NovelToon NovelToon
To Be Your Mistress

To Be Your Mistress

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Angst / Kehidupan alternatif / Romansa
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: moonwul

Ketika ketertarikan yang dihiasi kebencian meledak menjadi satu malam yang tak terlupakan, sang duke mengusulkan solusi kepada seorang gadis yang pastinya tidak akan direstui untuk ia jadikan istri itu, menjadi wanita simpanannya.

Tampan, dingin, dan cerdas dalam melakukan tugasnya sebagai penerus gelar Duke of Ainsworth juga grup perusahaan keluarganya, Simon Dominic-Ainsworth belum pernah bertemu dengan seorang wanita yang tidak mengaguminya–kecuali Olivia Poetri Aditomo.

Si cantik berambut coklat itu telah menjadi duri di sisinya sejak mereka bertemu, tetapi hanya dia yang dapat mengonsumsi pikirannya, yang tidak pernah dilakukan seorang wanita pun sebelumnya.

Jika Duke Simon membuat perasaannya salah diungkapkan menjadi sebuah obsesi dan hanya membuat Olivia menderita. Apakah pada akhirnya sang duke akan belajar cara mencinta atau sebelum datangnya saat itu, akankah Olivia melarikan diri darinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonwul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

06: Aku Tidak Bisa Menerima Ini

“Bagiku, Olivia sudah seperti adik kecil yang ingin kulindungi.” Paul menoleh ke belakang, berjarak beberapa meja dari tempatnya, Olivia tampak menikmati kue yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sesuatu di dadanya terenyuh saat melihat pemandangan itu. Sebuah senyum yang berasal dari lubuk hatinya terbit untuk sesaat sebelum  ia kembali duduk lurus dan menatap Aditomo di depannya.

“Aku serius, Pak Aditomo. Kamu bisa memegang perkataanku.”

“Kamu putra satu-satunya keluarga Shefield yang sangat berpengaruh di Washington D. C., keluargamu sedari lama mempertahankan posisi sebagai firma hukum terbaik di negara kalian.” Aditomo tidak main-main, ia mengetahui banyak fakta tentang Paul. Setelah menghabiskan sembilan tahun hidup bersama para staf keluarga Duke Ainsworth yang tugasnya bermacam-macam. Seorang informan tidaklah sulit ia temui di sekitar keluarga bangsawan itu.

Paul yang hendak menyesap kopi di cangkirnya lantas mengurungkan niat. “Mereka hanya keluarga dari pihak ibuku. Aku tidak memiliki hubungan apa-apa kecuali darah mereka juga mengalir di tubuhku.”

Aditomo mengerti kata-kata yang diucapkan dengan begitu dingin itu. Ia sudah mendengar tentang skandal keluarga Paul. Tentang bagaimana ayahnya yang hanya seorang musisi tak terkenal asal Korea bisa memenangkan hati seorang putri pertama keluarga Shefield dan menikahinya. Pernikahan yang tentu saja mendapatkan protes hebat, namun ibunya Paul begitu mencintai suaminya dan berjuang mati-matian demi keluarga kecilnya yang baru. Beberapa tahun setelah Paul lahir, takdir membuat ayahnya meninggal dunia, dengan pertimbangan panjang, ibunya membawa dirinya dan memutuskan untuk kembali ke keluarga Shefield.

Kudengar anak ini sempat menjadi cucu kebanggaan keluarga Shefield, sebuah rahasia tentang apa yang membuatnya membangkang dan memilih mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang musisi.

Paul berdeham, ia mengangkat cangkir kopinya. “Minumlah kopimu. Sedari tadi kamu urungkan terus,” ucapnya penuh pengertian.

Paul menatap dengan raut kebingungan. “Bagaimana?”

Aditomo menolak melihatnya, ia bersandar di kursi dan menatap ke depan, kepada putrinya yang juga menatap ke meja mereka.

