat lucu.

"Padahal tasnya cantik." gumamnya yang masih bisa di dengar oleh karyawati itu.

"Mungkin yang ini lebih cocok, mas, untuk mbaknya. Sesuai sama wajahnya yang terlihat masih remaja." saran karyawati tersebut menunjuk tas mini berwarna putih gading dengan motif kotak-kotak polos, tak lupa logo tasnya yang terlihat tidak terlalu mencolok.

"Coba ambil yang itu." pinta Cakra yang langsung di iyakan.

Cakra menerima tas itu dan menilainya sebentar. Lantas ia mengacungkan nya kembali pada Hanum. "Yang ini cocok loh buat kamu?" katanya setengah berteriak. Tidak apa-apa, tidak akan di usir kok. Orang kaya, kan, bebas.

Hanum yang sedari tadi memperhatikan pun, hanya diam kali ini- melihat tas itu dengan tatapan suka?

Cakra mengulum senyum, tanpa kata ia langsung menyuruh karyawati tersebut membungkusnya.

Kemudian Cakra menghampiri Hanum dan duduk di sampingnya. "Mau yang lainnya lagi?" tanyanya, bagaikan seorang ayah yang tengah bertanya pada anaknya.

"Enggak, itu aja, udah." tolak Hanum yang kini tersenyum sumringah. "Sisa uangnya ditabung aja buat jaga-jaga."

Bibir Cakra teras berkedut. Istrinya ini terlalu polos atau gimana? Masih saja memikirkan soal tabungannya?

"Hei, denger ya. Kamu gak usah mikirin soal tabungan aku. Kamu cukup belanja sepuasnya. Kalo kamu ingin sesuatu bilang aja, ini udah jadi tugas aku buat nyenengin kamu. Jadi kamu jangan lagi mikirin soal uang aku ya, uang aku uang kamu juga sekarang."

Hanum mengerjap mendengar ucapan panjang Cakra. "Tapi kan-"

"Udah, gak usah bantah." potong Cakra gemas. "Istriku ini kenapa sih beda dari yang lain? Biasanya juga cewek-cewek itu suka banget kalo di belanja-in barang-barang mewah. Kok kamu enggak sih?" tanyanya heran.

"Enggak semuanya kok." bantah Hanum. "Tapi, kamu tau darimana soal itu?"

"Hah?" Cakra terjebak sendiri dengan omongannya.

"Itu- itu ya ..." Cakra gelagapan.

"Kenapa?" Hanum memicing.

"Itu karena-"

"Permisi, mas, mbak. Ini tasnya sudah kami kemas."

Fyuuuhh

Cakra menghela nafas lega. Untung saja, pikirnya.

Perhatian Hanum pun teralihkan pada karyawati itu yang senantiasa tersenyum ramah, baik pada Cakra maupun padanya.

Sedangkan Cakra langsung menerima paper bag itu dan menyerahkan pada Hanum yang dengan patuh menerimanya.

Kemudian mengulurkan kartu ATM-nya yang sigap diterima dan dibawa ke meja mesin ATM. Tak lama, karyawati itu kembali lagi dan mengembalikan ATM-nya seraya berterimakasih.

Setelah itu Cakra pun mengendong Hanum dan berlalu dari sana, dengan Hanum yang ekspresinya sudah kesenangan.

Cakra geli sendiri. Tadi katanya gak mau, tapi setelah dapet malah kesenangan. Istrinya memang beda dari yang lain.

"Mau beli apalagi? Mumpung kita masih disini." tanya Cakra- yang kini tengah melewati store-store lain.

"Udah, ini aja cukup. Kita ke tempat lain aja." pintanya.

Tanpa membantah, Cakra mengiyakan saja. Lalu mereka pun berlalu dari tempat bak surga dunianya itu.

"Kamu serius mau makan disana?" tanya Cakra. Saat ini posisi mereka masih di dalam mobil setelah memarkirkannya.

Di hadapannya berdiri sebuah bangunan, yang dimana di dalamnya terdapat banyak orang yang sedang menikmati makanan- yang sangat terkenal di Indonesia.

Hanum mengangguk cepat. "Iya. Kenapa? Kamu gak pernah ya makan nasi Padang?"

"Pernah kok, tapi dulu banget. Terus tempatnya juga luas, gak desakan kayak gitu." jawab Cakra.

