'Apa dia bilang? Dia ingin aku jadi Sugar Baby?.' Gumam Sheilla Allenna Arexa
"Maaf?!." Sheilla mengernyitkan dahinya, bingung sekaligus tak mengerti. "Mengapa aku harus menjadi Sugar Baby mu?." Tanyanya dengan nada bicaranya yang sedikit keras.
Sean memijat rahang tegasnya sembari tetap menatap ke arah Sheilla dengan seringain kecil di bibir pria itu.
"Bagaimana menurutmu?." Tanya Sean pada Sheilla. "Apa kamu tidak tau apa kegunaan Sugar Baby dalam konteks ini? Sudah ku jelaskan dan bukankah kamu sudah dewasa?."
Kemarahan melonjak dalam diri Sheilla dan wajahnya memerah karena begitu marah.
"Sudah ku bilang, AKU BUKAN P--"
**
Sheilla Allenna Arexa adalah gadis biasa yang mendapati jika dirinya tiba-tiba terjerat dengan seorang bos mafia yang kejam karena hutang dari sepupunya sebesar 5 juta Dollar. Untuk menyelamatkan keluarganya dan juga membalas budi mereka karena telah merawatnya, Sheilla terpaksa menyetujui kontrak menjadi budak dengan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Sheilla merasa malu karena bermimpi c4bul tentang Sean.
Sheilla menyadari bahwa dalam mimpinya dirinya begitu menikmati berada dalam pelukan Sean. Ia ingat dengan jelas bagaimana rasanya disentuh oleh Sean. Rasanya begitu nyata.
Pelukan Sean memberinya rasa keakraban. Seolah-olah dia memang pantas berada di sana.
Sean berbahaya, dunianya gelap dan berdarah, tetapi tidak dapat disangkal bahwa Sheilla tertarik pada Sean seperti lebah yang tertarik pada serbuk sari.
Kenyataannya, Sean sudah melekat di benaknya. Saat Sheilla berpikir bahwa Sean bisa bersama dengan wanita lain, pikirannya jadi terganggu.
Meskipun ada kemungkinan bahwa Sean tidak mencintainya, Sheilla tetap ingin melihat Sean. Sheilla ingin berada dalam pelukan Sean lagi. Memeluk pria itu dengan erat dan tidak ingin melepaskannya.
***
Sheilla membersihkan dirinya dan mengenakan celana jins biru serta kaus tank top abu-abu. Ia melihat pantulan dirinya di cermin sembari memikirkan apa yang mungkin Sean lakukan saat ini.
'Apakah dia masih bersama wanita itu?'
Hatinya sangat sakit dan tertekan memikirkan Sean masih menghibur wanita lain.
"Apakah kamu sudah siap?"
Suara Nina yang bersemangat menyadarkan Sheilla dari lamunannya. Sheilla telah meminta Nina untuk menemaninya pergi ke klub agar ia bisa melihat apa yang sedang Sean lakukan saat ini.
"Ya, aku siap. Ayo berangkat." Sheilla menatap Nina dan tersenyum. "Kamu tampak cantik."
Nina telah berusaha berdandan hari ini karena dia mengantisipasi pertemuan pertama dengan Diego. Mereka terus mengobrol melalui pesan teks dan begadang sepanjang malam untuk saling menggoda. Sekarang dia tidak sabar untuk bertemu dengan Diego
Pria yang dia taksir.
"Terima kasih, Sheilla. Apa kamu tidak merasa ini terlalu berlebihan?." Tanya Sheilla menunduk melihat gaun hitamnya yang ketat dan seksi. Gaun itu menonjolkan lekuk tubuhnya dan memiliki garis leher yang rendah yang memperlihatkan belahan dadanya.
"Tidak, kamu terlihat menawan dan cantik." Puji Sheilla dengan tulus. Ia menunduk melihat pakaian kasualnya dan merasa pakaian itu terlalu polos. Namun, itu tidak masalah karena ia hanya akan memata-matai Sean.
Sheilla belum memiliki keberanian untuk menghadapinya secara langsung.
Sheilla dan Nina, mereka berangkat dengan menaiki taksi dan pergi ke klub.
Sheilla ingin menyelinap masuk tanpa diketahui. Ia hendak turun dari mobil, tetapi melihat Diego meninggalkan klub dengan membawa sebuah kotak.
Rasa penasaran muncul dalam dirinya. 'Ke mana dia pergi?'
"Ikuti orang itu." Katanya pada sopir dan Nina mengalihkan perhatiannya pada pria yang ditunjuk Sheilla.
Nina memperhatikan bahwa pria itu tampan dan rambutnya yang hitam membuatnya menonjol. Ciri-cirinya sesuai dengan deskripsi Sheilla tentang Diego.
Matanya berbinar. "Apa itu?"
"Ya, dia Diego. Tapi mau kemana dia?." Sheilla menganggukkan kepala, sembari mengernyitkan dahinya, tatapan matanya tetap fokus pada Diego.
