NovelToon NovelToon
Masa Lalu Pilihan Mertua

Masa Lalu Pilihan Mertua

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Poligami / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Thida_Rak

Aku, Diva, seorang ibu rumah tangga yang telah menikah selama tujuh tahun dengan suamiku, Arman, seorang pegawai negeri di kota kecil. Pernikahan kami seharusnya menjadi tempat aku menemukan kebahagiaan, tetapi bayang-bayang ketidaksetujuan mertua selalu menghantui.

Sejak awal, ibu mertua tidak pernah menerimaku. Baginya, aku bukan menantu idaman, bukan perempuan yang ia pilih untuk anaknya. Setiap hari, sikap dinginnya terasa seperti tembok tinggi yang memisahkanku dari keluarga suamiku.

Aku juga memiliki seorang ipar perempuan, Rina, yang sedang berkuliah di luar kota. Hubunganku dengannya tak seburuk hubunganku dengan mertuaku, tapi jarak membuat kami tak terlalu dekat.

Ketidakberadaan seorang anak dalam rumah tanggaku menjadi bahan perbincangan yang tak pernah habis. Mertuaku selalu mengungkitnya, seakan-akan aku satu-satunya yang harus disalahkan. Aku mulai bertanya-tanya, apakah ini takdirku? Apakah aku harus terus bertahan dalam perni

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thida_Rak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5 Masa Lalu Pilihan Mertua

Setelah Raya pergi, suasana rumah semakin memanas. Ibu Susan tak bisa menerima kenyataan bahwa menantunya berani melawan.

"Gara-gara istrimu, ibu jadi malu!" ucapnya lirih, tapi penuh amarah.

Arman menghela napas panjang. "Lagian, ini juga salah ibu," ucapnya bingung, tak tahu harus memihak siapa.

Ibu Susan semakin tersulut. "Terus, bela saja istrimu yang tidak berguna itu! Bisanya hanya menghabiskan uang suami!" suaranya meninggi, penuh rasa kesal.

Diva, yang sedari tadi mendengar, memilih untuk tidak terpancing emosi. Ia hanya menatap ibu mertuanya dengan ekspresi datar, tak ingin memberi celah untuk perdebatan yang lebih panjang.

Sementara itu, Arman hanya diam. Antara bingung dan lelah, ia tak tahu harus mengatakan apa. Di satu sisi, ia tak ingin menyakiti ibunya. Di sisi lain, ia juga tahu bahwa Diva tak bersalah.

Suasana rumah terasa semakin berat. Sebuah konflik baru telah dimulai.

Seandainya saja ibu tak membawa Raya ke rumah, semua ini tak akan terjadi... ucap Arman lirih, matanya sesekali melirik ke arah Diva yang diam membisu.

Ibu Susan mendengus kesal. "Kalau tahu begini jadinya, ibu tidak akan memilih Diva jadi menantu!" jawabnya ketus, lalu beranjak pergi meninggalkan ruang tamu.

Diva menatap punggung ibu mertuanya tanpa ekspresi, lalu ikut beranjak menuju kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Kini, tinggallah Arman seorang diri. Hatinya diliputi kebingungan. Ia tahu, ibunya dan istrinya tak pernah benar-benar akur, tapi kali ini semuanya terasa lebih rumit. Haruskah ia memihak ibunya atau membela istrinya?

Sementara itu, di dalam kamar, Diva akhirnya membiarkan air matanya jatuh. Selama tujuh tahun, ia menahan perasaan ini bagaimana sikap ibu mertuanya yang selalu merendahkannya, bagaimana ia harus menelan setiap kata-kata pedas tanpa pernah melawan. Terlebih lagi, ia belum juga dikaruniai anak, yang membuat posisinya semakin tersudut.

Namun, ia segera menyeka air matanya. Aku tak boleh terlihat lemah, batinnya. Ia beranjak dari tempat tidur, membersihkan diri, lalu kembali ke kamar tanpa sedikit pun keinginan untuk keluar. Hingga waktu Isya tiba, ia tetap berdiam diri di dalam, membiarkan rasa lelah menguasai tubuh dan batinnya.

Arman hendak beranjak untuk memanggil Diva, namun suara tegas ibunya segera menghentikannya.

"Sudahlah, Man. Diva itu sudah besar, gak usah kamu manja-manjain terus!" ujar Bu Susan sambil tetap menikmati makan malamnya.

Arman menghela napas pelan, lalu kembali duduk. Ia tahu jika membantah, ibunya hanya akan semakin kesal.

Berusaha mencairkan suasana, ia pun berkata, "Bu, minggu depan Arini pulang."

Mendengar itu, wajah Bu Susan langsung berbinar. "Iya, ibu juga sudah rindu sama adikmu. Kalau Diva gak mau bantu beres-beres rumah, yaudah, nanti ibu suruh Arini saja!" katanya dengan nada menyindir.

Arman hanya diam. Di satu sisi, ia ingin membela istrinya, tapi disisi lain, ia juga tak ingin memperkeruh suasana.

Setelah selesai makan malam, Arman masuk ke kamar. Ia melihat Diva sudah tertidur dengan posisi membelakanginya. Semoga besok dia kembali menjadi Diva yang penurut, batinnya.

