Novel ini menceritakan kisah seorang Naila Shababa, santri di pondok pesantren Darunnajah yang di cap sebagai santri bar-bar karena selalu membuat ulah.
Namun, siapa sangka nyatanya Gus An, putra dari pemilik pesantren justru diam-diam menyukai tingkah Naila yang aneh-aneh.
Simak selalu di novel yang berjudul “GUS NACKAL VS SANTRI BARBAR.” Happy reading🥰🥰...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 06
Author mau ingetin nih guyysss...
Jangan lupa pencet tombol 👍👍👍👍dulu hehehe... 🤭
...****************...
“Naila...” seru seseorang dari ambang pintu yang membuat Naila kaget.
“Umi'...”
“Tolong ke kamar saya Naila... ”
Deg... deg... mau diapain lagi sama Umi'...?
Naila memejamkan matanya seperti takut jika Umi' akan menambah hukumannya. Karena Dia rasa hukuman yang kemarin saja sudah sangat berat. Masa iya mau ditambah lagi. Pekiknya dalam hati.
“Umi’ hari ini saya tidak melanggar apapun... ” ucapnya dengan menunduk tidak berani menatap Umi'.
“Saya tidak mempermasalahkan hal itu. Sekarang saya minta tolong sama kamu untuk membuat teh buat tamunya Gus An ya...” ucap Umi' sambil sibuk menata beberapa kue kering di kamar. Naila mengangguk. Toh Dia sudah bisa membuat teh. Itu hal kecil yang pernah dipelajari selama mondok disini.
”Nanti kalau selesai kamu hidangkan ke ruang tamu ya, sama sekalian kue-kue kering ini dibawa. Saya tunggu didepan...”
Hanya butuh beberapa menit saja teh itu sudah tersaji di beberapa gelas. Naila membawa nampan untuk menghidangkan kue-kue dan minuman.
“Ayah... Ibu... ” sapa Naila kepada tamu yang dimaksud Umi' tadi. ”Jadi tamunya Gus An Ayah sama Ibu...? ada urusan apa Ayah sama Gus An...? kok nggak bilang sama Aku ya tadi.”
”Naila kok malah bengong...? ” ucap Ayahnya saat melihat Naila masih berdiri dan tak kunjung meletakkan nampannya.
“Eh kaget aja ternyata tamunya Ayah. Hehe...” Naila menyikut Ayahnya lalu ikut duduk disamping sang Ayah. “Ayah kenapa nggak cerita dulu sama Aku kalau mau ke Ndalem...? Ayah menemui siapa...? Gus An...? Ayah kenal dari mana... ? ” pertanyaan yang bagaikan berondong meletus itu membuat Ayahnya justru sulit untuk menjawab.
“Ini urusan orangtua Naila, kamu nggak perlu tau. Sana kembali ke kamar.” perintah Ayahnya yang berhasil membuat Naila memanyunkan bibirnya. Umi' menatap Naila dengan tersenyum. Santrinya yang satu ini benar-benar aneh bin unik.
“Sebaiknya kamu kembali aja Naila. Nggak baik soalnya ini urusan orang tua. Ya bisa dibilang urusan orang dewasa sih... ” bola mata Umi' melirik kesana sini saat memberikan keterangan kepada Naila.
Urusan orang dewasa...? Oh, mungkin Ayah mau minta do'a kepada Gus An. Soalnya kan baru datang dari luar negeri...
“Baik Umi', saya permisi dulu. Ayah, Ibu... ” Naila menyalami kedua orangtuanya terlebih dahulu.
“Silahkan diminum dulu Pak, Buk... Nanti keburu dingin loh...” Umi' mempersilahkan tamunya. Pak Said, Ayah Naila berseru tertahan saat meneguk minuman yang di buat putrinya.
Asin... Naila ini gimana sih belum bisa bedain mana garam dan mana gula...?
Sepertinya Pak Said menyesal karena telah minum teh buatan Naila. Lidahnya menjadi getar hanya menyisakan rasa asin-asin pahit. Tapi beliau hanya diam saja karena menjaga agar nama putrinya tidak tercoreng.
Di tengah Gus An masih melanjutkan obrolannya, kini saatnya Ibu Naila yang meneguk minuman itu. Ayahnya melirik dan sengaja tidak memberitahu agar istrinya merasakan teh itu terlebih dahulu. Jangan-jangan hanya miliknya yang asin. Atau Naila sengaja mengerjai Ayahnya karena tadi sempat marah.
Asin... Bu Ania, Ibu Naila menyikut suaminya. “Tehnya asin yah... ini pasti Naila yang buat.” suaminya mengedipkan mata berkali-kali disela mendengarkan Gus An bercerita. Mengisyaratkan bahwa dirinya di suruh untuk diam saja.
“Sebentar ya Pak, Buk... saya minum dulu, ternyata saya udah cerita panjang lebar sampai tenggorokan saya seperti dicekik tuyul...” ucap Gus An mencairkan suasana. Pak Said dan Bu Ania saling menyikut. “Ayah, bilang kalau tehnya asin... ” suaminya hanya meletakkan jari telunjuknya ke bibir.
“Beh...” Gus An menutup mulutnya sambil menahan agar cairan itu tidak di semburkan kepada siapapun. Karena bagaimanapun saat ini sedang menghadapi tamu. Umi' yang penasaran karena dengan putranya langsung meneguk gelas yang ada di hadapannya.
“Hah... ini asin sekali, aduh Naila ini bagaimana...” Umi' terlihat panik lantas mencari Naila didapur.
“Cap cip cup kembang kuncup... suit jreng... ” Naila sedang asyik bermain bersama Neng Aufa yang notabenya adik kelas Naila.
“Naila, coba minum ini...”Umi' menyodorkan gelas bekasnya.
“Umi' ini sangat asin...” Naila terkejut dibuatnya.
“Kamu tadi ngasihnya gula atau garam...? ”
“Gula Umi'... aduh padahal tadi sudah benar kok... saya ambil gula yang paling halus di lemari itu, toplesnya berwarna hijau... ”
“Ini...? ” Umi' meraih toples yang Naila maksud. Kemudian mengangguk.
“Ini namanya garam Nak... bagaimana mungkin kamu lupa mana yang gula dan mana yang garam...? ” Umi' menepuk jidatnya.
“Kata Ibu kalau gula mahal itu halus Umi', jadi saya kira itu tadi gula... maafkan saya Umi'... ”
“Sehalus-halusnya gula itu tidak sehalus garam Naila... ”