Hayi, seorang remaja yang akrabnya di panggil Ay, terpaksa menuruti kemauan ayahnya untuk di kirim ke salah satu pesantren agar dirinya sedikit berubah dari kebiasaan buruknya. dari sanalah sebuah kejadian yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya terjadi, ketika tiba-tiba saja ia di ajak ta'aruf oleh seorang anak pemilik pesantren bernama Altair, yang kerap di panggil Gus Al.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
Hayi terdiam sambil memikirkan apa yang harus ia jawab. Ia melirik sekilas ke arah Gus Altair yang ternyata juga tengah menatapnya. Terlihat jelas sekali jika pria itu benar-benar sangat menunggu jawaban dari Hayi. Ia beralih menatap nyai Harsyi yang juga dengan tatapan yang sama.
"Nyai, Gus...apakah saya ini pantas untuk keluarga ini? Lihat saja saya, bagaimana latar belakangnya? Apa tidak malu menerima saya sebagai keluarga? apa yang akan di katakan orang-orang? Bagaimana jika nama pesantren ini jelek karena saya?" kata Hayi dengan menghela nafasnya.
"Kenapa kamu bicara seperti itu, nak? Semua orang punya masalalu, dan punya masa depan, begitupun juga dengan saya ataupun Gus Al. Dengan kamu masuk ke sini saja, itu sudah membuktikan kalau kamu mau berubah. Semua orang punya kesempatan kedua untuk memperbaiki yang sudah rusak, begitupun kamu. Saya yakin kamu tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." kata nyai Harsyi yang membuat Hayi sedikit tidak paham arti perkataan itu.
"Tapi, nyai, saya yatim piatu, saya tidak punya keluarga sama sekali. Tidak ada apapun yang bisa di banggakan dari saya. saya tidak bermaksud menjual kesedihan atau berharap di kasihani, hanya saja, saya ingin Gus Al dan nyai memikirkan lagi keputusan ini" kata Hayi.
"Bagaimana dengan kamu sendiri?" tanya nyai Harsyi.
"Sejujurnya saya juga suka sama Gus Al, siapa yang tidak suka sama Gus Al. Tapi ya seperti yang saya bilang, saya tidak ada apapun yang bisa di banggakan." kata Hayi yang membuat Gus Altair terkejut bukan main begitupun juga dengan nyai Harsyi yang hanya tersenyum kecil sambil melirik putranya.
"Sejak kapan kamu suka saya?" tanya Gus Altair penasaran, namun hanya di respon dengan tatapan malas Hayi.
"Alhamdulillah kalau seperti itu, jadi bisa di percepat. Al, bagaimana? Kamu setuju kan kalau di percepat?" kata nyai Harsyi membuat Hayi terkejut.
"Ya lebih cepat lebih baik. tapi bagaimana dengan Abi, umi?" tanya Gus Altair.
"besok Abi mu pulang. Kita bicarakan besok bersama. besok ajak calon istri kamu kesini lagi." kata nyai Harsyi dengan menatap Hayi tersenyum kecil.
Sungguh Hayi hanya bisa menunduk saja karena ia tidak ingin wajahnya yang sudah seperti kepiting rebus itu terlihat. Jantungnya berdegup dengan begitu kencangnya, keringat dingin juga tiba-tiba menyerangnya. Rasanya ia ingin bicara namun kelu, ingin pergi tapi seperti tak ada tenaga sama sekali.
Karena pembicaraan sudah selesai, kini Hayi pun kembali di asrama dengan di antar oleh Gus Altair. Hanya saja, tentu mereka membuat jarak agar tidak terjadi kesalahpahaman. Mereka juga berpapasan dengan beberapa pengurus pesantren dan santri, namun tidak terlalu memperdulikan kehadiran Hayi sama sekali.
Tidak ada pembicaraan sama sekali antara keduanya. Entahlah tiba-tiba saja suasana menjadi sangat canggung. Bahkan yang biasanya Hayi merasa santai dan biasa saja, entah kenapa ia menjadi merasa grogi dan nervous.
"Sudah, Gus. terimakasih." kata Hayi yang membuat Gus Altair berhenti.
"Sebentar, ada yang ingin saya tanyakan. Sejak kamu suka sama saya? Kamu belum jawab pertanyaan itu tadi." tanya Gus Altair.
"Emang harus banger di jawab ya." kata Hayi
"Saya mau tahu, karena saya pikir kamu tidak suka sama saya, makannya selalu nolak saya." kata Gus Altair.
