Tak kunjung memiliki keturunan, Amira terpaksa harus merelakan Suaminya menikah lagi dengan perempuan pilihan Ibu Mertuanya.
Pernikahan Amira dan Dirga yang pada awalnya berjalan harmonis dan bahagia, hancur setelah kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Meski pun aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, tapi tidak ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi Suami, karena pada kenyàtaan nya Surga yang aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain"
Mohon dukungannya untuk karya receh saya, terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 ( Surga Yang Terenggut )
Amira yang tengah melamun, terkejut karena tiba-tiba ada sebuah tangan yang melingkar pada pinggangnya.
"Mas Dirga," ucap Amira ketika membalikan badannya.
"Sayang, kenapa kamu tidak mengangkat telponku?" tanya Dirga dengan lembut.
Amira bukannya menjawab pertanyaan Dirga, tapi Amira balik bertanya kepada Suaminya tersebut.
"Mau apa Mas datang ke sini?"
"Sayang, Mas merindukanmu. Kamu tau sendiri kalau Mas tidak bisa tidur jika tidak memeluk kamu," jawab Dirga dengan mengeratkan pelukannya.
"Tidak seharusnya Mas berada di sini, apalagi malam ini adalah malam yang indah untuk Mas dan Regina. Kembalilah ke Hotel Mas, jangan sampai Mama menyalahkanku karena mengira jika aku berusaha menguasai Mas Dirga," ucap Amira.
"Aku ingin tidur bersama dirimu saja. Boleh kan?" ucap Dirga dengan suara manja.
Amira tersenyum kecut mendengar perkataan Sang Suami, lalu dia melepaskan diri dari pelukan Dirga.
"Mana boleh seperti itu Mas. Mas Dirga dan Regina adalah pengantin baru. Jadi gauli lah Istrimu dengan adil," ucap Amira dengan menahan sesak dalam dadanya.
Dirga merasa bersalah ketika melihat mata Amira yang sembab. Dia tidak berniat menduakan cinta Amira, tapi keadaan yang memaksanya melakukan semua itu.
"Sayang, maafkan Mas. Kamu tau sendiri kalau Mas terpaksa melakukan semua itu demi cinta kita. Nanti jika Regina melahirkan Anak, Anak dia akan menjadi Anak kamu juga," ucap Dirga dengan menangkup kedua pipi Amira.
"Apa Mas yakin semua itu demi kita? Padahal aku berpikir semua itu karena bakti Mas terhadap Mama, apalagi Mas sama sekali tidak menanyakan bagaimana pendapatku terlebih dahulu," ucap Amira.
Dirga terkejut ketika mendengar perkataan Amira. Padahal dia menyetujui permintaan Bu Meri supaya Amira tidak terus-terusan disakiti oleh keluarganya.
"Sayang, kenapa kamu berkata seperti itu? Apa kamu meragukan cinta Mas terhadapmu? Kamu harus tau, selamanya rasa cinta Mas padamu tidak akan pernah berubah," ucap Dirga dengan mata berkaca-kaca.
"Maaf Mas, tapi sekarang aku mulai ragu jika cintamu tidak akan berubah seperti yang kamu katakan. Regina begitu cantik dan lebih muda dariku, jadi wajar saja jika Mas langsung bersedia saat Mama menjodohkan Mas dengan dia," ucap Amira dengan terus menahan sesak dalam dadanya.
"Cukup Amira. Kamu tidak pernah tau seberapa besar perasaan yang aku miliki untukmu," ucap Dirga yang merasa kecewa terhadap Istrinya tersebut.
"Kalau begitu sekarang juga Mas pergi dari sini. Aku mohon jangan membuat aku menjadi Istri durhaka karena melawan Suamiku sendiri. Aku hanyalah manusia biasa yang bisa merasakan sakit dan kecewa," ucap Amira dengan menangis serta menelungkupkan kedua tangannya.
Dirga semakin merasa bersalah melihat Amira menangis. Kemudian Dirga mendekap erat tubuh Amira yang terlihat begitu rapuh.
"Maafkan Mas sayang, karena Mas telah menorehkan luka pada hatimu," ucap Dirga yang akhirnya ikut menangis juga.
Setelah merasa lebih tenang, Amira kembali melepaskan pelukan Dirga. Apalagi Amira harus belajar berbagi Suami dengan Regina yang sudah menjadi madunya.
"Sebaiknya sekarang Mas kembali ke Hotel ya. Kasihan Regina, dia pasti mencari keberadaan Mas."
"Lalu bagaimana dengan kamu? Apa kamu tidak akan mencari Mas?" ucap Dirga dengan menatap lekat wajah cantik Amira.
