Bercerita seorang yang dahulu di beri julukan sebagai Dewa Pengetahuan dimana di suatu saat dirinya dihianati oleh muridnya dan akhirnya harus berinkarnasi, ini merupakan cerita perjalanan Feng Nan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anonim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4: Murid Sekte Teratai Bambu
Seekor Ular raksasa, menatap tajam kepada tiga manusia di depannya, terlihat dua taring tajam dari mulutnya, tampa aba-aba ular itu melesat kepada ketiga manusia di depannya.
"Menghindar..."ucap Wanita itu segera meloncat ke samping menghindari serangan ular itu.
Wanita itu bergerak cepat ke samping, tubuhnya melayang ringan seperti daun yang jatuh tertiup angin. Serangan ular raksasa meleset tipis, menciptakan suara menghentak saat moncongnya menghantam tanah. Getaran akibat benturan itu terasa hingga beberapa meter, membuat gadis kecil bernama Ming Ming terjatuh dan menangis pelan.
“Tenang, Ming Ming! Tetap di belakangku!” seru wanita itu, memegang erat pedangnya.
Ular raksasa itu berbalik dengan cepat, sisiknya yang mengilap memantulkan cahaya matahari pagi. Matanya yang merah menyala penuh dengan kebencian, seperti predator yang takkan berhenti hingga mangsanya tak bernyawa. Sementara itu, pemuda yang tadi cemas kini berdiri gemetar sambil menggenggam senjata tombaknya.
Dari atas dahan pohon, Feng Nan memandang mereka dengan ekspresi datar. Bukan karena ia tak peduli, melainkan karena ia ingin mengamati lebih lama. Di matanya, kejadian ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Ia telah menyaksikan banyak pertarungan hidup dan mati selama lima tahun terakhir.
Namun, wanita itu menarik perhatiannya. Bukan karena kecantikannya, melainkan karena keberaniannya. Feng Nan bisa melihat bahwa teknik bertarungnya masih mentah, tetapi tekad yang ia miliki lebih dari cukup untuk membuatnya berdiri tegak di depan binatang buas seperti itu.
“Menarik,” gumam Feng Nan sambil menyandarkan punggungnya pada batang pohon.
Serangan kedua ular itu datang lebih cepat, menyapu horizontal dengan ekornya yang besar. Wanita itu melompat mundur dengan cekatan, tetapi pemuda di sampingnya terlalu lambat. Ekornya menghantam pemuda itu hingga terpental beberapa meter, menabrak pohon dengan suara “braak!” yang keras. Pemuda itu tak sadarkan diri.
“Kakak!” teriak Ming Ming, berlari ke arah tubuh pemuda yang terkapar.
“Ming Ming, jangan!” seru wanita itu dengan panik.
Namun, Ming Ming tak mendengar. Gadis kecil itu hanya terpaku pada kakaknya yang tergeletak tak bergerak. Mata ular raksasa itu langsung tertuju padanya, lidah bercabangnya keluar masuk dengan cepat, seolah-olah mengecap udara untuk mengunci keberadaan mangsanya.
Wanita itu melompat ke depan, mencoba mengalihkan perhatian ular tersebut. Dengan suara lantang, ia berteriak, “Hei, lawan aku!” Pedangnya berkilat, menyerang langsung ke arah mata ular.
Namun, serangan itu meleset. Ular itu menghindar dengan mudah, ekornya bergerak kembali untuk menyerang. Wanita itu berusaha menghindar, tetapi keseimbangannya terganggu, dan ia jatuh tersungkur. Sebelum ia sempat bangkit, ular itu membuka mulutnya lebar-lebar, siap menerkam.
“Hentikan,” suara dingin menggema dari arah pohon.
Ular itu berhenti sesaat, kepalanya menoleh ke sumber suara. Dari atas dahan, Feng Nan berdiri dengan tenang, satu tangan memegang pedangnya. Sorot matanya yang tajam membuat binatang buas itu ragu untuk menyerang.
Dengan langkah ringan, Feng Nan melompat turun dari pohon, mendarat di tanah tanpa suara. Ia berjalan perlahan menuju ular raksasa itu, seolah-olah makhluk besar tersebut hanyalah ancaman kecil baginya. Wanita itu memandang Feng Nan dengan mata terbelalak, antara bingung dan kagum.
“Siapa kau?” tanyanya dengan suara gemetar.
Feng Nan tidak menjawab. Ia hanya melirik wanita itu sekilas sebelum kembali memusatkan perhatiannya pada ular raksasa di depannya.
“Pergi, atau aku akan memenggal kepalamu,” kata Feng Nan dengan tenang, suaranya penuh keyakinan.
Ular itu menggeram pelan, tubuhnya melingkar, siap menyerang. Namun, sebelum makhluk itu sempat bergerak, Feng Nan sudah mengayunkan pedangnya. Kilatan merah menyala keluar dari bilah pedang sederhana itu, membelah udara dengan kecepatan luar biasa.
“Swish!”
Dalam sekejap, kepala ular itu terpisah dari tubuhnya, jatuh ke tanah dengan suara berat. Darah hitam pekat mengalir deras dari lehernya yang terpotong, membasahi tanah di sekitarnya. Tubuh ular yang besar itu berkelojotan sebentar sebelum akhirnya berhenti bergerak.
