Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berita Menffess
Siang itu Aluna benar-benar terjebak bersama Cakra di perpustakaan selama satu jam penuh. Pemuda itu hanya dia dan menatap Aluna, bahkan hampir tidak berkedip sama sekali. Walau Cakra tidak melakukan sesuatu yang aneh, tetap saja itu membuat Aluna tidak nyaman, kosentrasi belajarnya pun sedikit terganggu gara-gara tatapan si kuman itu.
Beruntungnya ponsel Cakra berbunyi, setelah membaca pesan masuk di benda pipih miliknya Cakra berpamitan pergi. Dia bilang masih ada kelas, dan terpaksa harus meninggalkan Aluna. Padahal Aluna sangat ingin Cakra pergi.
Setelah Cakra pergi Aluna menutup buku yang ia baca, lalu bangkit dari kursi yang sudah ia duduki selama satu jam penuh untuk menghampiri pustakawan.
"Kak, mau pinjam yang ini ya," ucap Aluna sambil menyodorkan buku yang ia bawa, lalu mengambil kartu mahasiswa miliknya
"Baik kak," sahut gadis berkacamata itu dengan senyum ramah, stelah memberikan stempel pada buku ia memberikan buku itu pada Aluna lagi.
"Terima kasih."
"Sama-sama Kak."
Aluna pun melangkah meninggalkan perpustakaan dengan langkah menuju tempat parkir setelah membaca pesan dari Willona. Langkah Aluna akhinya sampai di tempat parkir Nolite yang ada disamping gedung Fapet , ia mengedarkan pandangannya sejenak sebelum akhirnya melihat seorang gadis bermata sipit melambaikan tangan padanya.
ALuna mengangguk kecil lalu menghampiri Willona yang berdiri di bawah pohon, menghindari panas matahari yang cukup menyengat siang ini.
"Dari mana aja sih Lun, lama banget," keluh Willona yng merasa sudah menunggunya selama setengah abad.
"Gue di perpustakaan Ona, gue udh belain lari-larian turun tangga ya buat nyamperin lo di sini. Kenapa nggak nunggu di kantin Ekonomi aja sih? lebih deket. Lo bikin betis gue sakit tau nggak," dengus Aluna kesal, dia berlari cukup cepat dan hampir terpeleset saat menuruni tangga karen terlalu terburu-buru.
Willona menunduk dengan bibir yang manyun, sedikit menyesal karena meminta Aluna datang secepat yang gadis itu bisa.
"Gue nggak bisa nunggu di kantin Ekonomi ..." imbuh Willona dengan lirih, gadis dengan kaos biru dan rok panjang warna cream itu menunduk dengan jari saling bertaut.
Aluna menghembuskan nafas panjang, melihat wajah sahabatnya yang muram.
"Galaksa lagi ya?"
Willona hanya mengangguk kecil tanpa berani mengangkat wajahnya, takut Luna marah.
"Gue nggak bakal ngomong banyak, nggak bakal marahin lo juga. Capek gue ngomong mulu soal tuh cowok tapi nggak lo dengerin."
"Maaf," lirih Willona merasa semakin bersalah, dia buka tidak mau mendengarkan Aluna tapi dia juga tidak bisa menghapus rasa sukanya begitu saja pada Galaksa. Bagaimanapun Galaksa adalah pria pertama yang mengenalkan cinta pada Willona meski Galaksa juga yang akhirnya memberikan luka pada gadis itu.
Auna mengibaskan tangannya seolah mengusir topik obrolan yang menjengahkan untuk dibahas.
"Gue nggak mau denger lo minta maaf Ona, semua terserah lo. Udah ah bosen juga bahas tuh cowok, kita jajan aja yuk. Gue belum makan siang," ajak Aluna, tangannya langsung terulur mengandeng Willona yang masih menunduk dengan wajah masam.
"Tapi kalau Willi cariin kita gimana? Kan aku udah bilang sama dia kita nunggu disini?"
"Gue chat dia." Aluna langsung mngeluarkan benda pipih miliknya lalu mengirimkan pesan pada kembaran Willona.
ALUNA : "Gue sama Ona nunggu di kantin Fapet."
WILLIAM : 👍
"Aman, yuk." Aluna menarik tangan Willona yang masih setengah hati mengikutinya, di msih belum berselera untuk makan sesuatu di saat hatinya tidak menentu seperti ini.
Kantin Fapet sudah tidak begitu ramai tepi tetap saja ada mahasiswa yang sedang berburu makan siang di jam yang sudah sangat lewat ini. Aluna segera melangkah cepat melihat meja kosong.
"Lo mau pesen apa? biar gue pesenin sekalian." Aluna meletakkan tasnya di bangku kosong samping Willona.
