"Kenapa kau pergi, Al? Bagaimana nasib anak kita yang sebentar lagi akan lahir? Kenapa semesta sangat tega! Kenapa kau meninggalkan kami, Alan!" Angelina Blaire menangis histeris sembari memeluk kemeja yang biasa dipakai oleh suaminya.
Angelina yang terpukul mengalami gangguan mental di penghujung kehamilannya. Ia selalu menganggap bahwa Alan masih hidup. Bahkan, salah mengira jika Adam adalah suaminya.
Hal itu membuat Damian Jackson, menganjurkan agar putra pertamanya itu menikahi istri dari mendiang putra keduanya.
Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka selanjutnya, setelah Angelina menyadari bahwa selama ini suaminya bukanlah Alan, melainkan Adam?
Sekuel dari novel Salah Kamar ( Adik iparku, Istri ku )
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6. Kerisauan Katie Akan Tingkah Laku Angelina.
"Kenapa kau malah jadi ragu sekarang? Bukankah penjelasan dari dokter Netta sudah kau pahami sebelumnya? Jika kita tidak menikahkan Angelina dengan Adam dan menekan perasaan serta logika wanita itu agar percaya jika suaminya telah meninggal. Bahkan, dengan keadaan yang mengenaskan. Gangguan psikisnya bisa membuat Angelina mengambil perbuatan nekat. Bisa saja ia menyakiti dirinya sendiri. Dan hal itu tentu berakibat fatal juga pada calon cucu kita." Kening Damian berkerut dengan alis yang menukik dalam. Pertanda ia bingung dan tak habis menelaah dengan apa yang menjadi buah pikiran istrinya itu.
"Aku tau, Damian ... aku sangat tau resikonya. Hanya saja ... aku memikirkan bagaimana Adam menghadapai semua ini. Kenapa dia seakan selalu kita jadikan tameng dan sosok yang di korbankan. Bagiamana perasaannya. Ketika dia harus menahan diri ... dari--," Katie tidak meneruskan ucapannya. Justru wanita paruh baya yang masih nampak cantik meski tanpa riasan itu membekap mulutnya sendiri.
Hanya dirinyalah yang mengetahui perasaan Adam. Tapi tidak bagi Damian. Entah kenapa, putranya itu menekannya untuk berjanji. Padahal, Katie sudah tidak tahan untuk membagi perasaannya yang galau ini kepada suaminya.
"Lalu apa yang membuatmu kacau pikiran?" tanya Damian lagi. Ia tak paham arah pembicaraan dari istrinya ini.
Melihat Katie hanya diam dan melamun. Damian sontak turun dari tempat tidur dan memutarinya. Kemudian, menuang air yang ada di dalam termos kedalam gelas dan langsung menenggaknya. Kantuknya, hilang seketika. Diam dari Katie berarti ada sesuatu hal besar yang sedang terjadi.
Damian meletakkan gelas itu kembali ke tempatnya, kemudian menoleh ke arah tempat tidur pada sisi yang di tempati Istrinya itu. Katie, benar-benar sedang melamun jauh. Tak biasanya ia mendiamkan sang suami mengambil minum seorang diri.
Damian memutuskan untuk mendekat, menyentuh bahu Katie dan menarik dagunya, agar wanita itu mendongak dan menatapnya. Sosok pria paruh baya yang kharismanya sangat kuat ini, menelisik kedalam iris coklat milik Katie.
"Apa ada yang sedang kau sembunyikan dariku,?" tanya Damian tegas. Pertanyaannya itu membuat kedua mata Katie membola seketika. Kenapa wajah Damian suaminya ini tau-tau ada di hadapannya. Apakah ia melamun barusan. Tapi tentu saja Katie hanya bisa bertanya dalam hati. Wanita itu nampak kaget dan gelagapan menanggapi desakan suaminya.
Katie, berusaha mengalihkan tatapan matanya ke arah lain. Agar Damian tidak melihat kebohongan itu, ketika ia menjawab pertanyaan dari pria yang sudah menikahinya selama tiga puluh tahun. "Ti–tidak ada. Aku hanya takut, Adam tidak kuat dan melanggar janjinya."
"Tatap mata suamimu saat kau berbicara dengannya!" titah Damian tegas. Seraya, menarik kembali wajah Katie agar menghadapnya. Jangan mengira jika Damian melakukan hal itu dengan kasar. Tidak sama sekali. Bahkan tatapannya bertabur binar- binar cinta. Karena itulah, Katie takut terlena sehingga membuat dirinya nanti melanggar janji itu.
Mendengar ucapan bernada perintah itu, mau tak mau, Katie menatap suaminya. Ia tersenyum menggoda, berusaha mengalihkan perhatian Damian.
"Jangan mencoba untuk mengalihkan perhatian dari tema pembicaraan kita." Seketika Katie kena mental, karena niatnya sudah lebih dahulu ketauan. Wanita itu terlihat menarik napasnya dalam sebelum menjawab pertanyaan serius suaminya. Salah sendiri kan sudah membuat Damian curiga.
"Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Aku ... hanya terlalu membawa semuanya dalam perasaan," jawab Katie berusaha mengelak. Wanita itu bahkan berusaha menampilkan wajah setenang mungkin. Namun, Damian bukanlah pria yang mudah dia bohongi. Damian paham benar bagaimana ekspresi Istrinya ketika jujur.
"Jawab, yang benar. Atau, kita main lagi sampai pagi!" ancam Damian. Membuat Katie seketika menelan ludah dengan kedua mata terbelalak.
"Ah tidak! Aku ada pekan amal nanti siang!" tolak Katie tegas. Karena bisa-bisa ia tak kuat bangun. Usianya tak mampu lagi mengimbangi keperkasaan suaminya di atas peraduan. Karena, Damian bahkan hanya akan nambah dua atau tiga. Bisa lebih dari itu.
