Cerita ini mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Andreas yang bernasib menyedihkan selama bersama keluarganya sendiri.
Setelah ibunya dan kakak pertamanya membawanya pulang ke rumahnya, alih-alih mendapat kasih sayang dari keluarganya, malah dia mendapat hinaan serta penindasan dari mereka.
Malah yang mendapat kasih sayang sepenuhnya adalah kakak angkatnya.
Akhir dari penindasan mereka berujung pada kematiannya yang tragis akibat diracun oleh kakak angkatnya.
Namun ternyata dia mempunyai kesempatan kedua untuk hidup. Maka dengan kehidupan keduanya itu dia gunakan sebaik-baiknya untuk balas dendam terhadap orang-orang yang menindasnya.
Nah, bagaimanakah kisah selengkapnya tentang kisah pemuda yang tertindas?
Silahkan ikuti terus novel PEMBALASAN PUTRA KANDUNG YANG TERTINDAS!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PPKYT 006. Memutuskan
Andre sudah memutuskan untuk meninggalkan kediaman keluarga Grayden malam ini juga. Karena dia tidak ingin berlama-lama di rumah ini yang seperti neraka baginya.
Sejenak dia memandang ruangan yang Andreas jadikan kamar selama 4 tahun. Ruangan itu memang menaungi pemuda malang itu dari terik mentari dan guyuran hujan selama ini.
Namun tidak bisa menyejukkan hatinya yang terbakar oleh penderitaan dan kesedihan akibat mendapat hinaan dan penindasan yang begitu menyakitkan.
Tanpa ada rasa penyesalan, Andre berbalik meninggalkan tempat pengap itu. Dengan sedikit tergesah dia melangkah menaiki anak tangga menuju ruang atas.
Tidak ada yang dia bawa dari rumah megah ini, dan tidak ada yang perlu dia bawa. Dia hanya membawa tas gantung bututnya yang sudah usang yang berisikan alat-alat melukisnya.
Semua barang-barang yang dulu Andreas anggap sebagai pemberian dari keluarga Grayden ditinggalkan begitu saja di ruangan itu. Tanpa perlu dia bawa, tanpa ada rasa penyesalan dia tidak bawa.
Dia masih bisa merasakan perasaan dan hati Andreas yang hancur akibat ulah yang tidak manusiawi dari keluarga Grayden.
Jadi, dengan tidak menyelipkan rasa penyesalan meninggalkan kediaman keluarga Grayden, mudah-mudahan bisa sedikit mengobati rasa sakit hati seorang Andreas.
Begitu hampir memasuki ruangan tengah, Andre berhenti melangkah untuk sejenak. Dari situ dia dapat mendengar keramaian kecil percakapan penuh canda tawa di ruang tengah.
Jika dulu pemuda Andreas melihat pemandangan harmonis seperti itu merasa iri sekaligus sedih. Sekarang, seorang Andre melihat pemandang seperti itu merasa jijik dan muak.
Dan dia juga dapat merasakan perasaan Andreas yang sama dengannya.
Dari perbicangan orang-orang itu salah satu yang Andre dengar, mereka merundingkan tentang rencana perta kelulusan Leonard.
"Huhh!" Andre hanya mendengus mendengar rencana itu, tanpa tertarik sedikit pun untuk iri, apalagi bersedih.
Tak lama berselang, Andre kembali melangkah dengan mantap dan pasti dengan membawa kebulatan tekad untuk meninggalkan kediaman yang tidak merawat jasad Andreas dengan baik.
Meski sudah memasuki ruang tengah, dia tidak perduli dan tidak akan perduli, terus saja melangkah tanpa henti. Kepalanya tidak bergeming dan tidak mau bergeming untuk memandang pemandangan yang harmonis itu.
Tatapannya yang datar bercampur dingin terus saja menatap ke depan, menatap kemerdekaan yang akan dia raih setelah keluar dari rumah yang baginya bagai neraka ini.
Sementara penghuni kediaman megah ini yang lagi asyik berbincang ria di ruang tengah belum menggubris kehadiran sosok Andreas di ruang tengah.
Tapi tak lama, Nyonya Victoria yang seperti telah menyadari keberadaan Andre yang berjasad Andreas di ruangan tengah. Maka dia langsung menegurnya dengan memanggil.
"Andre!"
Gaungan suara wanita tua tapi masih tampak cantik itu masih menyisakan kekesalan dan amarah yang bercampur dengan kesedihan.
Sedangkan orang-orang yang berada di sofa ruang tengah, begitu mendengar suara Nyonya Victoria memanggil seseorang, mereka serempak langsung berhenti berbicara atau menimbulkan keributan kecil.
