“Menikahlah denganku, lahirkan keturunanku, dan aku akan membantumu.”
Penawaran dari Sagara dengan imbalan yang cukup fantastis membuat Lisa seakan mendapatkan angin segar di tengah tuntutan hutang yang menggunung. Namun, gadis itu tak memiliki cukup keberanian untuk mengambil tawaran itu karena Lisa tahu bahwa Sagara telah memiliki istri dan Lisa tidak ingin melukai perasaan istri Sagara.
Hingga akhirnya Lisa kembali dihadapkan pada kabar yang mengguncang pertahanannya.
Ia harus memilih antara menjadi istri kedua dan melahirkan keturunan Sagara dengan imbalan yang besar, atau mempertahankan harga diri dan masa depannya, tetapi ia harus kehilangan orang yang ia sayangi.
Lalu, bagaimana dengan keputusan Lisa? Dan apa sebenarnya yang buat Sagara akhirnya berpaling dari istrinya?
Yuk, ikuti terus kisah selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadya Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5
“Dari mana saja kamu, Mas?”
Sagara yang baru saja memasuki kediamannya segera menoleh ke sumber suara. Di sana, di ruang keluarga tampak seorang wanita muda tengah duduk bersedekap dada dengan raut wajah kesal sedikit cemas, menatap ke arah Sagara yang tengah berjalan dengan santai menuju tangga.
Pria itu mengurungkan niatnya dan berjalan ke arah Dewi yang masih menunjukkan raut masamnya.
“Tidakkah kamu melihat kalau aku baru saja pulang kerja?”
“Sekarang sudah jam satu dini hari, Mas. Kerja apa yang sampai larut malam seperti ini. Kamu itu pemiliknya, mana mungkin kamu lembur separah ini. Sudah satu bulan lebih kamu selalu pulang tengah malam begini, Mas. Memangnya kamu nggak capek apa?”
“Bukankah kamu lebih menyukaiku yang bergelimang harta daripada aku yang pengangguran? Kenapa sekarang kamu marah kalau aku lembur terus. Memangnya kamu mau aku libur kerja dan menghentikan jatah bulananmu itu?”
Dewi tampak gelagapan, tentu saja wanita itu tidak mau. Gaya hidup yang hedon dan suka flexing sudah menjadi kesibukan di sela libur syutingnya.
“Bu-bukan begitu, Mas. Aku hanya khawatir sama kamu karena sebulanan ini kamu seperti menghindar dari aku. Apa aku melakukan kesalahan sampai kamu seperti ini, Mas? Bahkan selama satu bulan ini kamu tidak meminta hakmu sama sekali,”
Sagara begitu jijik pada wanita di hadapannya yang seolah tengah berlindung pada topeng kepolosannya. Pria itu tentu tidak mau bercampur pada istrinya yang sudah berkhianat. Dulu, dirinya mencoba mencintai Dewi sepenuh hati dengan memberikan limpahan harta dan kasih sayang. Namun, yang didapatkan setelah berhasil mencintai wanita itu dengan tulus justru pengkhianatan.
Rupanya wanita yang dikenal masyarakat dan mamanya yang katanya baik dan polos justru seperti rubah ketika menunjukkan wajah aslinya. Dewi benar-benar berbeda jauh dari dunia keartisannya.
“Aku sibuk!”
“Tapi, Mas. Mama sudah sering meminta cucu, bagaimana kita bisa berikan mama cucu kalau kita tidak melakukannya?”
Sagara tersenyum miring. Merasa konyol dengan pertanyaan istrinya barusan. “Kenapa? Bukannya kamu sendiri yang tidak ingin hamil karena masih sibuk berkarir. Kamu takut badanmu jadi jelek karena hamil dan melahirkan, popularitasmu akan menurun karena kamu sudah memiliki anak, lalu kenapa sekarang kamu jadi kebakaran jenggot setelah aku tidak menyentuhmu. Sudahlah Dewi, aku sudah lelah ingin istirahat. Kalau kamu masih ingin berdebat, kita lanjutkan besok saja.”
Tanpa menunggu jawaban Dewi, Sagara berbalik dan mulai menapaki satu persatu anak tangga menuju kamarnya bersama Dewi.
Ya, meskipun tidak pernah bercampur dengan sang istri, tetapi Sagara masih berkenan tidur satu ranjang dengannya walaupun itu jarang karena dia lebih sering menghabiskan waktunya di ruang kerja. Hal itu ia lakukan agar sang mama tidak curiga bahwa hubungannya dengan menantu kesayangannya sedang tidak baik-baik saja.
Dewi menatap Sagara yang sudah memasuki kamar dengan tatapan marah. Tangannya terkepal dengan sebelah kaki yang menghentak keras di atas lantai. Sungguh, wanita itu merasa aneh dengan sikap Sagara akhir-akhir ini.
