Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata
Pagi menjelang, Evan bangun lebih dulu dan tersenyum melihat wanita yang masih terlelap di sebelahnya.
Ia membenarkan selimut sang istri dan mendaratkan kecupan di kening.
Evan tersenyum, hatinya begitu bahagia mengingat penyatuan mereka tadi malam.
Meski tahu Lika melakukan ini karena penipu jelek itu, tapi tetap saja sepanjang bergelut si Malik terus memanggil namanya. Memanggil dengan suara manja dan penuh rengekkan.
Diingatnya juga ia begitu sulit mendobrak tembok pembatas itu. Lika masih perawan yang berarti saat malam itu tidak ada yang terjadi di antara mereka.
Melihat Lika mulai menggeliat, Evan memejamkan mata. Akan berpura-pura masih tidur.
Lika membuka mata dan yang dilihatnya pak tua itu. Ia mulai loading sejenak.
Mulai mengingat saat penyatuan itu dan menelan salivanya dengan kesusahan. Ia sudah menyerahkan diri pada pak tua itu.
'Apa yang sudah ku lakukan?' batin Lika, bisa berpikiran sampai menjual dirinya.
"Kamu sudah bangun?" tanya Evan berbasi basi, ia membuka matanya.
Keduanya saling bertatapan sejenak. Lalu Lika melihat tubuh kotak-kotak itu dan Evan melihat gunung kembar yang menantang.
Mata Lika melihat arah pandangan Evan dan baru menyadari jika asetnya terekspos.
"Om Evan, matamu itu!" pekik Lika kesal sekali. Ia sampai mendorong wajah Evan dan menutup diri dengan selimut.
Jangan ditanya, ia malu bercampur marah.
Lika bangun dan merasakan sakit di daerah intimnya. Kembali mengingat jika saat digrebek dulu, tidak merasakan sakit seperti ini. Berarti saat itu tidak terjadi apapun pada mereka.
Lika akan bangkit dari tempat tidur dan matanya membola sempurna melihat sesuatu di sprei. Ia melihat Evan juga melihat bercak tersebut.
"Ihhh!" Lika kesal sendiri. Ia menarik sprei itu dan mendorong Evan. Setelah itu kabur ke kamar mandi.
"Malik!" panggil Evan kesal. Ia jadi jatuh dari tempat tidur karena dorongan Lika.
Tapi wajah yang tadi kesal jadi terkekeh geli. Si Malik itu makin menggemaskan.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Lika duduk sambil menggerutu. Ia sedang menunggu pak tua itu mandi. Lama sekali.
Lika meraih ponsel dan mencoba menghubungi Boni, tapi nomornya tidak aktif.
Lika juga mengirim pesan, mengatakan jika uangnya sudah ada. Tapi pesannya tidak terkirim juga.
Wanita itu bingung ke mana kekasihnya itu? Ia sudah punya uang untuk membantu Boni.
Lika membuang pandangan saat Evan keluar dari kamar mandi dengan handuk terlilit di pinggang. Juga rambut setengah basah.
Mendadak tubuh Lika mulai panas dingin. Kembali mengingat tadi malam tubuh seksi pak tua itu menyatu dengannya. Bahkan yang di balik handuk itu,
'Astaga, apa yang kupikirkan?' Lika menggerutu dalam hati. Ia malah memikirkan sosis gantung yang meresahkan. Sosis gantung itu begitu nikmat dan membuat melayang terbang bagai ke nirwana.
"Mau sarapan di mana?" tanya Evan yang sudah berpakaian. Dari tadi ia melihat Lika membuang pandangan dengan wajah begitu memerah.
"Terserah om saja lah!" ucap Lika lalu melangkah pergi lebih dulu. Tidak mau melihat wajah Evan.
Rasa gugup, malu, berdebar, salah tingkah bercampur jadi satu.
Evan membukakan pintu mobil dan Lika pun naik. Lalu pria itu naik dari pintu pengemudi.
"Om, uangnya mana?" tanya Lika langsung menagih. Ia sudah menuruti pak tua itu.
"Mau transfer atau cash?" tanya Evan melihat mata itu. Mata yang melihatnya lalu melihat ke arah lain.
"Cash saja!" jawab Lika. Dulu ia berani menatap mata pak tua itu, tapi sekarang kok jadi gugup dan malu.
"Baiklah, nanti aku akan singgah ke bank dulu." ucap Evan. Ia tidak punya uang cash sebanyak itu.