"Kalo gitu bungkus aja. Makanya di apartement kalo kamu gak mau makan di sini." usul Hanum.

Cakra menatap Hanum tidak enak. "Tapi kamu gapapa kalo makannya di apart?"

"Ya gapapa, emangnya kenapa?"

"Siapa tau kamu makannya mau disini?"

"Engga kok. Tapi emang mendingan makannya di apartement aja atau di tempat lain. Soalnya penuh mejanya."

"Oke, kamu tunggu disini ya. Biar aku yang pesen." kata Cakra.

Hanum mengangguk saja. Kalaupun ingin ikut, gimana mau jalannya? Gendong lagi? Tidak. Hanum tidak ingin merepotkan Cakra lagi. Kasihan, Cakra pasti sangat kelelahan menggendong dirinya selama berjam-jam yang lalu.

Kemunculan Cakra pun lantas memancing perhatian orang-orang yang ada di sana. Apalagi Cakra turun dari sebuah mobil yang sangat mencolok daripada kendaraan lain.

Para gadis dan ibu-ibu terlihat terpana. Remaja puber pun turun terpekik melihat kedatangan pangeran yang muncul tiba-tiba.

"Bang, bang! Boleh minta foto? Anak saya kayaknya lagi mau foto bareng sama abangnya. Boleh ya?" ucap seorang ibu hamil sembari mengelus perutnya yang sudah membuncit.

Cakra tidak bisa menolak, dengan terpaksa ia pun menuruti.

Setelahnya para gadis pun turut minta foto dengannya. Cakra pun mengiyakannya tanpa bisa menolak.

Hanum yang melihat dari dalam mobil, mendelik kesal. Namun, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Hanya melampiaskan kekesalannya dengan cara me-merintil bajunya kuat-kuat.

Tak lama Cakra kembali. Keheranan saat Hanum tidak bicara dan malah membelakanginya.

"Kenapa? Kok diem?" tanyanya, namun, tak mendapat tanggapan. Jangankan tanggapan, menoleh pun tidak.

"Hei? Kenapa? Kok diemin aku?" Cakra mencoba menyentuh bahu Hanum, tapi Hanum segera menepisnya.

"Kamu marah? Tapi kenapa?" Cakra bingung sendiri dibuatnya.

"Tau, pikir aja sendiri." ketus Hanum akhirnya menjawab.

Cakra pun akhirnya mengingat-ingat, kesalahan apa gerangan yang membuat Hanum marah padanya.

Hingga akhirnya ia mengingat kejadian barusan. "Kamu marah liat aku dicium?" tebaknya seraya menahan senyum.

Hanum diam, berarti iya.

Tiba-tiba Cakra terkekeh. "Kamu cemburu ya?" godanya.

"Mana ada?" ketus Hanum lagi tanpa berbalik.

"Lah terus? Kenapa ngambek gitu?"

"Terserah aku lah. Suka-suka."

Cakra terkekeh membuat Hanum semakin kesal.

"Masa iya sih kamu cemburu, cuman gara-gara aku di cium sama waria?" celetuk nya. Yang sejujurnya dalam hati, Cakra masih merasa jijik karena pipinya sudah ternoda. Cakra ingin Hanum segera membersihkannya.

Hanum mengerjap. Lantas memutar badan, "Apa? Waria?" kejutnya tak percaya. "Kok cantik?" tanyanya tak habis pikir.

"Keknya sih operasi. Tapi tetep aja jakunnya masih keliatan. Laki banget lagi suaranya waktu bilang makasih." ujar Cakra dengan raut ngeri. Membuat Hanum lantas tertawa terpingkal-pingkal.

1
Marwan Hidayat
lanjut kak semakin seru ceritanya 🤩
Tinta Hitam: siap kak, maksih ya
total 1 replies
Marwan Hidayat
lanjutkan thor
Tinta Hitam: siap kak, terimakasih sudah membaca ceritaku ini
total 1 replies
Marwan Hidayat
lanjut kak
Tinta Hitam: siap kak
total 1 replies
Marwan Hidayat
ceritanya sangat bagus, rekomendasi deh buat yang suka baca novel
Tinta Hitam: terimakasih
total 1 replies
Lina Zascia Amandia
Tetap semangat.
Lina Zascia Amandia: Sama2.
Tinta Hitam: makasih kak sudah mampir 🙏
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!