Menikah dan di jodohkan secara tiba-tiba tanpa persetujuan adalah hal yang tengah di alami oleh Andra dan Viana terlebih mereka masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
Keduanya memang saling kenal tapi sama sekali tak pernah bertegur sapa meski 3 tahun menimba ilmu di gedung yang sama. Alasan perjodohan tak lain karena orang tua Andra tak setuju dengan hubungan putranya dengan Haura meski sudah terjalin dua tahun lamanya.
Dan kambuhnya penyakit sang Mama akhirnya membuat Andra pasrah menikahi Viana.
Akankah rumah tangga keduanya tetap berjalan di tengah hubungan yang belum di selesaikan oleh Andra bersama Haura?
Yuk ikuti kisah mereka yang penuh konflik remaja.. Ini bukan turunan GAJAH ya 😂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenengsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
"Tolong tarik ulur perasaan adikmu, hingga ia paham jika mencintai istri adalah kewajibannya," mohon Mami yang membuat Daffa tersentak kaget dengan permintaan tak masuk akal wanita kesayangannya tersebut.
"Mih, aku gak mau." tolak Daffa cepat.
"Daffa, kasihan adikmu dan istrinya, mau sampai kapan mereka berada di hubungan yang rumit seperti ini. Biarkan Andra bahagia dengan wanita halalnya, Daffa."
"Mereka sudah besar, bukan anak-anak lagi yang harus di atur, Mih. Aku tak mau bermain api, aku takut," jawab Daffa sambil menggelengkan kepalanya pelan, tak ada dalam kamus hidupnya untuk masuk kedalam hubungan orang lain apalagi ini adalah pernikahan sah adik kandungnya sendiri.
"Dan kamu mau Andra meninggalkan keyakinannya, begitu?"
Deg...
Siapapun tentu tak akan ada yang mau jika itu terjadi dalam sebuah keluarga apapun keyakinanannya. Karna tak boleh bagi manusia mencintai lebih dari rasa cinta pada Sang Maha Pencipta.
Masalah Andra adalah masalah lama yang terjadi di keluarga Bramasta, semua dulu nampak baik dan setuju sebelum akhirnya tahu jika pasangan itu berbeda dalam hal keyakinan.
Papih tentu menentang keras karna putra bungsunya itu adalah harapan terakhir untuk meneruskan kerajaan bisnisnya setelah putra keduannya memilih untuk menjadi dokter spesialis. Begitupun dengan Mamih yang akhirnya sering jatuh sakit karna memikirkan Andra.
Pemuda itu kekeh tak ingin melepaskan Haura dengan alasan Cinta dan sudah terbiasa bersama. Sedangkan gadis itu tak ada tanda-tanda akan ikut dalam keyakinan Andra. Tapi, memang itu pun rasanya tak akan mungkin mengingat keluarga Haura taat dalam keyakinannya.
Mereka terus bertahan padahal luka siap menghantamkan mereka kapan saja. Semakin di yakini bisa bersama nyatanya semakin sulit menembus benteng yang jelas-jelas menghalangi cinta mereka.
"Sekali saja, Andra harus menerima Viana bukan hanya dalam hidupnya, tapi juga hatinya. Mau ya, Daffa," mohon Mamih lagi dengan kedua mata berkaca-kaca.
"Hem, baiklah."
.
.
.
Andra dan Viana yang di tinggal di dalam kamar berdua saja belum ada yang mau bicara lebih dulu. Pemuda itu bingung dengan perasaannya yang kini campur aduk, antara kesal, kasihan, marah dan cemburu.
Cemburu?
Akankah Andra benar merasakan itu?
Andra hanya tak suka miliknya disentuh, tapi itu juga seperti yang pernah di katakan Viana tempo hari. Apa mungkin keduanya sudah merasakan perasaan saling memiliki?
"Lain kali kabarin gue kalo terjadi sesuatu. Jangan sampe gue jadi orang yang kesekian yang lo hubungin," pesan Andra tanpa senyum, bahkan nada bicaranya sedikit ketus dan kesal.
"Kamu kan masih sama Haura, mana mungkin aku ganggu. Bukan gitu ya, masa lupa?" sindir Viana.
"Tapi kecelakaan, beda cerita, Vi."
"Iya, beda! aku cuma sekedar di kasihani, aku sadar diri. Istri macam apa aku?" omel nya pada diri sendiri, namun lebih ke rasa mengasihani
"Bukan, Vi. gue kan--,"
"Aku mau istirahat, badanku capek banget," potong Viana, tubuhnya memang serasa remuk meski dokter sudah memberinya obat dan salep, apalagi luka di keningnya yang kini kembali berdenyut hingga terasa ke belakang leher.
"Lo mau istirahat? gak bersih bersih dulu?" tawar Andra.
Viana yang baru sadar pun langsung melihat ke dirinya sendiri, ia yang masih memakai seragam sekolah memang sedikit terlihat kotor.
"Hem, iya."
.
.
.
Mau gue bantuin bersih-bersih??