Nina menatap Diego dengan pandangan melamun saat pria itu sedang berjalan menuju mobilnya. Diego mengenakan kaus hijau sage dengan celana jins hitam dan rambut hitamnya disisir ke belakang. Dia juga memiliki rahang tegas yang membuat penampilannya terlihat menawan dan lebih jantan.
"Dia sempurna." Nina tersenyum, jantungnya berdebar tak menentu.
Sementara Sheilla terkekeh melihat ekspresi kasmaran di wajah sahabatnya. "Kamu akan menemuinya, tapi tidak hari ini. Aku ingin melihat ke mana dia akan pergi." Katanya.
Diego berkendara ke lingkungan kelas bawah.
Sheilla dan Nina terus mengikutinya secara diam-diam saat mobil Diego memasuki komunitas dan berhenti di luar sebuah rumah kecil. Mereka bersembunyi di sudut dan menguping pembicaraan antara Diego dan seorang pria yang keluar dari rumah itu.
"Atasan ku, mengirim ku untuk menyampaikan belasungkawa. Kami tahu tidak ada uang yang dapat mengembalikan nyawa putra mu, tapi kami harap ini dapat sedikit menghibur mu." Diego membungkuk pada laki-laki yang matanya berkaca-kaca.
"Anda tidak perlu memberi kami uang. Kami hanya sedih karena tidak dapat melihat anak kami di hari-hari terakhirnya."
Mata Sheilla terbelalak saat mendengar percakapan antara keduanya. Ia mengira anak yang di maksud dalam percakapan mereka adalah anak jalanan itu, tetapi mungkin saja ia memang sudah sejauh itu dengan teman-temannya.
Sheilla bahkan lebih terkejut lagi Karena Diego telah melacak orang tua anak kecil itu dan bahkan datang untuk memberi mereka ganti rugi. Ia mengira mereka baru saja membuang jasad anak kecil itu begitu saja dan menganggapnya sebagai korban tambahan.
"Kami sangat menyesal. Aku titipkan ini pada mu." Diego kembali membungkuk dan meninggalkan kotak itu di tanah.
Sheilla menunjukkan dirinya pada saat Diego mulai berjalan kembali ke mobilnya.
Diego mengerutkan keningnya saat melihat kedatangan Sheilla yang begitu tiba-tiba. "Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Aku mengikutimu. Kenapa kamu memberi uang pada pria itu?" tanyanya, tetapi perhatian Diego teralih ke wanita di belakangnya dan dia merasa kagum.
“Nina?”
Nina tersipu dan melangkah maju. "Ya... Aku Nina. Senang akhirnya bisa bertemu denganmu."
Diego mengamati tubuh Nina. Tubuhnya sempurna. Seperti yang dibayangkannya saat mendengar suaranya yang merdu. Rambut merahnya disanggul dan wajahnya yang bulat dan cantik dipoles riasan. Bola matanya yang hijau kecokelatan menonjol dan sangat cocok dengan warna rambutnya.
"Senang sekali bisa bertemu denganmu." Katanya sambil menelan salivanya. Dia sangat mempesona.
"Diego, aku bertanya padamu." Kata Sheilla dengan tidak sabar, menyela momen singkat mereka, karena Sheilla ingin memastikan sesuatu.
Seperti yang diduga, Diego memberitahunya apa yang dicurigainya.
"Sean meminta ku untuk mencari orang tua anak itu dan meminta maaf kepada mereka. Kamu sudah salah paham padanya. Pria yang kamu minta dibebaskan itu adalah orang yang sangat jahat dan dia melakukan banyak kejahatan. Sean melepaskannya hanya karena dia ingin melindungi kepolosanmu, tetapi dia mengirim seseorang untuk melacak orang itu dan melindungi mu secara diam-diam. Kami hanya tidak mengantisipasi bahwa dia akan bisa melarikan diri dari orang-orang kami. Jika tidak ada yang melindungi mu malam itu ketika dia muncul, kamu pasti sudah diculik."
Diego menatap Sheilla dan memperhatikan reaksinya. Ketika Diego melihat ekspresi bingung di wajah Sheilla, ia kembali buka suara. "Kematian anak itu adalah kecelakaan. Sean tidak bisa disalahkan."
Rasa bersalah membuncah dalam diri Sheilla. Ia benar-benar salah menilai Sean. Sean menjalani hidupnya dengan berbahaya, tetapi pria itu tidak dengan sengaja berencana untuk membuat berjanji kencan makan malam bersama nya. Sheilla pikir mungkin Sean benar-benar ingin berkencan dengannya
Saat itulah dia baru teringat makan malam dengan cahaya lilin yang telah disiapkan pria itu untuknya.
Hari itu, saat melihat pemandangan yang indah, Sheilla tidak bisa menikmatinya karena merasa dizalimi. Namun, jika dipikir-pikir sekarang, Sean benar-benar romantis melakukan hal seperti itu untuknya.
Sheilla teringat senyum di wajah pria itu saat melihatnya dan bagaimana wajahnya berubah saat melihat darah di tubuhnya. Sean tampak khawatir.
