Setelah enam tahun menjalani hubungan jarak jauh, Raka dan Viola kembali dipertemukan. Namun cinta tak selalu berjalan mulus, mereka harus menghadapi tantangan dan rintangan yang menguji kekuatan cinta mereka.
Apakah cinta mereka akan tetap kuat dan bertahan, ataukah jarak akan kembali memisahkan mereka selamanya?
"Nggak ada yang berubah. Love only for you, Viola. Hanya kamu..." ~Raka.
🍁🍁🍁
Novel ini merupakan Sequel dari novel yang berjudul 'Sumpah, I Love You'. Selamat menyimak dan jangan lupa tinggalkan jejak. 😇😇😇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : LOFY
Malam terang, namun mencekam. Suara tangis Tamara terdengar histeris, begitu memilukan. Dua orang berseragam polisi berdiri di samping Hendra, memegangi kedua lengannya.
Polisi itu membawa surat penangkapan, dengan beberapa barang bukti transferan uang ke rekening pribadi serta kesaksian seorang saksi, mereka ditugaskan untuk membawa Hendra dan menjadikannya sebagai tersangka atas kasus penggelapan uang perusahaan.
"Suami Saya tidak bersalah! Dia tidak mungkin menggelapkan uang perusahaan. ini fitnah!!!"
Salah seorang polisi menjawab. "Maaf, Bu. Kami hanya menjalankan tugas, nanti semuanya bisa dijelaskan dikantor. Tolong kerjasamanya, jangan menghalangi proses berjalannya hukum."
Leo, dengan kedua tangan mengepal dan wajah yang juga sudah banjir air mata ikut bersuara. "Papa Saya sudah bekerja bertahun-tahun di perusahaan itu, tidak mungkin beliau melakukan kecurangan seperti yang dituduhkan! Tolong selidiki sekali lagi sebelum melakukan penangkapan. Saya mohon, Pak."
"Maaf, tapi kami hanya menjalankan tugas." Polisi itu menjawab datar, "Permisi, Mas, Bu. Kami harus membawa tersangka."
Hendra digiring ke arah mobil polisi. Tamara semakin histeris, dia ingin mengejar namun ditahan oleh Leo. Leo menahan bahunya dari samping.
Viola datang, melepaskan gagang koper yang dia pegang saat melihat papanya diapit oleh dua orang pria dengan seragam polisi. Jantungnya berdegup kencang, wajahnya kian tegang dan panik.
"Papa...!" Viola berlari ke arah Hendra, memeluknya sebentar. "Ada apa ini, Pa? Kenapa ada polisi disini? Terus Papa mau dibawa kemana?" tanyanya dengan air mata sudah mulai menggenang.
Dengan wajah penuh air mata Hendra mengusap lembut kepala Viola, berusaha untuk tegar, "Vio, kamu jagain mama dulu ya, Sayang. Papa mau pergi dulu sebentar."
"Pergi?" tanyanya lirih. "Papa mau pergi kemana?! Kita akan jaga mama, tapi bareng-bareng, Pa!"
"Nggak, Sayang." Hendra menggeleng cepat, "Papa harus pergi dulu sebentar, Vio jadi anak yang kuat ya? Maafin Papa."
Hendra diarahkan masuk ke dalam mobil polisi. Salah seorang polisi memegangi lengan Viola saat melihat gadis itu hendak menahan dan mengejar Hendra.
"Lepaskan, Pak! Tolong jangan bawa Papa Saya!" tangisnya pecah, "Papa... Jangan pergi, Pa..."
Beberapa orang hanya melihat, tanpa ada yang berani bertindak. Mereka juga terkejut dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Selama ini Hendra dikenal sebagai sosok yang baik dan ramah, mereka sungguh tidak menyangka jika pria itu akan menjadi tahanan atas tuduhan penggelapan uang.
"Papa...!!! Jangan bawa Papa pergi... Saya mohon..." teriaknya histeris saat melihat mobil yang membawa papanya pergi meninggalkan halaman rumahnya.
Leo berlari menghampiri Viola, memeluknya untuk menenangkan. "Viola, tenang Vio!"
"Nggak Kak! Kenapa mereka bawa papa?!" Viola mendorong tubuh Leo hingga pelukan itu terlepas. "Ini ada apa kak sebenarnya...!!!"
"Kenapa nggak ada yang menghalangi? Kenapa kakak biarin papa dibawa pergi? Kenapa??!"
