NovelToon NovelToon
Terlahir Kembali Memilih Menikahi Pria Koma

Terlahir Kembali Memilih Menikahi Pria Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Dark Romance / Mengubah Takdir
Popularitas:21.3k
Nilai: 5
Nama Author: Novia na1806

Aruna pernah memiliki segalanya — cinta, sahabat, dan kehidupan yang ia kira sempurna.
Namun segalanya hancur pada malam ketika Andrian, pria yang ia cintai sepenuh hati, menusukkan pisau ke dadanya… sementara Naya, sahabat yang ia percaya, hanya tersenyum puas di balik pengkhianatan itu.

Kematian seharusnya menjadi akhir. Tapi ketika Aruna membuka mata, ia justru terbangun tiga tahun sebelum kematiannya — di saat semuanya belum terjadi. Dunia yang sama, orang-orang yang sama, tapi kali ini hatinya berbeda.

Ia bersumpah: tidak akan jatuh cinta lagi. Tidak akan mempercayai siapa pun lagi.
Namun takdir mempermainkannya ketika ia diminta menjadi istri seorang pria yang sedang koma — Leo Adikara, pewaris keluarga ternama yang hidupnya menggantung di antara hidup dan mati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novia na1806, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 27 -- selama 3 tahun

Tiga hari.

Sudah tiga hari sejak ia menerima kabar bahwa Andrian akhirnya sadar dari kondisi kritisnya — tapi Naya baru datang hari ini. Bukan karena ia tak peduli. Justru sebaliknya. Ia terlalu sibuk… memastikan semuanya tetap berjalan sesuai rencana.

Aku tidak bisa terlihat panik, pikirnya, menatap pantulan dirinya di kaca besar di ujung lorong. Riasannya sempurna: bibir merah mawar, eyeliner tipis yang menegaskan bentuk matanya, dan rambut hitam legam yang diikat rapi.

Setiap detail dari dirinya sudah dipersiapkan — bukan untuk menampilkan kesedihan, tapi kekuatan. Naya Prameswari tidak pernah datang tanpa perhitungan.

Namun begitu ia berdiri di depan pintu kamar VIP 305, jari-jarinya justru terasa dingin. Ada sesuatu yang tidak biasa dalam laporan Darren—eh bukan, dalam laporan yang ia terima dari orang dalam rumah sakit: “Tuan Andrian sudah sadar, tapi perilakunya agak… berbeda.”

Berbeda bagaimana? Tidak ada yang menjelaskan secara rinci. Dan itu membuat Naya gelisah.

Ia menarik napas dalam, menempelkan telapak tangannya di gagang pintu logam dingin, lalu mendorongnya perlahan.

Suara klik kecil terdengar, diikuti aroma khas ruangan pasien yang steril.

Pancaran cahaya putih dari jendela besar membuat seluruh ruang terasa terang, hampir menyilaukan. Di tengah ruangan itu, seorang pria duduk bersandar di tempat tidur, mengenakan baju pasien berwarna abu muda.

Andrian.

Untuk sesaat, waktu seakan berhenti bagi Naya.

Ia menatap wajah yang begitu dikenalnya — rahang tegas, hidung mancung, mata tajam yang dulu selalu membuatnya sulit menolak apa pun yang diinginkan pria itu.

Tapi kini… sesuatu berbeda.

Tatapan itu kosong.

Datar.

Dingin, tapi bukan dingin yang biasa.

Dingin yang… asing.

“Andrian,” Naya memanggil lembut, melangkah mendekat. Suaranya bergetar sedikit, meski ia berusaha terdengar tenang.

“Sayang, kau sudah sadar…”

Andrian menoleh perlahan. Gerakannya kaku, nyaris mekanis. Matanya menatap wajah Naya lama sekali, seolah sedang mencoba mengenali seseorang dari masa lalu yang kabur.

Bibirnya bergerak pelan.

“…siapa kau?”

Kata-kata itu jatuh begitu saja, datar dan tanpa ekspresi.

Tapi bagi Naya, rasanya seperti suara kaca pecah di dalam dada.

Ia tertawa kecil, mencoba menutupi guncangan yang langsung menyergap.

“Haha, lucu sekali. Kau masih bisa bercanda padahal baru sadar. Jangan menakutiku seperti itu, Andrian.”

Namun Andrian tetap menatapnya dengan pandangan kosong, tanpa reaksi sedikit pun. Matanya tidak berisi kehangatan, tidak juga sinis. Hanya… kosong, seperti halaman buku yang baru dibuka dan belum tertulis apa-apa.