Wanita itu tertegun. Ia belum pernah melihat serangan secepat dan sebersih itu. Bahkan teknik para pendekar dari sekte besar pun rasanya tidak sebanding dengan apa yang baru saja ia saksikan.
“Terima kasih...” ucapnya dengan suara pelan, masih mencoba mencerna apa yang terjadi.
Feng Nan menyarungkan pedangnya kembali. Tanpa berkata apa-apa, ia berjalan menuju tubuh pemuda yang tergeletak. Ia meraba nadi pemuda itu sejenak, kemudian mengangguk pelan.
“Dia masih hidup. Tapi kalian seharusnya tidak ada di sini,” katanya sambil berdiri kembali.
Wanita itu tampak ragu sejenak sebelum menjawab, “Kami sedang mencari ramuan langka untuk menyembuhkan guru kami yang sakit parah. Kami tidak punya pilihan selain mengambil risiko masuk ke hutan ini, dan kebetulan ramuan itu di jaga oleh Ular Mata Elang.”
Feng Nan mendengus kecil. “Hutan ini bukan tempat untuk kalian. Jika kalian terus bertahan di sini tanpa kemampuan yang memadai, kalian hanya akan mati sia-sia, aku sarankan kau segera kembali, dengan tingkat kalian sekarang hanya kematian yang menanti.”
Wanita itu menunduk, merasa malu. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa lagi. Sebaliknya, Ming Ming berlari mendekati Feng Nan dan memandangnya dengan mata besar penuh rasa ingin tahu.
“Kakak, siapa kau? Apakah kau seorang pendekar hebat?” tanyanya polos.
Feng Nan tersenyum tipis, menepuk kepala gadis kecil itu. “Aku hanya seorang pengembara. Tidak lebih, tidak kurang.”
Setelah itu, Feng Nan berbalik, berniat meninggalkan mereka. Namun, wanita itu tiba-tiba berkata, “Tunggu! Setidaknya, beri tahu kami namamu.”
Feng Nan berhenti sejenak. Tanpa menoleh, ia menjawab, “Feng Nan.” Lalu, dengan langkah ringan, ia menghilang ke dalam hutan, meninggalkan mereka bertiga dalam keheningan.
Wanita itu menatap ke arah Feng Nan menghilang, bibirnya bergerak pelan, mengulang nama itu dalam hati. Ia tahu bahwa pertemuan ini bukanlah sesuatu yang kebetulan. Ada sesuatu yang luar biasa tentang pria itu, sesuatu yang mungkin akan mengubah takdir mereka di masa depan.
"Kakak Lu, Kakak tadi sangat tampan,"ucap Mei Mei tersenyum malu.
Wanita yang di panggil Lu itu, hanya terawa kecil dan melihat dimana arah Feng Nan menghilang, kemudian dengan cepat dirinya mengeluarkan sebuah pil dari sakunya dan segera dia masukan kedalam mulut pemuda yang terbaring pingsan.
"Hu...., untung hanya beberapa luka kecil,"ucap Wanita itu tenang setelah memeriksa keadaan pemuda itu.
"kita segera kembali kita juga sudah mendapatkan ramuan untuk guru,"ucap Wanita itu mengendong pemuda di punggungnya.
Disisi lain tepatnya Feng Nan berada terlihat dia sedang melihat seekor Harimau putih tepat di depanya dengan keadaan sudah mati, terlihat jelas bekas cakaran hewan raksasa di sana, disisi lain mayat harimau itu terlihat beruang raksasa berukuran empat meter yang sudah mati.
"Ini keberuntunganku, aku tak menyangka akan bertemu mayat Binatang Iblis Tahap Inti Emas Menenggah,"ucap Feng Nan dan segera mengeluarkan pedang dari cincin ruangnya.
Namun tepat saat akan memotong perut Binatang Iblis itu untuk di ambil intinya, Feng Nan di kejutkan oleh geraman sesuatu di belakangnya.
Raur..
Perlahan Feng Nan melihat apa yang di belakangnya tepat di belakangnya dia melihat seekor harimau putih kecil yang marah saat melihat Feng Nan.
"Hmm, teman kecil.."ucap Feng Nan tiba-tiba memunculkan makanan di tanganya.
Raur..
Ucap harimau itu memiringkan kepalanya, dan perlahan mendekati Feng Nan, Feng Nan yang melihatnya tahu jika harimau ini sepertinya anak dari Harimau di depanya.
"Hmm, teman kecil sepertinya kau sendirian sekarang, apa kau mau ikut bersamaku,"ucap Feng Nan dengan senyum kecil kepada harimau kecil itu.
Raur..
Seperti mengerti ucapan Feng Nan harimau itu dengan senang mengelus-elus kepalanya di tangan Feng Nan.
"Hmmm, aku sepertinya harus memberimu nama, kalau seperti itu kau akan ku beri nama Hia Bei,"ucap Feng Nan.
Raur.....
"Hahahaha, Bei kecil sepertinya waktunya kita pulang,"Ucap Feng Nan.