Satu digit, dua, tiga, empat, lima, hingga sejuta digit pun tidak akan mampu menjelaskan berapa banyak cinta yang ku terima. Aku menemukanmu diantara angka-angka dan lembar kertas, kau menemukanku di sela kata dan paragraf, dua hal yang berbeda tapi cukup kuat untuk mengikat kita berdua.
Rachel...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gosip
Rachel terduduk lesu di halte bis, bersandar di salah satu pilar, tidak bergerak sama sekali, hanya bahunya yang naik turun pertanda ia bernapas. Ia merasa lega bisa membungkam Samuel seperti itu, bertahun-tahun ia menunggu momen itu, dengan hati yang terluka Ia terus menyimpan foto yang menurutnya mengerikan itu untuk dijadikan bukti, dan sekarang ia bisa menghapus foto itu dengan lega.
Lalu seorang pria berpakaian casual dengan masker di mulutnya, orang yang menurut Rachel pernah IA lihat. Sekarang ia dan orang itu bertatapan, saling berhadapan, dan pria itu pun membuka maskernya.
"Kak Vano, tadi....? ", sambil menunjuk ke arah Coffee Shop. Ia tidak menyangka pria yang masuk setelah dirinya itu adalah Vano.
Pria putih pucat itu tersenyum dan membuka maskernya, lalu berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Rachel yang duduk di kursi tunggu halte itu.
"Kerja bagus, Rachel."
Vano melepas high heels yang dipakai Rachel, tumitnya sudah terluka. Pria itu memakaikan sandal teplek yang lebih nyaman, dan memasukkan sepatu tinggi Rachel ke mobilnya yang tepat berada didepan mereka.
"Ayo kita pergi sebentar."
"Kemana kak? ".
"Dekat sini ada pasar malam, aku mau ajak kamu kesana, kalau pakai sepatu yang tadi pasti kamu ngga bakal nyaman."
Rachel menekuk wajahnya dan terdengar sesegukan kecil, Vano mengerti gadis mungil didepannya itu masih terkejut dan sakit hati. Ia menyeka air mata Rachel dengan jempolnya dan tersenyum.
"Harusnya kamu ngga cuma masukin biskuit ke mulutnya, tapi sekalian gelas kopinya." Ledek Vano.
"Ah.... Kaak.... Aku lagi sedih ini...", protes Rachel tapi tiba-tiba tawanya meledak.
"Lah, katanya sedih kok ketawa. Udah, ayo...".
Mereka berdua melangkah lebih jauh dan sampailah di pasar malam yang diceritakan Vano. Riuh sekali disana. Ada rasa bangga tersendiri di hati Vano, ketika ia bisa melihat wajah ceria Rachel menyusuri pasar malam itu.
"kamu ngapain sih di belakang terus? ".
"Hah? I-iya kak. Maaf." Rachel mempercepat langkahnya menyamakan dengan Vano.
"Jalannya di samping aku, jangan jauh-jauh, kamu kecil mudah diculik orang."
"Hehehe, maaf Pak direktur."
"Di sini kita bukan atasan dan bawahan, anggap saja aku seorang teman yang lagi menghibur temannya yang patah hati. " ejek Vano.
Rachel tidak menjawab sama sekali, ia hanya mencebikkan bibirnya pertanda ia agak illfeel diledek seperti itu, hingga matanya membola sempurna ketika melihat sesuatu yang sangat menarik baginya.
"Woahhh kak, gula kapas, ayo beli kak, ayoo... Rame tuh, keburu habis, ayo kak.... Cepet...", panik Rachel ketika melihat banyak orang mengerumuni tukang gula kapas itu, spontan ia menarik tangan Vano supaya lebih cepat berlari.
Di saat itulah Entah kenapa Vano merasa sangat bodoh, tapi ia merasa hangat dan nyaman secara bersamaan. Karyawan yang ia didik sudah 3 bulan ini selalu membuat jantungnya berdebar meski hanya dengan hal yang sederhana. Iya tersenyum senang melihat wajah imut itu menyantap gula kapas yang lebih besar dari wajahnya sendiri.
"Aaa..... ", seru Rachel sambil menyodorkan gula kapas yang sudah ia comot dengan tangannya sendiri ke arah Vano.