“Andrian?” panggil Naya lagi, kali ini lebih hati-hati. “Kau tak mengenaliku?”

Pria itu mengerutkan kening samar. “Nama itu… sepertinya aku mengenalnya. Tapi—” ia berhenti sejenak, menatap tangannya sendiri. “Aku tidak tahu siapa diriku.”

Seketika, dunia di sekitar Naya seperti berputar.

Ia mendekat cepat, menarik kursi dan duduk di samping ranjang. Jemarinya gemetar saat menyentuh punggung tangan Andrian — kulitnya masih hangat, denyut nadinya stabil.

Tapi orang ini… bukan Andrian yang ia kenal.

“Jangan bercanda, Andrian,” ucapnya pelan tapi tegas. “Kau tahu siapa aku. Aku Naya. Naya Prameswari. Kita sudah bersama selama tiga tahun, ingat?”

Andrian menatapnya. Mata itu menelusuri wajahnya pelan-pelan, dari mata, hidung, hingga bibirnya. Tapi yang muncul di sana hanyalah kebingungan.

“Maaf,” katanya perlahan, “aku tidak ingat.”

Naya terdiam.

Kata-kata itu memantul-mantul di kepalanya — aku tidak ingat, aku tidak ingat, aku tidak ingat…

Tidak mungkin.

Tiga tahun hubungan rahasia. Tiga tahun penuh rencana, tipu daya, dan malam panjang di balik bayang-bayang Aruna.

Tiga tahun di mana mereka menertawakan gadis polos itu sambil berbisik di tempat tidur yang sama.

Tiga tahun membangun jalan menuju kekuasaan — memanipulasi, berbohong, mencuri kepercayaan keluarga Surya, semua itu tidak mungkin lenyap begitu saja.

“Kau ingat Surya Corp?” Naya mencoba lagi, suaranya bergetar samar. “Perusahaan tempat kita bekerja? Aruna Surya — gadis itu. Kau ingat dia?”

Andrian mengerutkan dahi. “Surya…? Gadis…?” Ia tampak berpikir keras, lalu perlahan menggeleng. “Tidak. Aku tidak tahu.”

“Tidak mungkin,” bisik Naya lirih. “Tidak mungkin kau lupa.”

Ia menggenggam tangan Andrian lebih erat, seolah bisa menarik ingatannya dengan sentuhan. Tapi Andrian justru menarik tangannya pelan, seakan tersentuh oleh orang asing.

Gerakannya sopan, namun tegas.

“Maaf, Nona,” katanya lembut tapi datar. “Aku tidak tahu siapa kau. Tapi terima kasih sudah datang menjenguk.”

Nada formal itu menusuk telinga Naya lebih dalam dari apa pun. Bibirnya kaku, matanya sedikit membulat, lalu tertawa pelan — suara tawa yang lebih mirip luka tersamarkan.

“Haha… jadi begitu, ya? Lucu juga dunia ini. Aku yang berjuang menunggu kau sadar, malah dianggap orang asing.”

Ia berdiri perlahan, menyembunyikan kegelisahan di balik langkah elegannya. Tapi dalam dadanya, badai sedang berkecamuk hebat.

Semua rencana yang telah ia bangun bersama Andrian — dari perebutan saham keluarga Surya, manipulasi publikasi media, hingga rencana menyingkirkan Aruna untuk selamanya — kini seolah runtuh seperti istana pasir yang disapu ombak.

Ia menatap Andrian lagi, kali ini dengan tatapan penuh analisis. “Mungkin hanya sementara,” gumamnya lirih. “Ya, hanya efek trauma. Kau cuma perlu waktu.”

Namun bahkan saat ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri, bagian terdalam dari hati Naya berbisik: Atau mungkin… seseorang sudah lebih dulu menyentuh ingatanmu.

...----------------...

Setelah satu jam di ruangan itu, Naya akhirnya keluar. Ia menutup pintu pelan, dan berdiri di koridor sambil memijit pelipisnya.

Kepalanya penuh pertanyaan.

Bagaimana mungkin Andrian lupa semuanya? Tidak ada laporan luka kepala serius. Tidak ada indikasi trauma berat yang bisa menghapus memori selektif seperti itu.

Kecuali…

Kecuali jika ada pihak yang menginginkannya lupa.

Ia berjalan perlahan ke arah tangga darurat, mengeluarkan ponselnya, dan menekan satu nomor rahasia.

Suara pria di seberang terdengar dalam. “Sudah kau pastikan?”

“Dia tidak mengenaliku,” jawab Naya cepat, suaranya dingin. “Bukan hanya aku — dia bahkan tak tahu siapa dirinya.”

