NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Dokter Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Transmigrasi / Era Kolonial
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Aruna Prameswari tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah dalam sekejap. Seorang dokter muda abad ke-21 yang penuh idealisme, ia mendadak terhempas ke abad ke-19, masa kelam kolonial Belanda di tanah Jawa. Saat rakyat tercekik oleh sistem tanam paksa, kelaparan, dan penyakit menular, kehadiran Aruna dengan pengetahuan medis modern membuatnya dipandang sebagai penyelamat sekaligus ancaman.

Di mata rakyat kecil, ia adalah cahaya harapan; seorang penyembuh ajaib yang mampu melawan derita. Namun bagi pihak kolonial, Aruna hanyalah alat berharga yang harus dikendalikan.

Pertemuannya dengan Gubernur Jenderal Van der Capellen membuka lembaran baru dalam hidupnya. Sosok pria itu bukan hanya sekedar penguasa, tetapi juga lawan, sekutu, sekaligus seseorang yang perlahan menguji hati Aruna. Dalam dunia asing yang menyesakkan, Aruna harus mencari arti keberadaannya: apakah ia hanya tamu yang tersesat di masa lalu, atau justru takdir membawanya ke sini untuk mengubah sejarah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5. DITERIMA

Mentari siang itu jatuh dengan lembut di atas atap-atap rumah anyaman bambu, menebarkan cahaya keemasan yang menari di sela-sela dedaunan kelapa. Angin bertiup lirih, membawa aroma tanah basah dari sawah yang baru saja dialiri air. Desa Waringin, yang biasanya sunyi dengan kesibukan sederhana, mendadak riuh. Hampir seluruh warga tumpah ruah ke pelataran rumah seorang petani, tempat anak laki-laki yang beberapa hari lalu sakit keras kini telah sadar dan mulai bisa duduk tegak.

Desas-desus tentang kesembuhan anak itu telah menyebar dengan cepat, laksana api yang menjilat kering semak belukar. Baru kemarin sore bocah itu kejang-kejang, tubuhnya panas bagai api, matanya terbalik hingga ibunya meraung meminta pertolongan. Namun kini, bocah itu bisa meneguk air kelapa muda yang disodorkan oleh ibunya dengan tenang. Senyum tipis tersungging di wajahnya yang pucat, membuat semua orang yang menyaksikan seolah tak percaya.

"Maha Baik Gusti ... ini sungguh keajaiban."

Seorang ibu-ibu berbisik sambil mengusap dada.

"Keajaiban ataukah ada tangan penolong di baliknya?" sahut lelaki tua yang mengenakan ikat kepala lusuh.

Nama itu akhirnya muncul dari mulut ke mulut: Aruna.

Mereka sudah melihat sosoknya dua hari ini, seorang gadis muda berkulit putih bersih, wajahnya halus dan asing dibandingkan paras kebanyakan wanita desa yang terbakar matahari. Gerak-geriknya lembut, suaranya tenang, namun penuh keyakinan. Dialah yang pertama kali memegang tangan bocah yang panas membara, lalu mengatur napas anak itu dengan sabar, memberikan ramuan dedaunan yang ia minta dari kebun sekitar, dan menempelkan kompres dari kain bersih yang entah dari mana ia bawa.

Kini, keberadaan Aruna tak bisa lagi diabaikan.

Di pelataran rumah si anak, orang-orang berkumpul. Ada yang jongkok sambil mengunyah sirih, ada yang berdiri dengan tangan bertolak pinggang, ada pula yang sekadar menggendong bayi sambil memerhatikan dari jauh. Suasana penuh bisik-bisik penasaran.

"Siapakah dia, Nyi Ratna? Dari mana datangnya gadis itu?" tanya seorang bapak berusia paruh baya yang matanya tajam namun penuh rasa ingin tahu.

Nyi Ratna, yang sejak pagi tadi sibuk menenangkan ibu si bocah, menoleh dengan senyum samar. Ia sudah menduga pertanyaan semacam ini akan muncul. Ia tak mungkin menceritakan kebenaran bahwa Aruna entah bagaimana muncul dari hutan, dengan pakaian asing, dengan tutur kata yang berbeda. Maka, ia sudah menyiapkan jawaban.