"Aaa? Hah apa? ", Vano malah bingung.
"Buka mulutnya Maksudnya Kak Vano, aaaa... ", protes Rachel sambil mengulang instruksinya.
"Aaaa.... ", Dengan bodohnya Vano mengikuti kemauan asistennya itu dan happp sobekan gula kapas yang manis masuk ke mulutnya.
"Hahahahaha.... Maaf maaf ya kak, tadi kan kakak sendiri yang bilang disini kita temenan bukan partner kerja.. Ahahah... Maaf maaf... ", tawa Rachel masih mengingat ekspresi lucu Atasannya itu. Vano hanya mengulum senyumnya sambil mengunyah gula kapas yang disuapkan Rachel.
"Kenapa sih dia harus segemesin ini." batin Vano menatap Rachel yang masih tertawa riang sambil menunjukkan gigi rapihnya.
"Makasih kak, aku seneng banget hari ini, biarpun hatiku sempet berdarah-darah tadi, tapi ya udah lah, anggap aja itu iklannya, iklan kan kadang suka ngeselin ya."
"Sama-sama." Jawab Vano pendek.
Pov Rachel :
Kalau ditanya sesakit apa perasaan gua ini, ya jelas sakit banget bund, tapi ngga ada yang nanya, ya udah gua validasi sendiri aja. Dua tahun, dua tahun itu cowo yang gantengnya ngga ngotak gua cintain, bahkan udah ke tahap gua bayangin se indah apa keturunan gua nanti. Eh... Patah di tengah.
Bukan cuma gantengnya yang ngga ngotak, ternyata dia emang ngga ber-otak. Tiba-tiba banget dia harus pindah karena bokapnya pindah tugas ke luar negeri, KATANYA. Gua gak rela dan gua bisa apa? Gua cuma yatim piatu yang ngga punya power apa-apa.
Dan ternyata...
Gua emang se ngga berharga itukah buat dia? Foto ciuman so sweet di deket air mancur itu, ohh hati gua babak belur detik itu juga. Bayangin se kuat apa gua nahan sesak untuk nyimpan foto itu di ponsel gua yang bahkan cicilannya belum lunas ini, hanya karena gua mau nunjukin ke muka dia.
Sakit ga tuh... Radang men.
Kerja di Numbers adalah pencapaian terbesar di hidup gua yang sebatang kara ini. Disana gua punya bestie yang rusuh abis, tapi dia bener-bener bikin hari gua berwarna selama tiga bulan di Numbers yang raksasa ini.
Juga...
Ada pak direktur yang cakep nya sampai ke sumsum tulang belakang. Uhhh... Nih cowo putihnya bikin gua insinyur gais, eh.. Insecure. Dia emang agak dingin, agak susah berekspresi, tapi akhir-akhir ini dia kelewat sering senyum ke gua. Kan gua salting sih digituin.
Mana tiap hari makan bareng, hadap-hadapan, doi kira jantung gua se kuat itu apa. Ka Vano pliss, nanti aku yang remahan biskuit ini malah lupa diri. Begitu juga dengan hari ini, seolah hari gua yang porak-poraknda ini ditutup dengan hal manis yang bener-bener ngga gua sangka.
Pasar malam ini bener-bener menghapus sedihnya gua, bukan karena pasarnya, tapi cowo ganteng bening ini, cowo yang nyuruh gua masukin biskuit sekalian gelas kopinya ke mulut mantan gua yang s!bal itu. Aohhh...
Makasih pak direktur, aku akan kerja lebih baik lagi sebagai gantinya.
🍀🍀
Berpuluh-puluh telepon dan chat dari Samuel sama sekali tidak di tanggapi Rachel. Karenanya keesokan paginya, Samuel sudah mondar mandir didepan ruangan direktur, ia juga terkejut Rachel bekerja di ruangan yang sama dengan Vano. Beruntungnya pagi ini Vano datang lebih dulu ketimbang Rachel.
"Pagi pak Sam. Ada apa ya? ", seru Vano sedikit kaget.
"Selamat pagi Pak direktur, Saya hanya ingin bertemu Rachel, asisten anda."