“I-Ini artinya kamu membolehkan kami berteman, Pak Aditomo?” Paul bertanya dengan mata berbinarnya.

Aditomo melihat Paul dan tertawa kecil, menertawakan betapa unik kepribadiannya.

Kedua alis Paul terangkat mendengar tawa itu, tapi ia juga merasa kehangatan yang Aditomo pancarkan dari kedua matanya yang semula menyiratkan seakan-akan bisa membunuhnya kapan saja jika ia macam-macam dengan putrinya.

“Jaga mata, bibir, dan tanganmu dari putriku. Satu tindakan tidak senonoh saja, akan aku buat kamu merasakan neraka di dunia ini.”

“Setuju, setuju!” Paul beranjak dari kursinya dan bergegas ke arah Olivia. Langkah ringan pria itu, wajah sumringahnya, Aditomo ikut bahagia.

Olivia mendongak pada Paul yang berdiri tepat di samping kursinya. “Apa saja yang kalian bicarakan? Aku sama sekali tidak dapat menebaknya.”

Paul tersenyum dan menggelengkan kepala, ia menundukkan badannya sebelum berbicara. “Ayahmu memberi izin. Kita benar-benar bisa berteman mulai sekarang.”

“Benarkah?” Kedua mata Olivia terbuka sedikit lebih lebar dan senyum dari kedua bibir penuhnya tercetak dengan begitu cantik. “Tapi, aku sudah menduganya sih. Ayahku itu bukan pria yang jahat kok.”

Paul memiringkan kecil kepalanya, senyum jahilnya tercetak di wajah. “Kalau menurutku sih bukan karena itu saja, ya. Ayahmu setuju pasti karena terpesona dengan daya tarikku deh. Kamu tahu, kan? Aku ini sangat menaw- aduh!“

“Ayah!” pekik Olivia saat Aditomo berjalan ke arah mereka dan malah menepuk puncak kepala Paul.

“Menawan, menawan. Tepati saja perkataanmu tadi, anak muda,” ucapnya memelototi Paul.

Meskipun tepukan itu hanya bercanda dan tidak terlalu keras, Paul masih mengaduh seakan kesakitan. Ini dilakukannya demi mendapat perhatian penuh kasih sayang dari Olivia.

“Olivia. Ayah akan kembali ke mansion. Kamu bisa bersamanya, tapi sebelum jam tujuh malam sudah harus pulang, oke?”

“Iya, Ayah. Aku pasti pulang sebelum itu.”

Hanya dari satu panggilan dari malam itu, membawa Paul pada pengalaman luar biasa hari ini. Meski tidak sepenuhnya bercanda saat bertelepon dengan Aditomo, tapi ia tidak menyangka bahwa pria yang hampir menginjak usia paruh baya itu langsung mengajaknya bertemu.

Namun, sangat ia syukuri pertemuan itu, ia mendapatkan seorang teman baru yang membuatnya nyaman bahkan dengan hanya berada di sekitarnya.

Paul bersungguh-sungguh dengan perkataannya bahwa ia sudah menganggap Olivia seperti adiknya, selain akan melindungi gadis itu, ia juga akan membahagiakannya.

“Tidakkah kita mampir ke dokter gigi dulu? Sedari tadi kamu sudah memakan berbagai macam kue yang sangat manis,” canda Paul menggodanya.

Mereka baru saja keluar dari sebuah toko kue untuk sekian kalinya, Olivia memicingkan matanya pada Paul begitu mendengar itu.

“Salah kamu sendiri, ya. Kamu yang bilang akan membelikanku apa saja, jadi jangan protes sekarang,” katanya dengan bibir yang terdapat roti.

Paul sontak tertawa begitu menyadarinya dan hal itu semakin membuat Olivia mengomel dengan lucunya. Sepasang mata bak boneka cantik itu mencoba menatapnya dengan garang, namun justru membuatnya terlihat berkali lipat lebih manis.

