NovelToon NovelToon
Endless Journey: Emperors Of All Time

Endless Journey: Emperors Of All Time

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Fantasi Timur
Popularitas:517
Nilai: 5
Nama Author: Slycle024

Ketika perang abadi Alam atas dan Alam bawah merembes ke dunia fana, keseimbangan runtuh. Dari kekacauan itu lahir energi misterius yang mengubah setiap kehidupan mampu melampaui batas dan mencapai trensedensi sejati.

Hao, seseorang manusia biasa tanpa latar belakang, tanpa keistimewaan, tanpa ingatan masa lalu, dan tumbuh dibawah konsep bertahan hidup sebagai prioritas utama.

Namun usahanya untuk bertahan hidup justru membawanya terjerat dalam konflik tanpa akhirnya. Akankah dia bertahan dan menjadi transeden—sebagai sosok yang melampaui batas penciptaan dan kehancuran?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Slycle024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertarungan

Sore hari, jauh di pusat Hutan Iblis, seekor Longma setinggi dua puluh kaki berlari tergesa-gesa. Nafasnya terengah, kepanikan terasa di setiap langkahnya. Air danau yang semula tenang menjadi bergelombang saat ia menyeberanginya, meninggalkan riak kacau di belakang.

Akhirnya, ia tiba di sebuah pulau sunyi yang dipenuhi aura kehidupan. Di sana seekor Harimau Bersayap Hitam, berbaring diatas sebuah batu besar.

Longma segera menundukkan kepalanya dalam-dalam, tubuhnya bergetar halus,

“Raja… mohon bantuannya,” suaranya berat bercampur resah. “Dua keturunanku tiba-tiba menghilang. Biasanya mereka selalu kembali saat matahari terbenam… tapi kini sudah dua hari mereka tak kembali.”

Harimau Bersayap Hitam membuka matanya perlahan. Kedua bola matanya memancarkan kilau gelap yang membuat udara di sekitar pulau terasa semakin berat. Ia mengepakkan sayapnya sekali, menimbulkan pusaran angin yang membuat pepohonan berderit dan air danau bergetar.

“Longma…kau sudah lama tinggal di hutan ini, seharusnya kau mengerti aturan disini.” Suaranya bergema rendah, penuh tekanan. “Setiap binatang iblis yang lahir di hutan ini selalu mengikuti hukum alam, hanya yang kuat dapat bertahan hidup.”

Longma, seekor kuda naga bertubuh kekar, menggertakkan giginya. Kepalanya semakin menunduk, hatinya tercabik saat merasakan vitalitas salah satu keturunannya melemah, “Raja… mereka masih terlalu—”

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, permukaan danau bergelombang keras. Belasan binatang iblis melangkah di atas air.

Byur! Byur! Byar! Byar! . Setiap pijakan menimbulkan buih putih, cipratan air meloncat ke segala arah, berpadu dengan irama langkah cepat yang memantulkan kegelisahan mereka.

Saat melihat raja mereka berdiri tegak dengan aura mendominasi, semua binatang itu langsung menunduk. Mereka tidak berkata sepatah kata pun, tetapi ketegangan yang mereka bawa jelas terasa.

“Masalah hilangnya keturunan kalian?” tanya Harimau Bersayap Hitam, tatapannya menusuk.

Sontak semua binatang itu mengangguk serempak.

Setelah mengonfirmasi masalah yang mereka hadapi. Ia mulai berkomunikasi dengan Roh Pohon Kuno.

Dalam sekejap, sebuah domain raksasa terbentuk, meluas hingga jutaan kilometer. Pohon-pohon bergerak dan bergoyang-goyang, seakan menari menyambut kehadiran penguasa mereka.

----

Setengah jam berlalu.Roh Pohon Kuno akhirnya menyampaikan informasi yang dibutuhkan, lalu kembali tertidur.

Longma mendongakkan kepalanya, wajahnya penuh cemas. Ia tak dapat menahan diri untuk bertanya, “Apakah itu… para pemburu?”

Harimau Bersayap Hitam membuka matanya. Setelah melihat informasi yang diberikan Roh Pohon, matanya menyipit, tatapan tajamnya seolah menembus ruang.

“Benar. Bukan sekadar pemburu biasa. Mereka bahkan menggunakan racun pelumpuh. Jejak manusia semakin berani dari tahun ke tahun.”

