NovelToon NovelToon
Dendam Keturunan Pendekar

Dendam Keturunan Pendekar

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Action / Balas Dendam
Popularitas:722
Nilai: 5
Nama Author: Abdul Rizqi

Wira adalah anak kecil berusia sebelas tahun yang kehilangan segalanya, keluarga kecilnya di bantai oleh seseorang hanya karena penghianatan yang di lakukan oleh ayahnya.

dalam pembantaian itu hanya Wira yang berhasil selamat karena tubuhnya di lempar ibunya ke jurang yang berada di hutan alas Roban, siapa sangka di saat yang bersamaan di hutan tersebut sedang terjadi perebutan artefak peninggalan Pendekar Kuat zaman dahulu bernama Wira Gendeng.

bagaimana kisah wira selanjutnya? akankah dia mampu membalaskan kematian keluarganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelukan Tulus Wira

Tampak roh roh mengerubungi Jarot mencoba untuk merasuki Jarot, namun Jarot bukanlah sosok yang lemah tangannya terlihat memukuli setiap roh yang hendak merasuki tubuhnya.

Sementara untuk para penjaga tidak usah di tanya lagi, mereka semua sudah kerasukan dan hanya diam berdiri mematung.

"Aaarrggghhh!!!!" Tuan Muda Alvaro berteriak keras, dia memajukan tinjunya ke wajah sosok itu.

Hap!

Namun pergelangan tangannya di pegang secara sempurna oleh sosok misterius itu, sosok misterius itu menarik tangan Alvaro hingga tubuh Alvaro condong ke depan dia kemudian langsung mengambil kalung itu dari leher Alvaro.

Tangan kiri Alvaro tidak diam saja, tangannya langsung mencoba untuk memukul perut sosok ini, namun sama seperti yang di lakukan Jarot sosok itu sama sekali tidak bergeming bahkan melangkah kebelakang sedikitpun  tidak, seolah tubuh sosok ini adalah batu karang.

Setelah berhasil mendapatkan kalung kencono Sukmo sosok itu langsung melompat dan melayang di udara, seolah menghindari pertarungan lebih lanjut.

Dia terlihat memamerkan kalung itu ke hadapan Alvaro yang terbaring di tanah, sementara Jarot masih sibuk melawan para roh yang terus datang silih berganti.

"Keparat!!! Kembalikan kalung itu! Aku sudah bersusah payah mendapatkan rantai kalung dan mustikanya!" Teriak Alvaro.

"Sebenarnya siapa kamu?!" Tanya Alvaro.

Sosok itu menggelengkan kepalanya secara perlahan.

"Bukankah aku sudah mengatakan identitasku?"

"Maksudku siapa namamu? Dengan kekuatan seperti itu seharusnya kamu bisa merebut kalungku dari tadi, mengapa kamu baru melakukannya sekarang? Setelah aku mendapatkan mustika hitam itu!"

"Aku tidak bisa membocorkan siapa namaku Tuan Muda Alvaro. selama ini aku selalu menunggu kehadiran pewaris keluarga Damian kesini untuk mengambil mustika hitam ini.

Karena hanya seseorang yang memegang rantai kalung ini yang bisa membuka peti mati Wira Gendeng, aku tidak mungkin menuju ke kediamanmu untuk mengambil kalung rantai ini karena ada Patriark Ramon di sana.

Oleh karena itu selama kamu di sini tidak ada jebakan satupun, semua itu karena aku sengaja melakukannya agar kamu segera membuka peti mati dari Wira Gendeng!" Jelas Sosok misterius itu.

Alvaro menggertakan giginya dengan geram, "kembalikan kalung itu sialan!" Teriak Alvaro.

Cahaya yang seperti matahari terlihat di tangan kanan Alvaro, detik berikutnya sebuah busur panah tercipta.

Sementara sosok itu langsung terbang menjauh melalui pintu itu, dia benar benar seolah menghindari pertarungan.

Bersamaan dengan itu para roh menghilang, Alvaro menarik busur panahnya sebuah anak panah dengan cahaya seperti matahari langsung menerangi gelapnya ruangan ini.

Wus...

Anak panah itu melesat menembus lorong dan langsung membidik sosok misterius itu, lorong yang gelap itu seketika langsung terang benderang.

Namun dengan cepat cahaya itu meredup, ketika tangan tangan hitam keluar dari tanah dan menahan anak panah itu.

Dum!

Anak panah itu meledak ketika di tahan oleh tangan tangan hitam itu.

"Hahahaha...." sosok misterius itu tertawa dengan sangat keras sebelum akhirnya benar benar menghilang dari pandangan.

Alvaro kembali membidik ke arah lorong.

Wus...