“Dia kenapa, sih? Padahal aku selalu meluangkan waktu untuk pulang di malam hari meski aku harus berangkat ke lokasi syuting pagi-pagi buta, tapi tetap saja, bahkan dia tidak punya keinginan untuk menyentuhku meski aku sudah berpakaian seksi.”
Wanita itu mendadak cemas, Sagara yang dikenalnya begitu mencintai dirinya dan akan melakukan apapun untuknya kini mendadak cuek dan dingin. Entah apa yang membuat pria itu berubah, tetapi Dewi yakin, ada yang disembunyikan oleh Sagara dari dirinya.
“Apa jangan-jangan, dia mengetahui kebohonganku? Tapi nggak mungkin, deh. Sagara, kan sibuk kerja, mana ada waktu dia mengurusi pekerjaan ku meski dia peduli. Tapi kenapa sikapnya jadi dingin begitu, bahkan pertemuan pertama kita dulu, dia nggak dingin kayak gini.”
Dewi tampak mondar-mandir cemas, tetapi sedetik kemudian wanita itu melotot setelah menyimpulkan sesuatu yang belum pasti. “Atau jangan-jangan, dia selingkuh?”
“Duh … gimana ini, padahal aku mau minta dia buat nyelesaiin masalahku tadi, bisa gawat urusannya kalau keluarga mereka menuntutku dan berakhir mengancam karirku.”
Dewi terus bermonolog sambil menggigiti ujung kukunya, ia benar-benar cemas sekarang.
***
Keesokan paginya.
Lisa mengajak ke dua adiknya untuk pulang karena tidak tega membiarkan mereka berdua tidur sambil duduk kedinginan di kursi rumah sakit. Awalnya mereka menolak, tetapi Lisa terus memaksa karena mereka juga harus sekolah nantinya.
“Kita di sini aja, ya, Kak. Kasihan ibu ditinggal sendirian. Kalau ibu bangun dan nggak lihat ada kita, ibu pasti sedih,” ucap Leo pada Lisa yang tengah mengemasi selimut pemberian Seli.
“Kamu sama kak Liam harus sekolah, Le. Urusan ibu biar kakak yang pikirin. Kalau kamu nggak sekolah, ibu nanti justru sedih. Kamu tahu, kan apa yang diharapkan ibu sama kamu dan kak Liam? Kamu sendiri sudah berjanji sama ibu kalau kamu akan rajin belajar dan kesekolah agar bisa menjadi dokter, masa sekarang sudah menyerah, hm?” ujar Lisa mengingatkan.
“Ayo, kita pulang, Le. Benar kata kak Lisa. Kalau kamu mau sukses dan menjadi dokter kamu harus rajin belajar,” sambung Liam.
Pria muda berusia enam belas tahun itu menyadari betapa lelahnya sang kakak, jadi ia tidak ingin menambah beban pikirannya dengan masalah remeh seperti ini. Setidaknya ia bisa membantu meringankan beban Lisa meskipun hanya sedikit.
Lisa tersenyum mendengar ucapan dari adik pertamanya. Adik yang dulu sering usil saat ini begitu perhatian padanya. Gadis itu tidak dapat menyembunyikan rasa harunya, dengan segera ia merangkul ke dua adiknya dan membawa ke dalam dekapannya.
Akhirnya Leo pun mengangguk, menuruti ucapan ke dua kakaknya. Mereka bertiga pulang bersama setelah Lisa menitipkan sang ibu pada perawat yang sedang berjaga. Selain membantu sang adik berkemas, Lisa juga harus mengurus beberapa hal sebelum nanti dirinya berangkat kerja.
***
“Apa aku harus menghubunginya?” gumam Lisa menatap nomor telepon di dalam ponselnya.
Ke dua adiknya telah berangkat ke sekolah setelah memakan sarapan yang ia buat. Sekarang Lisa tengah mengecek uang simpanannya yang tidak seberapa untuk dibayarkan ke rumah sakit. Ada sesak yang tak tergambarkan ketika melihat lembaran-lembaran uang di tangannya. Ia sudah bekerja keras, tetapi hasilnya tak memuaskan hatinya.
Semalaman penuh Lisa memikirkan tawaran Sagara dan ia memutuskan untuk menerima tawaran itu karena jalan pikirannya sudah buntu. Ia tidak ingin membebani orang lain dengan semua masalahnya. Dan untuk Zaki, mungkin memang pria itu bukanlah jodohnya sehingga jalan mereka terhenti sampai di sini.
Jari jemarinya kemudian mulai menggulir ponsel pintarnya, menelepon Sagara. Ia tidak ingin membuang waktu lagi, semuanya harus segera diselesaikan agar ke dua adiknya bisa bersekolah dengan tenang dan ibunya bisa dirawat dengan nyaman.
Sementara untuk dirinya sendiri, Lisa tidak begitu peduli. Harga diri yang kemarin masih terjaga dan ia pertahankan sekuat tenaga, hari ini mulai tergadai untuk keluarganya.
Tut!
Tut!
“Halo,”
Bersambung