Mengesampingkan semua omelan Olivia, Paul seakan tidak mendengarnya dan secara naluri menggerakkan lengannya ke arah wajah gadis itu. Saat jemari panjang pria itu menyentuh dan mengusap di sekitar bibir bawahnya, Olivia mengerjap. Dirinya hanya bisa mematung, tidak menyangka tindakan penuh perhatian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya ini membuat degupan jantungnya seakan berhenti untuk beberapa saat.

Degupan jantung Paul pun berpacu kencang. Ia terpana untuk beberapa saat, namun segera mengenyahkan pikiran itu. Setelah tidak ada remahan lain di wajah Olivia, ia menarik lengannya dan berdeham untuk menenangkan diri.

“Olivia. Bisa tunggu di sini sebentar? Ada yang harus kulakukan, aku akan segera kembali.”

“Hn, tentu.”

Paul pun berjalan pergi. Olivia memerhatikan sosok pria itu dari belakang. Rambut pria itu tertiup angin saat ia mulai berlari, langkah kakinya yang panjang membutuhkan tidak begitu lama untuk menghilang dari pandangannya dan terhalangi bangunan-bangunan khas Eropa di sebuah pedesaan indah di Inggris ini.

Paul berjanji akan membelikan semua yang Olivia inginkan, saat gadis itu berkata ingin mencicipi sebanyak mungkin kue-kue khas Inggris, mereka berdua lantas berkendara kemari.

Matahari sudah semakin teduh, menandakan waktu sore akan segera datang. Semilir angin di musim panas, dan langit biru tanpa awan, sungguh sebuah cuaca yang indah di tempat yang indah.

Olivia memusatkan pandangannya ke sekililing, waktu yang tidak lama sebelum Paul datang kembali pun sungguh terasa hanya sekejap.

“Olivia!” panggil Paul dari kejauhan Olivia berbalik, ia melihat pria itu tampak menyembunyikan sesuatu dengan sebelah lengan yang berada di belakang tubuhnya.

“Maaf. Apa aku membuatmu menunggu lama?” Paul sampai di depan gadis itu dengan senyuman yang tidak dapat disembunyikan.

“Sepertinya kamu menyembunyikan sesuatu,” selidik Olivia.

Paul menggigit bibir bawahnya sebelum kembali sumringah dan memamerkan deretan giginya. “Aku tidak percaya bahwa ada gadis seumuran dengan kamu yang hanya menginginkan kue.” Paul membawa lengan yang ia sembunyikan di belakang tubuhnya itu, ia memegang sebuah tas kertas berwarna merah jambu yang tidak terlalu besar. “Jadi aku membelikan ini untukmu. Terimalah.”

Olivia menatap wajah Paul sebelum tatapannya jatuh kepada tas kertas yang tampak sangat feminim itu. “Tidak, Paul. Sepertinya aku tidak bisa menerimanya.” Ia menggelengkan kepala.

Kontras perubahan ekspresi Paul menanyakan alasan gadis itu menolaknya. “Kamu bahkan belum melihat apa isinya. Ayolah, Olivia. Anggap ini sebagai tanda perayaan pertemanan kita.”

Melihat murninya perasaan yang Paul curahkan tidak membuat Olivia mengubah keputusannya. “Kamu membawaku ke berbagai toko kue yang bagus sudah cukup menjadi perayaan pertemanan kita. Aku minta maaf, tapi sungguh aku tidak dapat menerima lebih dari itu.”

Olivia membangun sebuah batasan untuk hal seperti ini. Ia tidak menginginkan hubungan yang membuatnya hanya bisa menerima saja tanpa memberi apa-apa.

Kecewa tentu saja dirasakan Paul, tapi pria itu tidak menyalahkan pilihan Olivia. Ia merasa cukup mengerti alasan gadis itu. Maka ia menelan semua kebahagiannya dan mengangguk. “Baiklah.”