"Aruna itu keluarga jauhku," ujar Nyi Ratna perlahan, seolah mengurai benang kusut. "Dia sejak kecil tinggal jauh di luar tanah Jawa ini. Belajar menjadi tabib, menimba ilmu dari banyak guru. Tapi nasibnya ... ah, kasihan sekali. Orang tuanya ingin menikahkannya dengan seorang pria tua kaya banyak istri, tanpa peduli hati Aruna yang menolak. Maka dia memilih pergi, kabur, mencari tempat yang lebih tenang. Kini ia ingin menetap di sini, di Waringin, bersama kita."

Seketika terdengar seruan simpati.

"Ya Gusti, kasihan sekali gadis secantik itu."

"Masih muda, wajahnya bening, kenapa harus dipaksa menikah dengan lelaki tua?

"Untunglah ia sampai di desa kita. Semoga betah."

Aruna yang berdiri tak jauh dari sana hanya bisa menunduk, wajahnya memerah mendengar kisah yang Nyi Ratna karang. Ada rasa bersalah karena identitasnya dipelintir, tapi sekaligus ia tahu itu perlu untuk melindungi dirinya. Ia tersenyum kecil, berusaha menampilkan kerendahan hati di hadapan tatapan penuh rasa ingin tahu.

Aruna melangkah ke tengah kerumunan. Cahaya mentari jatuh di wajahnya, membuat kulitnya tampak bersinar lembut. Ia merapatkan selendang yang menutupi sebagian kepalanya, berusaha tidak tampak mencolok. Semua mata kini tertuju padanya, membuat jantungnya berdetak cepat.

Dengan suara yang ia atur sehalus mungkin ada sedikit cerita yang harus ia karang akan identitasnya di masa ini, Aruna berkata, "Namaku Aruna. Aku memang belajar mengobati sejak kecil, dan sedikit banyak mendapat ilmu dari pedagang asing yang singgah di pelabuhan, seperti orang Arab, Gujarat, bahkan ada yang dari Tiongkok. Dari mereka aku tahu ramuan, cara menjaga kebersihan, dan cara menolong orang sakit. Aku bukan siapa-siapa, hanya seorang perempuan yang ingin hidup tenang. Jika kalian izinkan aku tinggal di desa ini, aku akan membantu sebisaku, meski kecil, meski tak seberapa, sebagai tanda terima kasih."

Suasana hening sejenak. Lalu terdengar tepuk tangan kecil dari seorang ibu, disusul gumaman setuju. Para lelaki mengangguk-angguk. Anak-anak bersembunyi di balik kaki ibu mereka, sesekali mencuri pandang pada sosok gadis asing itu.

Namun, dari tengah kerumunan, seorang lelaki tua bersuara serak mengingatkan,

"Nduk, ilmu dan niatmu baik. Tapi ingatlah, jangan terlalu mencolok. Jangan sampai mata dan telinga Londo atau Kompeni mendengar tentangmu. Jika mereka tahu ada gadis pintar, cantik, pandai mengobati ... bisa-bisa kau dibawa paksa. Dijadikan gundik, Nyai, atau babu rumah tangga di tangsi. Hidupmu akan hancur. Kami tidak ingin itu menimpa dirimu."

Suara itu membuat suasana seketika berat. Para ibu mengangguk, wajah mereka muram. Kata 'Nyai' terucap lirih, mengandung getir sejarah yang mereka semua pahami. Nyai adalah sebutan untuk perempuan pribumi yang dipaksa atau diperistri secara tidak resmi oleh orang Belanda. Ada pula yang dijadikan babu di rumah-rumah besar, atau dipekerjakan di perkebunan dengan kerja paksa. Semua itu adalah bayangan ngeri yang selalu menghantui perempuan muda desa.

Aruna menelan ludah, lalu mengangguk. "Aku mengerti. Aku akan berhati-hati. Aku tak ingin menarik perhatian siapapun, selain kalian yang kini sudah kuanggap keluarga."

Setelah perkenalan itu, warga mulai lebih berani mendekat. Ada yang menyalami Aruna, ada yang sekadar tersenyum ramah. Seorang ibu membawa sebakul pisang sebagai tanda syukur, memberikannya pada Aruna. Seorang bapak menepuk bahu Nyi Ratna, berterima kasih karena telah menampung 'keluarga jauh' yang begitu berharga.