Viola menoleh ke arah teras rumah, disana Tamara sedang menangis dalam pelukan Alya. Dengan langkah pelan Viola menghampiri mereka. Kedua tangannya mengepal kuat, berusaha menguatkan dirinya sendiri.
"Ma... Ini ada apa?" tanyanya lirih, nada suaranya terdengar sedikit bergetar. "Kenapa mereka membawa Papa?"
Diam... Tamara tak kuasa untuk menjawab, wanita itu begitu terpukul atas apa yang baru saja terjadi. Suaminya ditangkap. Menjadi tahanan.
"Ma! Jawab!" bentaknya. Mulai menangis tergugu.
______
Didalam kamarnya, Viola tengah duduk seorang diri diatas ranjang, memeluk kedua kakinya, membenamkan wajahnya di antara kedua lutut. Isak tangis masih terdengar pelan.
Sudah sejak satu jam dia ada disana tapi tidak ada yang masuk dan menjelaskan padanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kakaknya sedang berusaha menenangkan mamanya dikamar.
Kemarin dia masih bersama Raka, merasakan pelukan hangatnya. Tapi sekarang... Dia merasa sendiri.
"Vio..."
Viola mengangkat wajahnya saat mendengar suara Leo memanggil, matanya sembab. Setelah merapatkan sedikit pintunya Leo berjalan mendekat, duduk di tepian ranjang.
Leo menyentuh kepala adiknya, mengusapnya pelan. "Kamu udah ketemu sama Raka?"
Viola mengangguk. "Sebenarnya apa yang terjadi, Kak? Kenapa Papa sampai dibawa sama polisi?"
Wajahnya menunduk, Leo menghela nafas panjang, "Papa dituduh menggelapkan uang perusahaan, bos papa yang laporin."
"What?" lirihnya, tak percaya. "Papa nggak mungkin ngelakuin itu, Kak. Ini pasti bohong!"
"Kakak juga nggak percaya, Vi. Tapi mereka memiliki beberapa bukti dan saksi, kita bisa apa?"
Viola memiringkan tubuhnya, menghadap kakaknya, "Kak, ayo kita temui bos papa besok. Om Yudhistira nggak mungkin sejahat itu sampai mau ngelaporin papa, ini pasti cuma salah paham aja."
"Itu nggak mungkin," Leo menggeleng pelan. Sebelum Viola datang tadi sebenarnya om Yudhistira sudah ikut datang kerumah bersama dengan para polisi itu, mereka sempat terlibat obrolan yang serius sebelum terjadi adegan penahan. Jelas sekali raut wajah om Yudhistira sangat kecewa tadi, pria itu bahkan pergi setelah menunjukkan bukti dan meminta polisi untuk mengurus sisanya.
"Kenapa, Kak? Kenapa nggak mungkin?" tanyanya cepat. "Kalau kakak nggak mau biar Vio aja yang datang besok. Vio akan temui om Yudhistira dan menjelaskan semuanya."
"Apanya yang mau dijelaskan, Vio? Semua bukti mengarah ke papa, om Yudhistira nggak mungkin mau mencabut tuntutannya begitu saja," Leo menghela nafas berat. "Dan rumah ini..."
"Rumah ini kenapa, Kak?"
"Kemungkinan rumah ini juga akan disita oleh bank. Untuk sementara kamu sama mama tinggal di rumah kakak dulu, ya?" Leo membawa tubuh Viola kedalam dekapannya, membiarkan adiknya itu menangis disana.
"Maafin Kakak ya? Kakak nggak bisa berbuat apa-apa tadi pas papa dibawa. Tapi Kakak janji, Kakak akan selalu jagain kamu dan mama."
Dibalik pintu yang tidak tertutup rapat, sejak tadi Alya mendengarkan pembicaraan kakak dan adik itu. Nafasnya mulai berat. Bukan dia tidak suka jika mama mertua dan adik iparnya ikut tinggal dengan mereka, tapi mereka saja masih hidup pas-pasan. Apa harus ikut direpotkan juga?
...*****...
.covernya kelar juga akhirnya👏👏
aaah bapak nya Raka pasti ini...
pengen sleding si papa 😠😠😠😠😠
so sweet 😍😍😍😍
sosor terus Raka, tunjukan klo di hati kamu hanya Viola satu satu nya...
kalian udah sama sama dewasa bukan anak SMA lagi yang marahan atau ada masalah malah lari...
hadapi bersama sama... apalagi masalah si Arman itu,selagi Raka gak berpindah hati pasti kamu tetap satu satu nya Vio