Setelah sekian lama Nathan berusaha menghindari Nadira—gadis yang melukai hatinya. Namun, pada akhirnya mereka dipertemukan kembali dalam sebuah hubungan kerjasama yang terjalin antara Nathan dan Rendra yang merupakan atasan Nadira di Alfa Group.
Sebuah kecelakaan yang dialami Davin dan Aluna dan menyebabkan mereka koma, membuat Nathan akhirnya menikahi Nadira demi untuk melindungi gadis itu dari bahaya yang mengancam keluarga Alexander.
Siapakah sebenarnya yang mengintai nyawa seluruh keluarga Alexander? Mampukah Nona Muda Alexander meluluhkan hati Nathan? Atau justru ada cinta lain yang hadir di antara mereka?
Simak kisahnya di sini.
Jangan lupa follow akun sosmed Othor
Fb : Rita Anggraeni (Tatha)
IG : @tathabeo
Terima kasih dan selamat membaca gaes
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06
Jangan lupa tinggalkan like dan komen.
Kasih vote juga boleh, Othor terima dengan senang hati.
Happy reading gaes..
_______________________________________________
Ponsel Nadira terdengar berdering membuat gadis itu tersadar. Dia mengambil ponsel dari dalam tas, dan melihat nama Rendra tertera di layar.
"Hallo, Mas," sapa Nadira begitu panggilan sudah terhubung.
"Kamu belum berangkat ke kantor El?"
"Aku sedang dalam perjalanan. Sepuluh menit lagi sampai," kata Nadira beralasan.
"Baiklah, hati-hati di jalan El."
"Baik, Mas. Terima kasih." Nadira pun mematikan panggilan itu. Dia kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.
Ketika Nadira sudah berada di dalam lift, dia menghembuskan napas berkali-kali untuk mengurangi rasa sakit yang begitu menyesakkan dadanya.
***
Perusahaan Alfa Group.
Rendra duduk cemas di kursi kebesarannya menunggu kedatangan Nadira. Jelas sekali kalau dirinya sedang khawatir saat ini. Karena selama enam bulan lebih Nadira bekerja bersamanya, gadis itu tidak pernah sekalipun terlambat kecuali ada hal yang mendesak.
"Mar, apa Nathan belum datang juga?" tanya Rendra kepada Mario—tangan kanannya.
"Beliau tadi sudah berangkat, tapi ada barang yang tertinggal. Jadi, beliau sedikit terlambat, Tuan." Mario bicara dengan begitu sopan. Rendra mengangguk paham.
"Mar, bisakah kamu menggali informasi tentang El dan Nathan. Aku merasa mereka punya sesuatu di masa lalu," kata Rendra memerintah.
"Baik, Tuan. Akan saya laksanakan." Rendra pun hanya mengiyakan. Suasana di ruangan Rendra menjadi begitu hening. Walaupun lelaki itu fokus pada berkas di tangan, tetapi pikirannya selalu terbayang tentang Nadira. Dia pun menyuruh Mario untuk membuatkan kopi hitam untuknya.
Setelah kepergian Mario, terdengar pintu ruangan yang terbuka. "Cepat sekali, Mar," kata Rendra tanpa menoleh.
"Maaf, Mas. Aku terlambat." Rendra segera mengalihkan pandangan ke arah pintu, lalu menghembuskan napas lega saat melihat Nadira masuk ke ruangan dengan langkah lebar.
"Syukurlah kamu sudah datang." Rendra tersenyum lebar saat melihat Nadira sudah berdiri di depannya dengan napas sedikit tersengal. "Tumben sekali kamu terlambat, ada apa?" tanya Rendra. Pandangannya tak lepas menatap Nadira yang sedang berjalan menuju ke kursi kerjanya.
"Semalam aku nonton drama korea, gak kerasa sampai shubuh. Eh, jadi kesiangan deh," sahut Nadira berbohong.
"Astaga, aku kira ada apa-apa. Sampai-sampai aku sangat mengkhawatirkanmu," ucap Rendra. Dia menggeleng tak percaya dengan bibir tersenyum simpul.
"Ish! Jangan sampai ada apa-apa deh, Mas. Aduh, aku lupa. Maksudku ... Tuan." Nadira meralat ucapannya. Jika berada di area kantor, Nadira akan bersikap sebagaimana karyawan kepada atasan.
"Ya sudah, kembalilah bekerja." Nadira mengangguk tanda mengiyakan. Dia berusaha fokus ke layar komputer, meski bayangan Nathan berkali-kali menghampiri. Sesekali dia menghembuskan napas kasar saat teringat sikap Nathan kepadanya.
Sementara Rendra menautkan jemarinya di atas meja sambil menatap lekat wajah cantik Nadira. Kalau boleh jujur, Rendra sudah jatuh cinta sejak pertama kali gadis itu bekerja di kantornya sebagai karyawan biasa. Rendra pun berusaha mendekati dengan menjadikannya sekretaris pribadi. Namun, sampai saat ini dirinya belum bisa mengambil perhatian gadis itu. Seolah ada benteng sangat kokoh yang menghalangi, hingga dia tidak bisa menembusnya.
"El, bolehkah aku bertanya sesuatu kepadamu? Tapi ini sedikit menyangkut hal pribadi," tanya Rendra hati-hati. Nadira mengalihkan pandangan dari komputer.
"Silakan, Tuan. Kalau bisa jawab, pasti akan saya jawab, tapi kalau saya tidak menjawabnya ... itu artinya saya tidak ingin siapa pun tahu tentang hal itu," sahut Nadira.
"Baiklah. Apa kamu tidak ingin menikah?" tanya Rendra penasaran.
"Tentu saja ingin, Tuan. Hanya saja ... untuk saat ini saya belum memikirkannya," jawab Nadira. Dia kembali menatap layar komputer.
"Kenapa? Apa kamu sudah memiliki tambatan hati?" Rendra benar-benar ingin tahu.
"Belum waktunya, Tuan." Nadira menjawab sekenanya. "Tuan ...," panggil Nadira, tetapi dia kemudian terdiam dengan raut wajah yang menyiratkan keraguan.
"Kenapa?" Rendra menautkan alisnya saat melihat wajah Nadira yang terlihat begitu bimbang.
"Em ... bisakah Anda mengganti saya dengan orang lain dalam menangani kerjasama dengan Saputra Group?" Suara Nadira begitu lirih. Rendra bangkit berdiri lalu berjalan mendekati meja Nadira.
"Kenapa kamu tiba-tiba ingin mengundurkan diri? Apa kamu memiliki hubungan dengan Nathan?" tanya Rendra menyelidik. Dia menatap lekat wajah Nadira yang terlihat menghindarinya.
"Ti-tidak, Tuan." Nadira merasa sangat gugup saat Rendra semakin memajukan wajahnya. Rendra tersenyum tipis melihat kegugupan Nadira. Melihat Nadira yang berusaha menghindari tatapannya, membuat Rendra yakin kalau gadis itu sedang berbohong saat ini.
Posisi mereka begitu dekat, bahkan seperti orang yang sedang berciuman. Wajah Nadira semakin gugup saat hembusan napas Rendra menerpa hangat pipinya. Mereka tidak menyadari kalau ada orang lain yang berada di ruangan itu sedang menatap ke arah mereka.
"Ehem!"
sm anak kambing saya...caca marica hay..hay