Aruna lalu memanfaatkan momen itu untuk bertanya, dengan tulus, tentang kehidupan desa.

"Kalau boleh aku tahu," katanya pelan, "bagaimana keadaan kalian sehari-hari? Apakah makanan cukup? Apakah banyak yang sering jatuh sakit?" tanya Aruna sesopan mungkin.

Seorang lelaki kurus dengan mata cekung menjawab, "Makanan ... aduh, sering kurang, Nduk. Sawah kami dipaksa menanam tebu dan kopi. Hasil padi sedikit. Kami harus beli beras dengan harga mahal. Kadang kami makan singkong atau jagung sebagai pengganti."

Seorang ibu menambahkan,

"Banyak anak-anak yang kurus, perutnya buncit. Kalau musim paceklik, ada yang sampai makan tiwul basi atau daun singkong saja."

Aruna mendengarkan dengan hati tercekat. Ia mencatat dalam benaknya gejala malnutrisi yang pernah ia pelajari di masa asalnya.

"Apa tidak ada yang membantu?" tanyanya.

Seorang bapak menghela napas panjang.

"Pemerintah desa juga terjepit. Londo minta upeti, minta hasil bumi. Kalau tidak diserahkan, dipukul, dicambuk. Kepala desa kami hanya bisa tunduk. Kami rakyat kecil ini apa daya."

Aruna menatap mereka satu per satu, matanya berkaca-kaca. Ia ingin menolong, tapi ia tahu tenaganya terbatas. Namun ia tidak boleh diam.

"Kalau begitu," katanya mantap, "setidaknya aku bisa membantu menjaga kesehatan kalian. Aku bisa ajarkan cara merebus air agar bersih, cara membersihkan luka agar tidak bernanah, atau ramuan sederhana untuk batuk dan demam. Kalau tubuh sehat, kalian bisa lebih kuat menghadapi hari-hari berat."

Ucapan itu disambut dengan anggukan dan senyum penuh harapan. Seolah ada secercah cahaya baru yang menyelinap masuk ke hati mereka.

Menjelang sore, kerumunan mulai bubar. Namun nama Aruna kini terpatri di hati warga. Gadis itu bukan lagi orang asing, melainkan bagian dari mereka.

Aruna berdiri di ambang rumah Nyi Ratna, menatap matahari yang condong ke barat. Suara anak-anak bermain masih terdengar, tawa mereka menggema di antara pepohonan. Namun di balik itu, ia tahu penderitaan masih mengintai: kelaparan, kerja paksa, ancaman Belanda.

Ia mengepalkan tangannya pelan, lalu berbisiknya dalam hati, "Jika aku memang ditakdirkan hidup di sini, maka aku akan gunakan seluruh ilmuku untuk menolong mereka. Sekecil apa pun. Aku tak boleh sia-sia."

Nyi Ratna yang berdiri di sampingnya menepuk bahunya. "Mulai hari ini, Nduk, kau bukan lagi orang asing. Kau adalah bagian dari Waringin."

Dan sore itu, di bawah cahaya jingga senja, Desa Waringin menyambut lahirnya harapan baru, dalam wujud seorang gadis bernama Aruna.