"Sejak kerudung saya nyangkut di wajah Gus Al." jawab Hayi membuat Gus Altair mengangguk paham .
"Yasudah, tetap seperti itu. Dan ya, saya minta kamu jangan dekat-dekat dengan laki-laki manapun, termasuk ustadz Ali, karena sekarang kamu adalah calon istri saya, mengerti?!" kata Gus Altair.
"Ya belum bisa janji sih. Yasudah saya pergi dulu, Gus Al hati-hati di jalan." kata Hayi asal, namun sebelum ia berbalik Gus Altair menghentikannya dan memberikan isyarat yang membuat Hayi terkejut.
"A apa?" tanya Hayi gugup karena Gus Altair yang secara tiba-tiba menunjuk pipi sebelah kanannya.
Hayi benar-benar di buat gugup, sementara Gus Altair hanya diam saja sambil masih terus menunjuk pipi kanannya. Hayi yang memang mempunyai pikiran agak lain, ia langsung memastikan kondisi sekitarnya tidak ada orang sama sekali, kemudian ia mendekati Gus Altair dan...
Cupp
Satu kecupan singkat dari Hayi membuat tubuh Gus Altair menegang seketika. gadis itu sudah berlari lebih dulu karena sejujurnya dia sangat malu ketika melakukan itu. Gus Altair menetralkan detak jantungnya yang tak biasa. Apa-apaan itu kenapa ia malah di cium, padahal ia hanya memberikan isyarat jika di pipi Hayi ada kotoran yang menempel.
"Astaghfirullah hal'adzim Hayi, apa yang kamu lakukan??" kata Gus Altair dengan memegang pipinya sembari celingukan melihat sekitarnya.
Ia bernafas lega karena tidak ada siapapun di luar. Ia masih mencerna semua yang terjadi dengan jantung berdebar kencang. seolah kakinya juga mendadak lemas tidak bisa di gerakkan, sampai ia terpaksa jongkok saat itu juga.
Pada akhirnya ia pun berdiri dan langsung menuju ke rumahnya sebelum ada orang lain yang melihat tingkahnya barusan.
Di sisi lain, Hayi sampai asrama dan langsung membanting pintu dengan kerasnya sehingga membuat ketiga temannya terkejut bukan main. Ia bersandar di balik pintu dengan tangan memegang dadanya dan nafas yang tidak beraturan.
"Ay, kamu kenapa?"
"Ada apa?"
"Gu gue mau pingsan...." kata Hayi yang langsung melompat ke kasurnya membuat teman-temannya panik.
"Ay, kamu kenapa? Cerita dong, jangan buat kita khawatir seperti ini." kata Hilya.
Hayi berteriak dengan bantal di awas wajahnya agar tidak terlalu keras. Tentu saja ketiga temannya semakin bingung dan juga panik. Setelah di rasa sedikit tenang, ia pun menatap ketiga temannya itu dengan tersenyum malu-malu.
"Kamu kenapa?" tanya Aisyah bingung.
"Sebentar, itu di pipi kamu ada apa, ay?" tanya Intan dengan mengambil daun kecil yang entah kenapa menempel di pipi Hayi
Melihat hal itu membuat Hayi langsung terdiam seketika dan mengingat kejadian tadi. Seketika ia pun menyadari sesuatu yang membuat Hayi langsung menyembunyikan wajahnya di bawah bantal sembari berteriak seperti orang gila.
"Ay!!! Kamu kenapa hah!!!?" tanya Hilya semakin panik begitupun keduanya
"Aaaaaakhhh gue mau pingsan, biarin gue!!" seru Hayi yang beberapa saat kemudian sudah tidak bergeming.
Hilya menggoyangkan badan Hayi berharap gadis itu merespon, tapi nyatanya tidak sama sekali. Hal itu tentu membuat mereka semua panik bukan main. Dengan segera Intan membalikkan tubuh Hayi yang ternyata gadis itu sudah dengan mata terpejam.
"Astaghfirullah hal'adzim, Hayi!!! Ambilkan minyak kayu putih." kata Hilya panik.
Aisyah dengan sigap mengambilkan minyak kayu putih , sementara Hilya mengoleskan yang akan mengoleskan di hidung Hayi. Hanya saja, sebelum itu terjadi, dengkuran halus yang mereka dengar membuat semua saling tatap saja dan bernafas lega.
"Alhamdulillah." kata Hilya ketika menyadari Hayi hanya tertidur bukan pingsan