Hening beberapa detik. Lalu suara di seberang berkata pelan, “Berarti semua file, rencana, dan kode akses yang dipegangnya…”

“—hilang bersama ingatannya,” potong Naya. “Sialan!”

Ia menendang tembok pelan, napasnya memburu. “Kau tahu berapa lama aku membentuknya jadi seperti itu? Tiga tahun! Tiga tahun aku buat dia percaya kalau dunia bisa ia kendalikan. Sekarang dia bahkan tak ingat caranya menatapku.”

“Tenang, Naya. Kalau begitu, kita bisa mulai dari awal.”

“Dari awal?!” Naya tertawa kecil, getir. “Kau pikir gampang? Dia bukan boneka yang bisa kuprogram ulang. Kalau benar-benar hilang ingatan, dia bisa berubah total! Bisa-bisa malah jadi orang yang melawan kita!”

Suara di seberang terdiam.

Lalu, perlahan berkata, “Atau… mungkin ini bukan kecelakaan.”

Naya mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”

“Sebelum kejadian,ada laporan aneh. Salah satu mobil pengawal yang biasa mengantar Andrian ditemukan ditukar komponennya. Dan hanya satu keluarga yang punya akses sedekat itu.”

Naya menegang. “Keluarga Surya?”

“Tidak. Adikara.”

Nama itu membuat darah di wajah Naya seolah menghilang seketika.

Leo Adikara.

Nama yang bahkan hanya disebut saja sudah bisa membuat banyak orang menunduk. Pria misterius yang hampir tidak pernah muncul di publik, tapi kekuasaannya menjangkau lebih luas dari siapapun di dunia bisnis.

“Tidak mungkin…” gumam Naya, nyaris berbisik. “Leo Adikara koma. Selama ini dia—”

“Jangan terlalu yakin soal itu,” potong suara di seberang. “Beberapa laporan mengatakan pria bertopeng yang menyelamatkan Aruna malam itu memiliki ciri tubuh dan gaya menembak yang sama seperti… Tuan Adikara.”

Jantung Naya berdegup keras.

Tidak mungkin. Tidak mungkin Aruna bisa bersekutu dengan keluarga Adikara. Gadis itu bodoh, polos, dan terlalu lembut untuk hal-hal seperti ini.

Tapi tiba-tiba, potongan-potongan kecil mulai muncul di kepalanya — tatapan Aruna yang dulu sering menatapnya dengan senyum lembut, tapi di baliknya ada sesuatu yang tak bisa ia baca. Ucapan-ucapan samar Aruna belakangan sebelum kematiannya:

||“Kau yakin kau benar-benar mengenalku, Naya?”

||“Aku juga bisa belajar berpura-pura, tahu?”

Naya merasakan punggungnya dingin.

“Dengarkan aku baik-baik,” katanya tajam di telepon. “Kita harus pastikan apakah benar keluarga Adikara ikut campur. Aku ingin semua rekaman CCTV rumah Andrian malam itu diperiksa ulang. Jangan biarkan satu detik pun terlewat.”

“Baik, Nona.”

Sambungan terputus. Naya menatap ponselnya lama, sebelum perlahan menyelipkannya kembali ke tas.

Wajahnya kini benar-benar berubah — dingin, tanpa senyum, dan mata yang menyala dengan ketakutan yang disamarkan oleh kemarahan.

“Kalau benar ini ulahmu, Aruna…” ia berbisik pelan. “Kau akan menyesal karena pernah menantangku.”

...----------------...

Sore itu, rumah keluarga Adikara dipenuhi aroma vanilla dan roti panggang. Aruna berdiri di ruang tamu dengan celemek bermotif bunga, pipinya bersemu merah karena sibuk sejak pagi.

“Duh, kenapa debunya nggak habis-habis sih? Padahal aku udah bersihin tiga kali!” gerutunya sambil menepuk-nepuk bantal sofa. “Nanti Mama sama Papa pikir aku nggak becus urus rumah. Tidak! Istri sempurna tidak mengenal kata menyerah pada debu!”

Pelayan di sampingnya hanya menunduk, berusaha keras menahan tawa.

Aruna berlari kecil ke dapur, memeriksa oven. “Roti keju siap! Tinggal teh madu lemon, dan—ASTAGA!” Ia menjerit kecil ketika uap panas keluar begitu pintu oven dibuka.

“Panas banget! Siapa yang nyetel suhunya kayak mau bakar planet Mars, hah?!”