Maka seketika itu juga kebisuan langsung menindih suasana, kesunyian langsung menenggelamkan ruangan tengah.
Kejap berikut, serta-merta mereka langsung beralih memandang sosok Andreas yang berada di situ.
★☆★☆
Sementara Andre, demi mendengar suara panggilan Nyonya Victoria, sepasang kakinya terpaksa berhenti yang sebenarnya enggan.
Sebenarnya pula dia enggan menolehkan pandangannya pada para penindas yang duduk di sofa empuk di situ. Tapi demi ingin mengetahui wajah-wajah penindas Andreas, dia paksakan juga menoleh ke arah mereka.
Tapi pertama-tama pandangan disempatkan melihat tempat atau lokasi di mana Andreas menemui kematian tragisnya.
Wajahnya yang kini datar dan dingin, semakin beku saat mengingat kembali kejadian tadi sore di saat Andreas mati mengenaskan di situ. Tatapan semakin dingin beku yang seolah melihat kembali adegan Andreas meregang nyawa yang mengenaskan di situ.
Seolah terngiang kembali dalam telinganya suara Andreas yang begitu mengerikan bagai hewan sembelihan yang digorok lehernya saat Andreas merasakan sakit yang begitu hebat ketika meregang nyawa di situ sore tadi.
"Kenapa keluarga ini begitu kejam kepadamu, Andreas?" rintihnya dalam hati, merasakan hatinya perih bahkan.
Sementara itu, semua mata menatap Andre dengan tatapan amarah. Kecuali satu orang, yaitu Leonard. Netra matanya membulat sempurna saat melihat keberadaan sosok Andreas di situ.
Mengekspresikan keterkejutan sekaligus keheranan yang tak terukur menyaksikan Andreas masih hidup, bahkan baik-baik saja.
Kenapa masih bisa hidup....?
Racun pembasmi hama yang dia berikan tadi pada minuman Andreas dengan cara tersembunyi, kenapa tidak membuatnya mati? Bahkan penampilan Andreas sekarang tidak lagi culun, bahkan terkesan sangar.
Ini di luar ekspektasi bukan...?
Sedangkan Andre, setelah puas melihat lokasi kematian Andreas, dengan cepat tatapannya dialihkan untuk menangkap sosok Leonard. Dengan tatapan dingin membekukan, dengan sorotan mata yang tajam menusuk.
Sukses membuat Leonard terlonjak kaget bukan main. Hatinya berikut nyalinya langsung dihujam ketakutan yang sangat. Seolah-olah nyawanya hendak meloncat dari raga busuknya.
Melihat itu betapa hati Andre senang bukan main. Bersamaan dengan itu dia juga dapat merasakan betapa Andreas juga ikut senang. Seolah kedua jiwa itu menyatu, menerbitkan seringai dingin yang mengerikan dalam bibir Andreas.
"Ada apa dengan anak bodoh ini?" gumam Stephanie dalam hati yang juga merasa aneh dengan penampilan Andreas sekarang bernada heran. "Kenapa penampilannya sekarang berbeda?"
Sejurus kemudian, Nyonya Victoria langsung berdiri menghampiri Andre yang masih menatap Leonard dengan tajam. Dia bertindak seolah mencairkan suasana yang seperti menegang. Wajah cantiknya tidak lagi menerbitkan amarah dan kesedihan.
Malah menampilkan senyum manis keibuan begitu sudah berada dekat di hadapan pemuda yang masih disangka seorang Andreas, putra bungsunya. Lalu berkata dengan lembut dalam tanya seolah memamerkan kepedulian.
"Kamu nggak papa, sayang?"
"Mama minta maaf nggak sempat memperhatikan kamu saat papamu menamparmu tadi hingga jatuh," lanjutnya masih bermanis kata. "Kamu benar-benar nggak papa 'kan, sayang?"
Andre tidak menjawab basa-basi wanita itu apalagi menanggapi. Dia cuma menatap datar kepadanya beberapa saat, lalu beralih menatap ke arah lain seakan jijik mendengar basa-basinya.
Namun hal itu sukses membuat Nyonya Victoria tersentak kaget hingga tersuruk mundur satu langkah ke belakang seolah merasa ngeri. Tatapan kejutnya menyorotkan rasa tidak percaya atas perbuatan Andre kepadanya.
"Kenapa anak ini sekarang begitu berani?" gumamnya dalam hati bernada heran.
"Kamu masih bertanya apakah Andreas baik-baik saja, Nyonya Victoria?" gumam Andre dalam hati bernada geram. "Kamu tidak tahu kalau dia sudah meregang nyawa. Masih juga kamu memamerkan basa-basimu yang memuakkan itu di depanku?"