Aku selalu mencarimu Mas, tapi untuk hari-hari berikutnya, aku tidak akan banyak berharap kamu akan datang, karena pada kenyataannya cinta kamu sudah terbagi, dan Surga yang sebelumnya aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain, ucap Amira dalam hati.
"Mas Dirga harus bersikap adil sesuai syariat. Untuk satu minggu ke depan, Mas Dirga hanya boleh menghabiskan waktu bersama Regina," ucap Amira dengan memaksakan diri untuk tersenyum.
Amira mencoba bersikap setenang mungkin pada saat membicarakannya, padahal sebenarnya jantung Amira bagai diremas-remas oleh tangan yang tak kasat mata. Sakit, sesak, seperti ada batu besar yang mengganjal sehingga dia merasa kesulitan untuk bernapas.
"Tapi Mas hanya ingin bersama kamu sayang," ucap Dirga dengan menciumi wajah Amira.
"Iya, tapi satu minggu lagi," ucap Amira dengan mengelus lembut punggung Suaminya.
Helaan napas kasar terdengar pada bibir Dirga. Rasanya dia tidak rela harus berpisah dengan Amira.
"Sayang, hanya kata maaf yang bisa Mas ucapkan. Maaf jika Mas sudah menorehkan luka pada hatimu. Mas tidak memiliki pilihan lain, apalagi kamu tau sendiri bagaimana sikap Mama. Mas mohon jangan ada yang berubah di antara kita ya, karena rasa yang Mas miliki selalu hanya untukmu," ucap Dirga yang terdengar tulus.
Seandainya kalimat yang di ucapkan Dirga ke luar sebelum dia menikah lagi, mungkin saat ini pipi Amira akan bersemu merah. Namun, sekarang keadaan telah berubah, bahkan Amira tidak yakin bisa mempertahan rumah tangga yang ada selir di dalamnya.
"Iya Mas, aku akan berusaha. Sekarang Mas pergilah, kasihan Regina, dia pasti sudah menunggu Mas Dirga," ucap Amira dengan berusaha mengulas senyum supaya Dirga tidak berat hati meninggalkannya.
Dirga kembali menatap lekat wajah cantik Amira, apalagi dia masih melihat kesedihan pada wajah cantik Istrinya tersebut.
"Kenapa Mas seperti melihat luka di matamu? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Dirga.
Mata Amira berkaca-kaca. Bohong jika dia akan baik-baik saja setelah apa yang dia alami, karena sejatinya tidak akan ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi.
"Aku baik-baik saja Mas. Mungkin aku hanya belum terbiasa berbagi dengan orang lain," jawab Amira dengan terus berusaha menahan sesak dalam dadanya.
"Baiklah, kalau begitu malam ini Mas meminta ijin untuk menggauli Regina. Mas tidak memiliki pilihan lain karena saat ini dia sudah menjadi Istri Mas juga. Jika Mas mengabaikan kamu, Mas akan berbuat dzolim, begitu juga jika Mas mengabaikan Regina. Sayang, tolong bimbing Mas agar menjadi imam yang adil," ucap Dirga dengan terisak, lalu mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya menggunakan jari.
Amira tersentuh mendengar perkataan Suaminya. Dia selalu berharap jika Dirga tidak akan pernah berubah meski pun sekarang raga serta cintanya harus terbagi.
"Mas tidak perlu meminta ijin terhadapku, karena semua itu sudah menjadi kewajiban Mas Dirga sebagai seorang Suami, begitu juga dengan Regina yang berhak mendapatkan cinta dan kasih sayang dari Mas, karena sekarang dia juga sudah menjadi tanggung jawab Mas di Dunia dan Akhirat," ucap Amira dengan tatapan mata teduh.
Kebaikan, kesabaran, serta keta'atan Amira kepada Suami selalu membuat Dirga berkali-kali jatuh cinta terhadap sosok Istrinya tersebut.
"Terimakasih sayang, sekali lagi Mas minta maaf. Mungkin secara fisik Mas sudah terbagi, tapi percayalah, jika hati Mas hanya milik kamu seorang," ucap Dirga dengan mencium kening Amira sebelum pergi.
Amira hanya bisa menatap nanar kepergian Suaminya. Rasanya dia tidak rela melepas kepergian Dirga, tapi dia tidak boleh egois.
Mungkin sekarang hati kamu masih milikku Mas, tapi suatu saat nanti hatimu juga akan terbagi untuk Regina, ucap Amira dalam hati dengan air mata yang kembali menetes membasahi pipinya.
*
*
Bersambung