 ♧♧♧

“Jadi,” Paul dengan kedua lengan yang terbuka berjalan memasuki ruangan lebih dulu, “ini adalah studio rekamanku.”

Olivia benar-benar terkesan. Sekali lagi Paul membawanya ke tempat yang tak terpikirkan bisa ia datangi sebelumnya. “Wah, lihatlah beragam peralatan modern ini. Dunia rupanya sudah sangat maju, ya.”

Paul terkekeh. “Perkataanmu seolah kamu berasal dari zaman yang berbeda denganku saja.”

Olivia menatap Paul dengan kedua mata memancarkan kesungguhan. “Sepertinya kita memang berasal dari zaman yang berbeda, Paul. Aku semakin menyadarinya.”

Tawa Paul menghilang seiring ia duduk di depan komputer yang biasa digunakan untuk memonitor hasil rekaman dan proses penggubahan lagu. Menyalakannya, ia berniat membuat Olivia mendengarkan lagu yang telah ia rekam.

“Apa aku boleh mendengar lagumu? Atau itu sebuah tindakan pembajakan yang ilegal?” tanya Olivia setelah penasaran dengan apa yang akan dilakukan Paul pada komputer yang tengah ia utak-atik itu.

Paul kembali tertawa. Kepanya sampai mendongak ke atas dan kedua tangannya yang semula sibuk pada komputer jadi bertepuk tangan. Saat ini ia sampai pada kesimpulan bahwa apa pun yang gadis itu katakan atau lakukan sungguh memiliki kekuatan untuk membuatnya tertawa.

Olivia juga ikut tertawa. Ia tidak menertawai dirinya sendiri, melainkan karena bibir pria itu yang membentuk kotak saat tertawa lepas adalah alasannya.

Sedari pagi hingga petang ini, Olivia telah merasakan kebahagian yang sangat banyak. Sungguh perasaan aneh, ia seakan teringat akan sesuatu yang berhasil membuatnya mematung dengan diselimuti ketakutan.

“Paul, Paul.” Olivia meraih lengan pria itu. “Antarkan aku pulang sekarang.”

Masih dengan sisa tawanya, Paul menanyakan mengapa gadis itu tiba-tiba sangat khawatir.

Aku lupa harus mengantarkan kue dan teh ke ruangan Tuan Duke.

...♧♧♧...

^^^** the picture belongs to the rightful owner, I do not own it except for the editing.^^^

1
agnesia brigerton
Jadi duke nih lagi nunggu sampe Olivia lebih dewasa aja?? Setidaknya dia gak pedofil deh :)
agnesia brigerton
Gilakkkkk
agnesia brigerton
Udah manggil ayah mertua ajaa
agnesia brigerton
Aku padamu Olivia 😭😭😭
agnesia brigerton
😭😭😭
agnesia brigerton
Duh pulang kampung nih??😥
agnesia brigerton
Hubungan mereka kerasa sensual banget tapi menegangkan juga duh panas dingin jadinya 🙃
agnesia brigerton
Iya iya pergi aja dari duke obses ituu
agnesia brigerton
Gue tereak terus woiii
agnesia brigerton
What?????? Merk gaunnya terus lagu yang diputar????
agnesia brigerton
Tunangan asli kayak nyadar deh
agnesia brigerton
Benedict selama kerja sama duke gak kepikiran buat resign kah??
agnesia brigerton
Oke... oke... si duke obses nih parah
agnesia brigerton
Kamu kuat bangettt
agnesia brigerton
S-SIAP YANG MULIA!!
agnesia brigerton
UPSS 🤭🤭
agnesia brigerton
Lo kayaknya masih bingung deh sama perasaan sendiri 🙃🙃
agnesia brigerton
AAAA 😚😚😚
agnesia brigerton
Apa? Mau ngapain emangnya🤭
agnesia brigerton
AAAA GUE DUGUN DUGUN
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!