Namun, yang tak Arman sadari, Diva sebenarnya masih terjaga. Matanya menatap kosong ke arah dinding, pikirannya dipenuhi oleh sikap mertuanya yang semakin hari semakin membuatnya lelah.

Sementara itu…

"Sial!" Raya menggeram kesal. Ia duduk di depan cermin, menatap bayangannya dengan mata penuh ambisi.

"Baru juga ketemu Arman, udah ada aja masalah gara-gara istri kampungnya! Mana pantas sih perempuan seperti itu bersanding dengan Arman? Harusnya dia bersamaku! Aku jauh lebih cocok!"

Senyum tipis tersungging di bibirnya. Kesempatan ini tak boleh disia-siakan. Raya yakin, cepat atau lambat, ia bisa mendapatkan Arman kembali.

Keesokan paginya, Diva bangun seperti biasa dan mulai mengemas rumah. Setelah mencuci pakaian dan memasak, ia segera masuk ke kamar. Kali ini, ia memilih menghindari mertuanya. Biasanya, ia cepat memaafkan, tetapi kali ini rasanya berbeda. Luka yang ditorehkan terlalu dalam.

Arman yang melihatnya tersenyum. Setidaknya, Diva sudah kembali menjalankan rutinitasnya.

“Div, kamu sudah bangun?” tanya Arman.

“Iya, sudah. Aku mau siapkan bajumu dulu, Bang,” jawab Diva santai.

“Baiklah, Abang mandi dulu, ya,” kata Arman sebelum keluar kamar.

Di luar, ia langsung menemui ibunya.

“Ibu sudah bangun?” tanyanya.

“Iya, sudah. Baguslah, ternyata istrimu memang penurut,” ucap Bu Susan puas.

Diva yang mendengar itu hanya tersenyum miris di dalam kamar. Jangan ibu kira aku akan seperti dulu lagi. Aku hanya tak ingin berdosa pada suamiku sendiri. Tapi aku juga harus belajar melawan, terutama ketika ada duri dalam rumah tanggaku. Jika suatu saat suamiku memilih dia, aku akan perlahan mundur.

Tak lama, Arman kembali ke kamar setelah selesai mandi.

“Div, habis ini kita sarapan, ya?” ajaknya.

Diva menggeleng pelan. “Bang, kamu sarapan dulu aja sama ibu. Aku lagi kurang enak badan,” ujarnya.

“Kamu nggak apa-apa?” Arman bertanya ragu.

“Nggak kok, Bang.”

Arman akhirnya keluar kamar. “Bu, yuk kita sarapan.”

“Loh, istrimu mana?” tanya Bu Susan, nada suaranya ketus. “Masih kesal sama ibu, tuh anak?”

“Nggak, Bu. Diva cuma lagi nggak enak badan.”

Diva tetap di dalam kamar saat Arman berpamitan untuk bekerja. Biasanya, Bu Susan akan membiarkannya selama semua pekerjaan rumah sudah selesai. Tetapi kali ini, Diva tidak peduli. Ada sesuatu dalam dirinya yang mulai berubah.

Diva termenung, mencoba mencari jalan untuk memperbaiki hidupnya.

"Kira-kira usaha apa ya yang cocok untuk aku jalankan? Dari dulu aku ingin sekali membuka butik, tapi pasti biayanya tidak sedikit," gumamnya sambil memeriksa saldo rekening lain miliknya. Setelah melihat angka di layar ponsel, ia menghela napas. Belum cukup. Yasudah, mungkin usaha itu harus ditunda dulu.

Diva teringat akan sosok Raya. "Siapa sebenarnya wanita itu? Nanti aku coba cari tahu sebelum bertindak. Untuk sekarang, aku harus berhati-hati," pikirnya.

Selama menikah, Diva tahu semua aset Arman atas nama ibunya. Dulu, hal itu tak pernah ia permasalahkan. Selama nafkah yang diberikan Arman cukup untuknya, Diva merasa tak perlu memperpanjang masalah. Lagi pula, Bu Susan selama ini tidak pernah pelit soal uang, terutama untuk keperluan Diva dan anak bungsunya. Sikap itu membuat Diva bertahan meski kerap mendapat perlakuan tak menyenangkan. Tapi tidak sekarang. Tidak setelah Bu Susan terang-terangan masih mengharapkan orang lain sebagai menantu.

"Sudah lama aku nggak ketemu Kak Dira. Coba nanti aku tanyakan ke Bang Arman, semoga saja aku diizinkan," gumam Diva, mencoba mengalihkan pikirannya.

Diva pun keluar kamar untuk sarapan. Seperti biasa, piring bekas makan ibu mertuanya hanya diletakkan di area cuci piring. Ia tak mengeluh, hanya melanjutkan makan tanpa banyak bicara.

"Div, habis ini kamu istirahat saja," ucap Bu Susan setelah selesai mandi.

Diva hanya mengangguk tanpa berkata sepatah kata pun, memilih untuk menghindari percakapan yang lebih panjang. Biarkan saja. Tidak semua hal perlu direspon.

1
Pudji hegawan
cerita yg bagus
Thida_Rak: Terima kasih kak🙏🏻🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!