Kehangatan menjalar ke seluruh tubuh Sheilla dan menetap di hatinya. 'Aku salah paham padanya'. Kata Sheilla dalam hati sembari menggigit bibir bawahnya.
Apa yang harus ia lakukan sekarang? Dari apa yang terlihat, Sean tidak ingin berhubungan dengannya. Kalau tidak, mengapa dia memperlakukannya dengan kasar saat dia pergi ke kantornya kemarin?
Nina menyenggol Sheilla dengan lengannya. "Kau lihat? Sudah kubilang Sean tidak jahat. Karena kamu salah, kamu harus mengambil inisiatif kali ini."
Sheilla mendesah. "Mm-hm, kamu benar. Aku akan menemuinya sekarang."
"Sean tidak ada di kantor." Kata Diego kepada Sheilla saat melihat gadis itu hendak pergi. "Dia sedang menghadiri suatu acara dan tidak akan kembali sampai larut malam."
“Kalau begitu aku akan menunggunya di rumah besar." Kata Sheilla penuh tekad.
Diego tersenyum dan mengangguk. "Tidak apa-apa juga." Dia kemudian menoleh ke arah Nina dan menatap matanya. "Bagaimana kalau minum bersamaku, Nina?"
Nina tersipu dan tersenyum lebar. "Aku suka itu."
Sheilla menatap temannya yang matanya berbinar saat berbicara dengan Diego. Dia tersenyum penuh pengertian dan pamit. "Kalau begitu, aku akan meninggalkan kalian berdua. Aku tidak ingin menjadi orang ketiga."
"Kamu yakin? Kita bisa minum dulu sebelum kamu pergi. Aku yakin kamu akan bosan menunggu Sean." Kata Nina dengan ekspresi khawatir. Ia bersemangat untuk menghabiskan waktu bersama Diego, tetapi ia tidak ingin meninggalkan temannya sendirian.
Sembari menggelengkan kepalanya, Sheilla tersenyum pada Nina. "Aku akan baik-baik saja. Aku harus melakukan sesuatu sebelum Sean kembali."
Wajahnya memerah saat mengatakan ini dan Nina punya firasat tentang apa yang Sheilla ingin lakukan. Dia terkekeh dan mendekatkan diri ke telinga Sheilla, berbisik. "Ingat apa yang kita bahas tadi pagi. Kalau kamu cukup agresif, dia tidak akan bisa menolak."
Diego tidak menyadari apa yang mereka berdua bicarakan. Dia menunggu dengan sabar dan memanggil taksi untuk Sheilla.
Dan kemudian Diego sendirian pergi ke restoran bersama Nina di mana mereka bisa minum dan mungkin makan siang sambil saling mengenal lebih jauh.
Dia tidak pernah menyangka akan cukup beruntung untuk bertemu seseorang yang sama seperti dirinya. Tidak perlu bertele-tele dan langsung ke intinya saja.
Sambil berjalan ke sisi lain mobil, Diego membukakan pintu untuk Nina. "Aku ingin berkencan denganmu, Nina."
Nina tersipu, menatap restoran mewah itu dengan kagum. Ia menatap tangan Diego yang terulur untuk membantunya keluar dari mobil. Hatinya berdesir. 'Dia pria yang sopan dan romantis.' Pikir Nina dalam benaknya.
Alih-alih memegang tangannya, Nina menarik kemeja Diego dan menariknya ke bawah sehingga kepala pria itu masuk di dalam mobil. Dan tanpa malu atau pun merasa ragu, Nina lalu mencium bibir Diego.
Diego membelalakkan matanya. Jantungnya berdebar kencang di dadanya. Hanya butuh beberapa saat baginya untuk tersadar dari keterkejutan nya. Tetapi kemudian, dia mengambil kendali dan memperdalam ciuman mereka. Saat bibir mereka berpisah, mereka berdua terengah-engah karena ketegangan seksual di antara mereka meningkat.
Nina menundukkan pandangannya ke arah bibir Sean. Sensasi geli menjalar di dalam hatinya. "Bagaimana kalau kita lewatkan kencan itu dan melakukan sesuatu yang lebih menyenangkan? Katanya dengan nada menggoda.
Jakun Diego bergerak naik turun. Ia masih mencoba menikmati rasa ciuman manis yang baru saja mereka bagi. "Apa yang ada dalam pikiranmu?"
Nina menyeringai dan meraih bagian depan celana Diego dan memijat batangnya yang membesar. "Sesuatu yang juga ada dalam pikiranmu."
Mata Diego berubah sedikit lebih gelap saat ia terangsang oleh godaan Nina. "Kamu gadis yang benar-benar liar. Aku akan membawamu ke tempatku."
Kilatan melintas di mata Nina, senyum nakal tersungging di bibirnya. "Sekarang kita mulai."
***
Sementara itu, Sheilla baru saja tiba di mansion megah Sean sambil membawa barang-barang yang dibelinya di toko dewasa. Wajahnya memerah. Meski malu, ia tetap bertekad untuk menyerahkan dirinya kepada Sean malam ini juga.