Sambil meringis, Aruna meniup jarinya yang kepanasan. “Sakit… tapi nggak apa-apa! Demi kesan pertama yang manis buat Papa Mama!”

Baru saja ia menata roti di piring, suara bel rumah berbunyi.

“Wah! Itu pasti mereka!!”

Aruna panik, berlari ke depan dengan langkah terburu-buru — dan seperti biasa, plesek!

“Aw! Duh lantainya licin banget! Siapa sih yang ngepel sampai kinclong gini, aku sendiri kan! Ya ampun!” keluhnya sambil mengelus lutut. Pelayan buru-buru menolongnya, tapi Aruna sudah bangkit dengan senyum tegas.

“Tidak apa! Istri tangguh tidak akan tumbang hanya karena licin!”

Begitu pintu dibuka, tampak Ny. Clarissa Adikara dengan senyum lembut dan Tuan Darius yang berdiri tegap di sampingnya.

“Aruna, sayang,” sapa Ny. Clarissa hangat. “Kami pulang.”

“Papa! Mama!” Aruna langsung memeluk mereka, hampir membuat Ny. Clarissa kehilangan keseimbangan. “Astaga, aku senang banget kalian balik! Aku udah siapin teh, roti, dan… hmm… sedikit kekacauan di dapur tapi abaikan itu ya!”

Ny. Clarissa terkekeh kecil. “Kau tidak berubah, Aruna. Masih seceria dulu.”

Tuan Darius hanya menggeleng pelan dengan senyum tipis. “Setidaknya rumah ini terasa hidup lagi.”

“Harus dong, Pa!” sahut Aruna cepat. “Rumah besar kayak gini kalau terlalu sepi bisa bikin stres! Aku sampai ngobrol sama tanaman tiap pagi loh!”

“Tanaman?” ulang Ny. Clarissa, heran tapi geli.

“Iya! Aku kasih nama juga! Yang di balkon namanya Bunga margy—eh, bukan karena aku narsis ya, cuma biar dia semangat tumbuh kayak aku!”

Suasana jadi riuh oleh tawa. Pelayan yang lewat pun ikut tersenyum melihat pemandangan itu.

Setelah mereka duduk di ruang tamu, Aruna sibuk menuangkan teh dengan wajah serius. “Ini teh madu lemon, resep khusus dari YouTube—eh maksudku dari buku herbal kuno.”

Ny. Clarissa menahan tawa. “Dari YouTube juga tidak masalah, sayang.”

Tuan Darius mengangguk. “Yang penting niatnya tulus.”

Aruna tertawa malu, menggaruk kepala. “Hehe, iya Pa, yang penting teh-nya nggak gosong—eh, teh bisa gosong nggak sih?”

Suasana penuh tawa hangat. Untuk sesaat, rumah Adikara terasa seperti tempat paling damai di dunia.

Namun, di tengah kehangatan itu—suara klik halus terdengar dari arah lorong belakang. Seperti suara pintu yang terbuka sendiri.

Aruna menoleh cepat. “Eh? Tadi ada yang denger?”

Semua terdiam sejenak. Pelayan menatap ke arah lorong, tapi tidak ada siapa pun di sana.

Aruna menelan ludah, lalu tersenyum canggung. “Mungkin cuma angin ya… hehe…”

Tapi di balik dinding, jam antik tua berdetik pelan—dan jarumnya bergeser sendiri, mundur satu menit tanpa alasan.

1
Karo Karo
fix ini suaminya Aruna
Karo Karo
meninggalkan jejak sebelum ribuan 🤭
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Mama Mia
panggilan juga tidak konsisten kadang Bu, kadang Ma
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Mama Mia
tadi di depan gaun Naya merah menyala. ddi sini kok berubah jadi krem muda 🤣🤣🤣
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Mama Mia: oh iya kemarin bab 20 retensi nya berapa
total 5 replies
Diana Lely
leo apa liam thor
Novia Na1806: leo,aduh terimasih ya banyak ya udah beri komentar,jadi saya bisa menyadari kesalahan saya dan bisa memperbaiki nya🥰
total 1 replies
sukensri hardiati
aruna kalah langkah sama naya...
sukensri hardiati
naya ni siapa sih.
..kok bisa menggerakkan orang2...
sukensri hardiati
siapa itu thor...?
sukensri hardiati
kata achmad albar...dunia memang panggung sandiwara
sukensri hardiati
permainan mulai berbalik arah....
ZodiacKiller
Wow! 😲
Dr DarkShimo
Jalan cerita hebat.
Novia Na1806: wah terima kasih sudah membaca,jadi senang banget nih ada yang suka karya ku🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!