“Biarkan binatang iblis yang baru dewasa membunuh manusia itu. Kalian, selamatkan keturunan masing-masing. Untuk pemimpin mereka… kalian tentukan sendiri.”

Setelah berbicara, ia mengirimkan potongan informasi melalui indra spiritual, memperlihatkan kejadian yang sedang terjadi.

Binatang-binatang iblis itu mulai memahami apa yang terjadi. Dengan hormat, mereka menunduk sekali lagi, lalu pergi untuk menyiapkan pertempuran.

---

Keesokan harinya, sebelum matahari terbit, manusia dan penghuni Hutan Iblis sudah saling berhadapan. Jumlah binatang iblis tampak dua kali lipat dibanding manusia.

Begitu sinar matahari pertama menyentuh pepohonan, pertempuran pun dimulai.

***

Mendengar keributan yang menggema dari dalam hutan, Hao yang masih terhanyut dalam kebingungan perlahan terbangun. Pandangannya tertarik pada sosok kera berlengan empat yang berdiri gagah di atas bukit. Ia pun menghampirinya.

Dari tempat itu, mata Hao menyapu ke arah pertempuran yang kacau di kejauhan. Percikan darah dan jeritan bukanlah hal asing baginya, sehingga ia bertanya dengan nada santai, “Ibu Kera, kenapa mereka bertarung?”

Kera berlengan empat itu menoleh sekilas, suaranya datar, “Hanya pertarungan.” Salah satu tangannya lalu menunjuk ke sebuah bayangan yang bergerak cepat di antara pepohonan, “Lihat, manusia itu sedang mencari sesuatu.”

Hao mencondongkan tubuh sedikit, rasa penasarannya menguat, “Kenapa Ibu tidak ikut bertarung?”

Kera itu terkekeh pelan, lalu berkata dengan nada sinis, “Harimau pemalas itu cukup cerdas. Lihatlah, binatang-binatang iblis yang bertarung kemungkinan besar adalah mereka yang keturunannya diculik.”Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Dengan membiarkan para korban bertindak, secara tidak langsung harimau itu akan mendapat pujian… sekaligus kepercayaan dari mereka.”

Hao mengangguk pelan, meski wajahnya tetap diliputi kebingungan,

“Jadi seperti itu… Ibu Kera, aku masih tidak mengerti. Kenapa selalu ada perselisihan dan kematian… di mana pun berada?

Kera berlengan empat itu menarik napas panjang, lalu berkata pelan,

“Bayangkan kalau ada kehidupan yang lahir, Ia bisa berjalan, bisa melihat, tapi tidak tahu apa-apa. Tubuhnya punya rasa, tapi pikirannya kosong.”

Ia menatap Hao, lalu melanjutkan,

“Kalau perutnya kosong, ia akan merasa ketidaknyamanan. Dia juga belum tahu apa yang harus dilakukan. Apa yang terjadi?”

“Jika tiba-tiba ada buah jatuh di depannya, apa yang akan ia lakukan?”

“Kemungkinan karena dorongan kebutuhan tubuhnya, tanpa sadar ia mengambil, mengamati, lalu memakannya. Setelah itu, perasaan tidak nyaman di perutnya mulai hilang, tubuhnya menjadi bersemangat. Apa yang terjadi selanjutnya?”

Ia tersenyum tipis, “Dari situlah ia mulai belajar. Tubuh merasakan dulu, lalu pikirannya mengerti. Begitulah cara alam membuat setiap makhluk belajar sedikit demi sedikit.”

Hao mengangguk pelan, lalu memberanikan diri bertanya, “Apa hubungannya semua itu dengan perselisihan dan kematian?”

Kera itu menyipitkan mata, suaranya dalam namun tenang, “Kamu pernah melihat serigala memangsa kelinci, bukan?”

Belum sempat Hao menjawab, gurunya melanjutkan,

“Serigala memakan kelinci untuk memenuhi kebutuhan tubuh sekaligus keinginannya. Baik lewat insting maupun pengalaman, serigala itu telah ‘belajar’ bahwa memakan kelinci dapat memuaskannya. Lalu... apa yang terjadi pada kelinci itu?”

“Mati,” jawab Hao cepat. “Kalau begitu, bukankah kelinci itu akan habis?”