Kau gila juga, Damian.
Damian menyeringai. Ia tau, jika istrinya paling takut dengan ancaman itu.
"Kalau begitu, cepat jawab yang benar!"
"Aw!" Katie menjerit karena suaminya itu menggigit hidungnya.
"Iya deh aku jawab. Sakit tau!"
"Adam, mencintai Angelina," jawab Katie cepat, karena Damian sudah mau menggigit tangannya.
"Secepat itu?" heran Damian. Pria ini nampaknya belum nyambung untuk mengerti maksud dari Katie.
Katie mengangguk. "Sejak dia mengantar Alan ke apartemen Angelina. Sepulang dari sana, dia mengatakan padaku ... ingin menikahi Angelina jika Alan menceraikannya." Katie pun akhirnya menjelaskan semua.
"Apa? Maksudmu, Adam sudah lama memendam perasaannya terhadap ... Angelina?" Kali ini Damian benar-benar dibuat kaget oleh kenyataan yang diucapkan Katie istrinya.
"Apa kau sudah paham akan hal yang membuatku bingung?" tanya Katie. Berharap, sang suami memberikan solusi.
Damian meluruhkan bahunya. Kedua tangannya terangkat untuk mencengkram kepalanya. Haih, ternyata dirinya lebih frustasi dari Katie.
"Kita benar-benar telah membawa Adam dalam kesengsaraan. Kenapa ... kau baru cerita sekarang ... sayangku ...," gemas Damian, membuat sang istri meringis.
Keesokan harinya.
Di pekan amal salah satu hotel ternama dan terbesar di kota itu. Secara tidak sengaja, Katie bertemu dengan Laura, psikiater yang menangani masalah psikologis Angelina. Juga, bertemu dokter Netta. SpOG, atau dokter kandungan yang akan menangani Angelina pada saat melahirkan nanti. Secara kebetulan mereka berada di acara yang sama.
"Nyonya Katie, bagiamana keadaan menantumu yang cantik itu?" tanya dokter Laura yang masih single di usianya menginjak angka empat puluh satu tahun. Padahal, parasnya tak kalah cantik dengan model internasional. Akan tetapi, wanita ini sangat betah sekali menyendiri.
Termasuk, Netta. Dokter kandungan ini pun sebelas-dua belas dengan Laura. Mungkin karena kesamaan itulah yang membuat mereka dekat dan bersahabat.
"Keadaannya sedikit membaik. Tapi, aku khawatir dokter?" Raut wajah Katie tiba-tiba muram. Apalagi ketika ia mengingat kejadian tadi lagi di meja makan.
"Ah, Nyonya. Panggil saya Laura saja. Tidak perlu terlalu formal begitu." Laura tersenyum yang kemudian menular, kepada Katie.
" Em, apa saya harus kerumah anda untuk melihat keadaan Nona Angelina secara langsung?" tanya Laura penuh perhatian.
Netta hanya diam menyimak. Sebenarnya, ia juga ingin tahu kabar terbaru dari pasiennya itu.
"Menantu saya, memang sudah bisa beraktifitas seperti biasa. Tapi, dia jadi begitu terobsesi membicarakan mendiang suaminya. Kalau begini, lama-lama mental saya juga kena, dokter. Saya jadi ingat terus. Saya juga sangat terpukul dengan kepergian anak saya yang tiba-tiba," jelas Katie lirih. Ia, baru bisa terbuka jika bicara dengan ahli psikologi seperti Laura.
"Nyonya, anda harus kuat. Anda harus bisa menerima kenyataan ini dengan logika dan akal sehat. Coba lebih sering lagi menceritakan apa yang anda rasa kepada suami. Apapun itu yang sekiranya menekan hati dan membuat anda gelisah. Maka, ungkapkanlah. Memang, menghadapi anggota keluarga yang depresi tidaklah mudah. Jika kita tidak kuat, bisa-bisa ikut terkena gangguan mental juga," jelas Laura pelan dan lembut.
"Terimakasih. Saya jadi lebih tenang sekarang." Katie sempat menerawang kejadian di rumahnya tadi. Hingga, ia merasa tak tenang meninggalkan kediamannya lebih lama. Angelina tidak pernah tentang orang lain, menantunya itu setiap detik hanya akan membicarakan tentang Alan. Menanyakan kapan Adam pulang kerja hampir setiap menit.
"Saya harus pulang. Kalau ada waktu, kalian datanglah kerumah. Karena, saya tidak mungkin mengajak Angelina keluar untuk saat ini."
Netta dan Laura pun mengangguk dan menyalami Katie.
Di kediaman keluarga Jackson di buat huru-hara karena, kelakuan Angelina yang memaksa keluar dari mansion.
Wanita cantik itu telah berpakaian rapih. Dengan dress selutut. Pakaian hamil yang sengaja Katie belikan beberapa waktu lalu.
"Aku ada janji makan siang dengan suamiku. Cepat buka gerbangnya!" teriak Angelina pada penjaga.
"Hei kalian! Jangan diam saja dong!" teriak penjaga yang frustrasi. Karena, tubuhnya di dorong-dorong oleh majikanya yang tengah berbadan dua ini.
"Cepat buka! Atau aku akan melahirkan di sini sekarang!"
"Ya Tuhan. Nyonya ...!"
...Bersambung ...
akhir yg membahagiakan utk semuanya
terimakasih author
Author kreji up hari ini .
Mohon dukungannya ya, like, komen, gift dan juga votenya.
Beri rating bintang lima juga.
Terimakasih.
Nantikan sekuelnya yang akan menceritakan tentang Laura dan Asisten kaku Aziel.
Sayang kalian banyak-banyak.