Anak panah kembali melesat namun tidak ada kejadian apapun mentok hanya cahaya saja, hingga akhirnya busur panah itu menghantam tembok.

Dum!

"Bajingaaannn!!!!" Teriak Tuan Muda Alvaro dengan sangat geram.

***

Waktu berjalan dengan sangat cepat sekali, siapa sangka pagi hari telah tiba.

Sinar matahari menembus dinding dinding rumah yang masih terbuat dari anyaman bambu, sinar matahari itu mendarat tepat di wajah seorang anak laki laki dengan wajah polos.

Tampak tumbukan daun daun menutupi luka luka goresan yang di alami oleh anak ini.

Anak ini tidak lain tidak bukan adalah Wira.

"Jangaannn!!!" Teriak Wira yang tiba tiba bangun, dia masih trauma melihat ibunya mati di tembak oleh Dirga.

Wira bangun dengan wajah panik menatap sekitar layaknya anak yang merasakan trauma yang sangat mendalam.

Tiba tiba gorden yang menjadi penutup kamar itu tersibak, dan muncullah seolah nenek tua berbadan sedikit bungkuk dengan rambut putih semua.

"Le, kamu sudah bangun?" Tanya nenek Tua itu sambil mengelus pundak Wira.

Wira menatap nenek itu dengan tatapan panik, trauma itu benar benar sudah masuk ke dalam otaknya.

"Kamu jangan takut Le. Nenek orang baik, kamu tadi nenek temukan saat nenek sedang mencari kayu bakar di hutan." Ucap Nenek itu.

"Ne.. Nenek tidak mau membunuhku bukan?" Tanya Wira dengan ekspresi polosnya.

Nenek itu tersenyum kemudian menjawab, "tentu saja tidak Le. Siapa namamu? Nama nenek, nenek Saroh." Ucap Nenek itu.

"Nama saya Wira nek." Jawab Wira.

Nenek Saroh kembali tersenyum, "Wira? Nama yang bagus! Entah mengapa nenek menjadi teringat dengan seorang pendekar yang terkenal sangat hebat di zaman dahulu, namanya sama persis sepertimu Le."

Tiba tiba Wira meneteskan air matanya ketika kembali mengingat seluruh keluarganya telah di bunuh.

"Kamu kenapa sedih, Le?" Tanya nenek Saroh dengan ekspresi serius.

"bibi, kakek, nenek, ayah. Huhu.... Aku khawatir dengan mereka nek. I.. ibuku juga sudah di bunuh oleh orang jahat nek." Jawab Wira dengan sesenggukan.

Nenek Saroh terlihat sangat iba melihat Wira, siapa sangka anak sekecil ini harus menanggung trauma yang begitu berat karena melihat ibunya di bunuh oleh orang jahat.

"Dimana keluargamu yang lain, Wira?" Tanya nenek Saroh.

"Aku ngga tahu nek, tadi malem bibi nyuruh Wira, ibu, kakek dan nenek untuk kabur wira ngga tahu kabur dari apa, tiba tiba di jalan suara 'Dor' terdengar...,

Saat itu juga mobil bibi oleng, nabrak pohon. Wira di bawa ibu ke dalam hutan dan di hutan itu ibu Wira di bunuh sama orang jahat dan Wira di lempar ibu ke jurang sesaat sebelum ibu Wira di bunuh." Jelas wira dengan nada pilu.

Hati nenek Saroh terasa sangat kasihan ketika melihat Wira yang menceritakan kejadian tadi malam dengan sesenggukan seperti ini.

Nenek Saroh kemudian tersenyum dan berucap, "Kalau begitu jangan panggil nenek dengan panggilan nenek, mulai sekarang panggil nenek dengan sebutan ibu atau mamak terserah wira ketika memanggil ibu Wira dahulu bagaimana, mulai sekarang Wira adalah anak nenek maksudnya anak ibu.

Karena ibu sendiri juga tidak punya anak, anak ibu sudah meninggal 11 tahun yang lalu. ibu harap wira mau menerima ibu menjadi ibu pengganti Wira yang sudah di bunuh orang jahat." Ucap Nenek Saroh yang mencoba menghibur Wira.

Wira juga merasa iba ketika mendengar nenek Saroh kehilangan anaknya, padahal usianya sudah sangat tua.

"Mamak..." Ucap Wira kemudian memeluk nenek Saroh dengan pelukan tulus.

Mata nenek Saroh melebar, baru kali ini dia merasakan pelukan yang setulus ini. Nenek Saroh tersenyum kemudian membalas pelukan Wira.

"Eh?" Tiba tiba Wira menyadari ada sebuah kalung dengan rantai perak dan sebuah batu hitam mengkilap melingkar di lehernya.

1
Tini Nurhenti
ada yg ngompol gk thor 😄😄🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!