"Siomay aja deh Lun, gue nggak terlalu laper," jawab Willona malas.
"Ok."
Tanpa menunggu lama Aluna pun menghampiri stand yang menjual siomay.
"Bang Siomaynya dua satu nggak pake pare satunya banyakin,super pedes," ujar Aluna pada si pedagang.
"Siap, tunggu bentar ya," sahut si penjual dengan semangat.
"Itu bukannya yang kemarin rame dimenffes ya?"
"Yang mana?" bisik salah satu mahasiswi yng sedang antri di stand es krim yang jauh dari Aluna berdiri.
"Itu yang pake rok pendek."
"Hahaaaa ... nggak nyangka ya udah KaKel seleranya brondong, mana masih 17 tahun lagi si cowoknya," timpal salah satu dari mereka.
"Iya, nggak nyangka banget. Padahal personal brandingnya bagus banget lho sebagai anak hukum, eh ternyata pelakor."
"Pelakor sekarang mah kelihatanya doang bermartabat padahal nggak ada otak."
Heels Aluna mengetuk-ngetuk cepat, telinganya sudah sangat gatal mendengar gibahan segerombol mahasisiwi julid. Tangan Aluna terlipat rapi di dada, menahan amarah yang mulai bergemuruh.
Aluna tidak bisa langsung menghampiri mereka lalu melabrak, karena dia tidak punya bukti jika yang manusia-manusia yang tidak jelas jenisnya itu sedang membicarakan dirinya. Aluna sadar di Fakultas hukum tidak hanya dia yang perempuan. Jadi untuk sementara Aluna hanya bisa menahan diri, dan melihat sendiri berita di menffes yang mereka bicarakan.
Aluna memang jarang sekali atau bahkan tidak pernah melihat akun base kampusnya satu itu. Dia juga jarang bermain sosial media, Aluna sudah cukup sibuk dengan semua tugas kuliahnya.
"Ini pesanannya Kak," ujar abang siomay sambil menyodorkan satu plastik berisi dua kotak sterofoam.
"Iya." Aluna mengambil dompet di saku lalu menyerahkan selembar uang berwarna biru pada abangnya.
"Ambil aja kembalinya Bang," ujar Aluna bahkan sebelum si abang sempat mengatakan apapun.
Dengan langkah yang sedikit dihentak dan kerutan di keningnya Aluna melangkah kemeja dimana Willona sudah menunggu, dan ternyata William sudah ada di sana beserta tiga gelas jus di meja.
"Nih, Siomay lo." Aluna meletakkan siomay yang ia bawa dengan sedikit kasar, gadis itu pun lalu segera duduk dan membuka tasnya untuk mengambil ponsel.
William dan Willona saling melempar pandangan, melihat sahabatnya yang seperti sudah siap keluar tanduk. Willona mengerakkan dagunya mengisyaratkan agar William bertanya pada Aluna.
WIliam menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bertanya "Kenapa harus aku". Willona yang tidak sabar menendang kaki William di bawah meja membuat laki-laki itu meringis merasakan nyeri di tulang keringnya, lalu mendengus kesal.
"Haus nggak Lun. gue beliin jus Alpukat nih, minum deh biar seger otaknya," ucap William dengan hati-hati takut si dewi nemesis ini tiba-tiba menyemburkan bisa.
Aluna yang tadinya fokus melihat layar ponselnya mendongak, menatap Willona dan William secara bergantian dengan tatapan dingin dan tajam, menakutkan.
"Lo berdua udah tau berita yang di Menffes?" tanya Aluna dengan nada dingin mengintimidasi, udara di sekitar mendadak lebih panas membuat keringat di kening William bercucuran seketika.
"Ka-kan udah di take down, mana gue tau L-lun."
Aluna memicing semakin tajam pada pria bermata sipit yang sedang berusaha menghindarinya dengan gugup.
"Darimana lo tau kalau udah di take down. Yoon William Rajayaksa!"
ini juga kenapa pada Ngeliatin Aluna kaya coba.
apalagi dia yang setatusnya sebagai orang tua Cakra. kenapa gak di laporin aja kepolisi si.
Nyatanya mau Cakra tw Om Hail pun sama² keras kepala dalam mempertahankan rasa cinta mereka buat seseorang yg spesial di hati mereka,,,
Apa ini??bakalan ada Drama apalagi yg akan Luna liat???
padahal anak gak tau apa", masa ibunya kecelakaan dan meninggal kesalahan nya harus di tanggung sang anak sampai dewasa?? emang kecelakaan itu disengaja?? salut sama Cakra yg bisa kuat menjalani kehidupan yg keras tanpa kasih sayang orang tua..
padahal anak ny Cakra tapi lebih pro ke Miranda, pasti perkara uang lagi 😒😒