1
Jelita S
Kita yg ngontrak ini diam z lh,,,
Archiemorarty: Jomblo gigit jari aja pokoknya mah 🤣
total 1 replies
Jelita S
aku jdi senyum2 sendiri 😍😍
Jelita S
ada jga kompeni yg baik seperti Gubernur satu ini,,,pantesan sampe skg msih banyak orang kita yg menikah sama Belanda kompeni penjajah😄😄😄
Archiemorarty: Van der Capellen aslinya di dunia nyata memang baik, sayang sma pribumi, sampe buatin sekolah khusus buat pribumi agar lebih maju. Sampe dikatain sma pejabat Belanda zaman itu kalau Van der terlalu lemah untuk seorang pemimpin hindia belanda /Grimace/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
cie cie yang mau MP jadi senyum" sendiri 🤣🤭😄
Archiemorarty: Hahahaha.... astaga /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
menjadi melow deh dan jadi baper sama perkataan nya Van Der 😍😭❤❤
Archiemorarty: waktunya romance dulu kita...abis itu panik...abis itu melow...abis itu...ehh..apa lagi ya /Slight/
total 1 replies
Jelita S
gantung z si Concon itu
Archiemorarty: Astaga 🤣
total 1 replies
Jelita S
adakah ramuan pencabut nyawa yg Aruna buat biar tak kasihkan sama si Concon gila itu😂
Archiemorarty: Tinggal cekokin gerusan aer gerusan biji apel aja, sianida alami itu /Slight/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Van Der lucu banget
Archiemorarty: Hahaha /Facepalm/
total 3 replies
gaby
Tukang Fitnah niat mempermalukan tabib, harus di hukum yg mempermalukan jg. Dalam perang sekalipun, Dokter atau tenaga medis tdk boleh di serang.
Archiemorarty: Benar itu, aturan dari zaman dulu banget itu kalau tenaga medis nggak boleh diserang. emang dasar si buntelan itu aja yang dengki /Smug/
total 1 replies
Wulan Sari
semoga membela si Neng yah 🙂
Archiemorarty: Pastinya /Proud/
total 1 replies
gaby
Jeng jeng jeng, Kang Van der siap melawan badai demi membela Neng Aruna/Kiss//Kiss/
Archiemorarty: Sudah siap sedia /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Akhirnya sang pujaan hati datang plisss selamat Aruna 😭😭😭😭
gaby
Aduuh Kang Van der kmanain?? Neng geulisnya di fitnah abis2an ko diem aja, kalo di tinggal kabur Aruna tau rasa kamu jomblo lg. Maria & suaminya mana neh, mreka kan berhutang nyawa sm Aruna, mana gratis lg alias ga dipungut bayaran. Sbg org belanda yg berpendidikan harus tau bakas budi. Jadilah saksi hidup kebaikan Aruna. Kalo ga ada Aruna km dah jadi Duda & kamu Maria pasti skrg dah jadi kunti kolonial/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...sabar sabar /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
plisss up yang banyak
Archiemorarty: Hahaha...jari othor keriting nanti /Facepalm/
total 1 replies
Jelita S
dasar si bandot tua,,,tak kempesin perutnya baru tau rasa kamu kompeni Belanda
Archiemorarty: Hahaha...kempesin aja, rusuh dia soalnya /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
aduh bagaimana Aruna menangani fitnah tersebut
Archiemorarty: Hihihi...ditunggu besok ya /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
seru bangettt, ternyata Van deer romantis juga yaa kan jadi baperrr 😍😍😭😭😭
Archiemorarty: Bapak Gubernur kita diem diem bucin atuh /Chuckle/
total 1 replies
gaby
" Jangan panggil aq lagi dgn sebutan Tuan, tp panggilah dgn sebutan Akang". Asseeek/Facepalm//Facepalm/
Archiemorarty: Asyekkk
total 1 replies
gaby
Akhirnya rasà penasaranku terbayarkan. Smoga Maria & suaminya menyebarluaskan kehebatan & kebaikan Aruna, agar Aruna makin di hormati. Kalo Aruna dah pny alat medis, dia bisa jd dokter terkaya di Batavia, ga ada saingannya kalo urusan bedah. Kalo dah kaya Aruna bisa membeli para budak utk dia latih atau pekerjakan dgn upah layak. Ga sia2 Van der membujang sampe puluhan tahun, ternyata nunggu jodohnya lahir/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...membujang demi doi dateng ya/Proud/
total 1 replies
gaby
Babnya lompat atau gmn thor?? Kayanya kmrn babnya tentang Aruna yg menolong wanita belanda yg namanya Maria, apa kabarnya Maria?? Bagaimana reaksi publik ketika melihat Aruna menyelamatkan pasien sesak napas di tengah2 keramaian pasar. Dan bagaimana respon warga kolonial ketika mendengar kesaksian dr suami Maria yg jd saksi kehebatan Aruna. Ko seolah2 bab kmrn terpotong
Archiemorarty: owalah iya, salah update aku...astaga. maapkan othor... update lagi ngantuk ini. ku ubah ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!