★☆★☆
"Ma, tidak usah kamu bermanis-manis kata kepada anak durhaka itu!" sambar Pak Hendrick berang yang juga sebenarnya merasa aneh terhadap sikap Andreas sekarang. "Kamu tidak lihat dia sudah berani bersikap sombong begitu."
"Andre! Kenapa kamu sekarang berani bersikap begitu sama mama hah?" sentak Evelyne yang juga merasakan perubahan aneh pada Andre. "Apa kamu sudah begitu kurang ajarnya?"
"Nak, sebenarnya apa yang kamu lakukan pada kakakmu tadi?" Nyonya Victoria kembali ngoceh meski dengan lembut. "Kamu tahu, perbuatanmu tadi hampir saja membuat mama jantungan. Untung saja Leon tidak apa-apa setelah dokter memeriksanya."
"Memang Leon nggak apa-apa, karena aku nggak berbuat apa-apa," tanggap Andre pelan, datar, dingin, terkesan sinis.
"Lancang kamu, anak sialan!" bentak Pak Hendrick murka. "Sudah berani kamu menyebut kakakmu dengan nama saja? Apa kamu sudah tidak punya etika sekarang?"
Andre memilih untuk tidak menanggapi ucapan Pak Hendrick. Dia diam saja sambil kembali melirik tajam pada Leonard yang masih terpenjara dalam ketakutan.
"Nak, kedepannya berdamailah dengan kakakmu," bujuk Nyonya Victoria seolah menjadi penasehat yang baik. "Jangan berbuat onar lagi sama kakakmu. Minta maaflah padanya!"
"Minta maaf...," gumam Andre mengulang ucapan itu dalam nada datar.
"Ya, seharusnya kamu minta maaf padanya, anak sialan!" berang Pak Hendrick meledak-ledak. "Kalau saja tadi terjadi apa-apa dengan kakakmu, nyawamu lebih pantas untuk menebusnya!"
"Baiklah, aku akan minta maaf padanya," kata Andre bernada rendah setelah menurunkan setengah level sikap dinginnya, sambil sedikit menoleh pada Nyonya Victoria.
"Tapi badanku terlalu bau untuk berdekatan dengan kedua putrimu. Bolehkah dia ke mari biar aku minta maaf di sini?"
"Heh?!"
Ucapan datar Andre begitu aneh di telinga Nyonya Victoria hingga dia semakin heran dengan keadaan dan sikap anak bungsunya sekarang. Begitu juga yang dirasakan oleh Pak Hendrick, Stephanie maupun Evelyne.
Tapi belum juga ada di antara mereka yang menanggapi, Leonard seketika berdiri seakan hendak menampilkan diri sebagai kakak yang bijaksana.
Dengan menindih rasa takutnya yang hebat, berusaha bersikap sewajar mungkin, apalagi melihat Andreas yang sudah dalam mode culunnya meski masih sedikit datar, dia melangkah sedikit cepat menghampiri Andre.
Senyum munafiknya langsung tersungging seakan menunjukkan sikap seorang kakak yang baik dan penyayang.
"Nggak usah terlalu berlebihan begitu, Ndre. Aku seharusnya yang minta maaf. Kamu tenang saja, aku nggak apa-apa kok...."
Begitu dia sampai di hadapan Andre, Leonard langsung menyodorkan tangannya ke depan, tampil sebagai orang yang meminta maaf duluan,lengkap dengan senyum bijaksana, seolahnya.
"Aku minta maaf ya, Ndre. Kamu juga pasti khawatir kepadaku...."
"Lihatlah kakakmu itu!" kata Nyonya Victoria menanggapi sikap munafik Leonard. "Dia selalu bersikap baik padamu, menunjukkan sikap sayangnya kepadamu. Bahkan dia yang meminta maaf duluan kepadamu."
Andre tidak langsung menyodorkan tangannya, malah menatap sejenak telapak tangan Leonard yang masih menggantung di udara. Lalu beralih menatap pada pemuda sialan itu dengan lekat.
Maka kejap itu pula sikapnya kembali pada mode dingin yang membekukan. Tatapannya seketika dingin menusuk menatap Leonard. Disertai dengan seringai dingin yang menyeramkan.
Sementara tenaganya langsung dihimpun, dialirkan pada telapak tangan kanannya yang hendak memberi hadiah pada pemuda sialan itu.
"Munafik...!"
Belum lenyap gema ucapan geramnya yang sedikit meninggi, telapak tangan yang sudah teraliri tenaga yang amat kuat seketika melayang dengan cepat. Lalu....
Plaaakkk!
"Aaaukh...!"
★☆★☆★
Semoga berkenan....