Kera itu menghela napas panjang, kemudian berkata dengan tenang,

“Kamu tidak sepenuhnya salah. Namun, setiap makhluk hidup memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelinci, sekali melahirkan, dapat melahirkan banyak anak. Sedangkan makhluk yang kuat, justru sulit memiliki keturunan.”

Ia mengangkat wajahnya, menatap kehidupannya di dunia manusia dengan kesedihan.

“Ingat, kehidupan dan kematian hanyalah sebuah siklus alam. Pertikaian terjadi bukan sekadar karena kebutuhan, tapi juga merupakan cara alam menjaga keseimbangannya.”

Hening sejenak. Hao masih ingin bertanya,

“Cukup,” potongnya tegas. “Jangan bertanya lagi. Yang perlu kamu lakukan hanyalah merasakan... dan belajar.”

Hao menunduk dalam, menerima teguran itu. Angin kembali berhembus, membawa bau darah dan perlahan teriakan mulai mereda.

***

Di tempat lain, setengah jam telah berlalu sejak pertempuran dimulai.

Ledakan!

Seorang manusia terlempar sejauh seratus meter. Debu tebal membumbung, menutup pandangan. Dari balik kabut itu, bayangan hitam bergerak mendekat.

“Bos,” suara serak pria berjubah hitam terdengar, “saya tidak menemukan anak harimau bersayap hitam. Sepertinya harimau itu memang tidak memiliki keturunan.”

Sosok yang dipanggil bos itu terdiam sesaat. Ia menarik napas panjang, wajahnya suram—antara murka dan kecewa. Apakah ia telah ditipu? Ataukah wanita itu sendiri juga korban tipuan?

Akhirnya ia berucap lirih, “Kamu ambil ini,” Ia melempar sebuah token berukir simbol. “Berikan pada asistenku. Katakan padanya untuk menjadi pemimpin.”

Pria berjubah hitam itu terperangah, “Lalu bagaimana denganmu, Bos?”

Sang Bos menggenggam erat tombaknya. Sorot matanya tajam, penuh keteguhan,

“Aku akan terus bertarung. Meskipun yang kubawa kali ini hanyalah benalu, mereka tetaplah anggota kita. Setidaknya… aku harus memberi mereka penghormatan terakhir.”

Pria berjubah hitam itu menunduk, menerima keputusan itu. Ia menggenggam token dengan erat lalu berbalik, menghilang dalam kabut.

Kini hanya tersisa sang Bos dan para anggota yang terluka. Ia menatap mereka, lalu berseru lantang,

“Kalian yang masih hidup, kembali! Bentuk formasi!”

Serentak, para anggota tersisa bergerak. Tubuh mereka penuh luka, tetapi tatapan mereka mantap. Dengan sisa tenaga, mereka membentuk formasi , menyalurkan energi spiritual ke dalam tombak ditangan sang bos.

Dalam sekejap, tombak itu menyala merah menyala. Aura mengerikan meletup keluar, rakus menyedot segalanya—mulai dari energi spiritual, jiwa, bahkan esensi kehidupan penggunanya.

Tubuh mereka menegang, wajah-wajah menjerit dalam bisu, esensi kehidupan mereka terkikis perlahan.

Satu per satu, tubuh mereka menghilang. Aneh, di wajah yang memudar itu muncul senyum samar yang tak bisa dijelaskan.

Sang bos hanya sempat menghela napas terakhir, lalu memejamkan mata. Tubuhnya ikut lenyap, sepenuhnya terserap ke dalam tombak.

Tombak itu kemudian terangkat ke langit, memancarkan cahaya merah pekat. Ia bergetar hebat, menyerap aura spiritual langit dan bumi dalam radius satu kilometer. Tanah bergetar, pepohonan meranggas, rumput layu, hewan-hewan kecil berlarian panik.

Setelah cukup lama, tombak itu meledakkan aura kepunahan. Dingin, kejam, mematikan. Dalam sekejap, ia melesat bagai kilat menuju pusat Hutan Iblis—pusat kehidupan dari hutan.

1
誠也
7-10?
Muhammad Fatih
Gokil!
Jenny Ruiz Pérez
Bagus banget alur ceritanya, tidak monoton dan bikin penasaran.
Rukawasfound
Lucu banget! 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!