Tak lama, mereka sarapan di sebuah warung. Lika ingin makan nasi goreng dan Evan menuruti.
Seperti biasa, Lika pesan dua porsi. Dua porsi bukan untuk mereka berdua, tapi buat diri sendiri.
Lika merasa perutnya begitu kelaparan, apa mungkin karena tadi malam. Tenaganya terkuras habis.
Evan pun memesan nasi goreng juga. Mereka makan dan tidak bicara.
Sekarang keduanya irit bicara dan sudah jarang berdebat lagi.
Setelah sarapan, Evan singgah ke bank untuk mengambil uang. Lika tidak ikut, hanya menunggu di dalam mobil saja.
Menunggu sambil menelepon dan mengirim pesan pada Boni. Tapi nomor itu tetap tidak aktif.
'Apa dia bunuh diri?' Lika berpikiran begitu. Mungkin saja Boni stress dan mengakhiri hidupnya.
Bugh, suara pintu mobil.
"Ini!" Evan menyerahkan amplop coklat.
Dan Lika menerima sekaligus melihat isinya. Ia sampai terpelongo, uangnya banyak sekali.
Uang hasil menjual diri pada suami. Lika berpikiran begitu, karena ia menganggap Evan suami hanya status saja.
Di perjalanan pulang, Lika terus mencoba menghubungi Boni. Tapi tetap saja nomornya tidak aktif.
Ting, suara notifikasi masuk.
Dengan cepat Lika membuka pesan tersebut. Mungkin saja dari Boni.
Ada video kiriman dari nomor yang tidak dikenal.
Lika menutup mulutnya saat melihat video tersebut. Boni, kekasih tercinta ditangkap polisi.
"Ke-kenapa ini?" tanya Lika tidak mengerti. Boninya bisa ditangkap polisi.
"Kenapa?" tanya Evan dengan wajah polos. Padahal ia tahu hal yang membuat Lika berwajah seperti itu.
"Bo-Boni ditangkap polisi, om."
"Kenapa?" tanya Evan dengan nada seolah bingung. Padahal dalam hati,
'Mampusss!' batin Evan kegirangan.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Lika meminta Evan membawanya ke kantor polisi. Dalam pikirannya menebak jika pemilik mobil yang ditabrak Boni yang melaporkannya.
Tapi ternyata sampai di sana, sangat ramai sekali. Di kantor polisi itu banyak wanita yang datang.
Mata Lika membola saat melihat Boni digiring polisi dengan tangan diborgol dan memakai baju tahanan.
"Saya korbannya juga, pak. Dia menipu saya."
"Aku juga, pak. Boni penipu, hukum dia pak!"
Para wanita-wanita korban penipuan Boni, berbondong-bondong melaporkan pria itu. Ada beberapa yang sampai melempari Boni dengan telur busuk.
Di kantor polisi itu tampak kisruh sekali dan polisi segera membawa masuk tahanan tersebut.
Lika tampak bingung, kenapa Boni penipu?
"Kenapa ya, kak?" tanya Lika ingin tahu. Bertanya pada beberapa wanita.
"Kamu korbannya Boni juga?" tanya mereka.
"Maksudnya?" Lika tidak mengerti.
"Si Boni itu penipu. Kami semua ini korbannya. Kami dijanjikan akan menikah dengannya!"
"Benar, dan setiap bulan ia meminta untuk menyetor uang sebagai tabungan untuk pernikahan!"
"Aku selalu transfer 5 juta tiap bulan. Bodohnya aku begitu percaya padanya!"
"Aku 10 juta tiap bulan dan janjinya dalam waktu 3 tahun dia akan menikahiku!"
"Aku juga dijanjikan dalam 2 tahun akan menikah!
"Dia penipu, semua wanita yang menjadi kekasihnya dijanjikan seperti itu!"
"Boni sudah menipu kami semua!"
Lika terkejut mendengar ucapan wanita-wanita itu. Boninya itu penipu. Ternyata semua omongan manisnya itu hanya dusta dan ada maksud lain.
"Kamu tidak apa?" tanya Evan yang jadi khawatir.
Lika memegang kepala yang mendadak pusing dan,
"Malik! Malika!"
Wanita yang shock berat itu pun pingsan.
.
.
.
koq aki gemes banget ya 🤣🤣🤣🫣
semangat Om Evan membuat Lika cinta sama kamu 😁
bohong pasti akan km tutup kebohongan yg lain akan sikap Malik g akan dewasa" malik.