"Untuk apa? ".
"Ada urusan pribadi, bukan menyambut numbers sama sekali."
"Oh begitu ya? Tapi kenapa Anda menemuinya di kantor saya, untuk apa membahas urusan pribadi kalian di kantor saya?", tantang Vano.
"Saya hanya ingin memastikan dia ada di sini ada tidak, dan agak lucu juga bagaimana bisa asisten biasa bekerja di ruangan yang sama dengan direktur. Ini gebrakan baru atau apa? ", Sindir Sam.
"Iya, itu kebijakan baru saya, sejak Rachel bekerja di sini." Vano menjawab dengan senyum sumringah.
"Oh ya sudah baik Saya permisi. "
"Bukannya permintaannya Rachel kemarin sudah jelas ya? ".
"Maksudnya? ", bingung Sam.
"Ya ampun Pak pengawas, Saya rasa permintaannya itu cukup tegas dan penuh arti. Kenapa dilupakan begitu saja. Kan rachelnya sendiri yang minta jangan temui dia lagi di numbers, sekalian juga berpura-pura tidak saling kenal. Tapi pagi-pagi begini Kenapa malah didatangi? Aneh."
"Sejak kapan anda tertarik urusan karyawan Pak direktur? Ada apa?".
"Sejak karyawan itu adalah Rachel Capistran. Asisten saya." tegas Vano.
"REVANO....!!! ", bentak Sam.
"Kenapa? Nggak boleh? Biar kata elu sepupu gua, lu nggak berhak ngelarang gua untuk menyukai siapapun, Apalagi itu Rachel. Emang lu siapa. Keluar sekarang sebelum security Gua panggil dan dari sini. Satu lagi Sam, Siapa tahu lu lupa lagi gue ingetin sekali lagi pesan Rachel untuk Jangan pernah temuin dia lagi di numbers dan anggap lu nggak kenal dia." tegas Vano.
"Kalau gua nggak mau, gimana? ", tentang Sam.
"Oke, Lu harus terus berurusan sama gua."
"Deal."
🍀🍀
Samuel dan Vano masih terikat hubungan keluarga. Ayah Sam adalah saudara kandung dari Margareth, Ibu Vano. Sam dan Vano tidak pernah akur, dan selalu bersaing. Sewaktu kecil mereka sering berkelahi entah karena berebut mainan, atau persaingan nilai tertinggi di sekolah. Saking rutinnya berkelahi itu, Samuel punya bekas luka di bahu kirinya, sementara Vano punya bekas luka juga di keningnya yang selalu ia tutup dengan rambutnya.
Luka terakhir yang mereka dapat ketika berkelahi membeli tiket bioskop yang tersisa 1. Sejak saat itulah hubungan keduanya semakin dingin semakin dingin hingga mereka dewasa dan hampir tidak pernah bertemu. Ditambah lagi sekarang dengan kehadiran Rachel yang muncul sebagai mantan pacar Samuel.
Seperginya Sam, Vano pergi ke pusat informasi sekedar rutinitasnya mengecek persentase daftar hadir siswa ataupun peningkatan level materi perbulannya. Karena masih terlalu pagi Mikhaela tidak ada di sana.
"Tau nggak gosipnya kepala pengawas pacaran sama asisten baru itu loh. Asistennya Kak Vano." seru seorang admin kepada temannya tanpa sadar Vano di belakang mereka.
"Yang bener lu? Masih gosip kan? ".
"Nggak paham gua, mereka sarapan bareng di kantin. Berani banget ya itu anak, masih anak baru juga."
"Kepala pengawas? Pak Samuel maksudnya?"
"Ho oh... Cowok paling cakep di tim pengawas. Denger-denger mereka kayak go public gitu, suap-suapan lagi di kantin."
"Tapi menurut gue cakepan kak Vano deh." diam-diam Vano tersenyum di belakang sana.
"Kak Vano dingin, kaku, lempeng banget, Kalau Pak Samuel kan ramah, murah senyum, Duh salting gua."
Tuk tak tuk tak... Langkah high heels mengarah kepada mereka.
"Pagi Kak Vano." seru Rachel dengan girangngirangnya.
.
.
.
TBC... 💜