Agen Ganda Jadi Bocil
Seorang gadis cantik, bersama rekannya sedang menjalankan misi rahasia. Dengan kemampuan terbaiknya, gadis cantik itu mampu menyusup ke sebuah tempat terpencil.
Namun, sesampainya disana. Ternyata dirinya telah di kepung oleh puluhan orang dengan menodongkan pistol ke arahnya.
“Sialan! Kenapa mereka bisa tahu?” desis gadis cantik itu dengan wajah geram, dia melirik ke arah rekannya yang terlihat biasa saja.
“Hahaha ... kau tidak akan bisa lari Nona manis!” terlihat seorang pria keluar membela kerumunan pria berbaju hitam itu.
Gadis cantik itu menodongkan pistol ke arah pria itu, matanya terlihat tak gentar sedikitpun seolah hal itu bukanlah masalah besar untuknya.
“Ck,ck, ternyata kau tidak takut rupanya, meskipun telah di ujung tanduk! Aku benar-benar kagum denganmu agen Danvers!” pria itu mengacungkan jempolnya melihat keberanian gadis didepannya itu.
Kemudian pria itu menatap rekan gadis cantik itu dan berkata, “Apa kau akan terus berpura-pura menjadi rekan yang baik, Dennis?” tanya pria itu menatap rekan gadis cantik itu, membuat gadis cantik itu terkejut.
Pria itu tersenyum mengejek. “Kenapa terkejut, heh?!” rekan gadis itu berdiri di samping pria itu.
“Jadi semua ini hanya jebakan?” tanya gadis cantik itu dengan marah yang memerah karena marah.
Sang rekan tertawa terbahak-bahak, setelah menghentikan tawanya. Pria itu berkata, “Maafkan aku, Kara Danvers. Tapi hari ini kau harus mati! Aku tidak ingin ada penghalang untuk karirku yang cemerlang!” ucap Dennis seorang pria berusia 28 tahun.
Dennis memang iri dengan Kara, gadis cantik itu bisa meraih kesuksesan meski dia hanya seorang wanita. Bahkan kemampuan beladiri Kara, masih kalah jauh dengannya.
Kara bahkan akan mendapatkan penghargaan setelah misi ini, namun ternyata Dennis sudah merencanakan membunuh Kara. Dia tak ingin kara mendapatkan penghargaan itu lagi untuk kesekian kalinya.
Rahang Kara mengeras, dia menggertakkan giginya. Dia tak menyangka, jika pria yang di anggapnya rekan dan sahabat, bekerja sama dengan seorang mafia untuk membunuhnya.
“Dasar bajingan kau Denis! Pengkhianat!” desis Kara.
Dengan kecepatan tinggi, Kara menarik pelatuknya. Tapi sebuah t*mbakan mengarah pada dirinya.
Dor!
Dor!
Kara tersungkur ke lantai, dengan memegangi per*tnya. Gadis cantik itu mendongak menatap Dennis yang juga terkena tembakannya meski bukan di tit*k f*tal.
“Kurang ajar kau Kara!” teriak Dennis murka.
D*rah s*gar mengalir di bibir gadis cantik itu, bibir gadis itu menyunggingkan senyum sinis. "Kau berkhianat, hanya karena iri dengan seorang wanita! Itu tandanya kau hanyalah laki-laki pengecut, yang tidak mampu melampaui aku!" ejek Kara.
Darah Dennis mendidih mendengar ejekan itu, tangannya mengepal kuat. Sedangkan Kara, semakin memprovokasi pria itu. Dia sedang menyiapkan sesuatu agar semua terkena dampaknya.
"Gadis sialan! Tembak wanita itu!" murka Dennis
Dor!
Dor!
Dor!
Puluhan peluru meluncur ke arah Kara, namun kara tidak ingin mati sendiri, dengan cepat mengeluarkan bom yang sudah di ambil dari kantongnya.
Mata Dennis bersama pria mafia itu melotot. Mereka segera berlari keluar tanpa menghiraukan pengawal itu, bagi keduanya nyawa mereka harus lebih utama.
Boom!
Duar!
Tempat terpencil itu meledak, membuat orang-orang yang ada di dalamnya tentu t*was. Termasuk Kara Danvers, seorang agen ganda berbakat.
Kobaran api melalap tempat tersebut, terlihat Dennis dan pria mafia itu terhempas dengan terkena p*cahan serta r*ntuhan bangunan itu.
"Mari menundukkan kepala sejenak untuk mengenang Agen Kara Danvers!" ucap Dennis menunduk sebentar lalu menyeringai puas.
"Kerja bagus! Dengan ini, aku leluasa bisa menjalankan bisnisku. Karena kau berada di pihak ku, dan jadilah mata-mata!" Pria mafia yang bernama Orlando itu menepuk pundak Dennis, kemudian berbalik pergi dalam keadaan pincang begitupun dengan Dennis.
Di sebuah rumah sakit besar, terlihat sepasang suami istri menunggu cemas keadaan sang putri. Terlihat sangat suami terus menyalahkan sang istri, karena kelalaiannya.
"Ini semua karena kamu! Seandainya kamu tidak ceroboh, Vara tidak akan celaka seperti ini!" tunjuk seorang pria bernama Arvin Mahardika kepada sang istri bernama Selvira Prameswari.
Sang istri hanya diam, sembari berdoa dalam hati. Agar sang putri selamat, dia merasa bersalah karena meninggalkan sang putri walau hanya sejenak.
"Mas Arvin! Sudahlah ... mungkin Mbak Selvira gak sengaja!" sahut seorang wanita berpakaian glamor, mengelus punggung pria itu.
"Kamu jangan belain dia Amara! Dia memang tidak becus jadi ibu!" balas Arvin semakin membuat luka di dalam hati sang istri.
"Sabar Mas ... kita berdoa saja, semoga Vara selamat dan kembali pada kita," ujar Amara lembut, mencoba menenangkan pria dihadapannya itu.
Semoga saja anak itu mati! batin Amara.
"Kamu benar Amara!" ucap Arvin sudah bisa merasa menguasai emosinya.
Kini ketiga orang itu menunggu di depan pintu gawat darurat, tak lama seorang dokter keluar dengan wajah yang tidak bisa di artikan. Membuat Amara dan Arvin harap-harap cemas dengan keadaan sang putri.
"Bagaimana keadaan Putri saya, Dok?" tanya Amara bangkit dari kursi tunggu.
Dokter pria yang berusia 35 tahun itu menghela nafasnya. "Maafkan kami Tuan dan Nyonya Mahardika, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun, takdir berkata lain ..." sahut sang dokter merasa ikut bersimpati.
Deg!
Selvira luruh ke lantai, dia tidak bisa menopang tubuhnya setelah mendengar ucapan sang dokter. Wanita cantik berkulit putih itu menangis tergugu.
"Tidak ... itu tidak mungkin 'kan, Dok?!" Arvin memegang bahu sang dokter, untuk memastikan ucapan sang dokter.
"Mas ... lepaskan!" Amara menarik tangan Arvin.
"Maaf Tuan, Nona Zylvara tidak bisa diselamatkan karena benturan keras di kepalanya!" ucap sang dokter semakin membuat Amara dan Arvin terluka.
"Tidak ... putriku tidak mungkin tiada!" teriak Arvin berjongkok, pria berusia 29 tahun itu menangis.
"Mas! Sabar yah! Aku juga sangat bersedih!" ucap Amara mencoba menguatkan Arvin dan berpura-pura ikut menangis.
Akhirnya! Selamat tinggal anak sialan, tunggu ibumu juga. Kalian akan bersama-sama disana! batin Amara bersorak gembira.
"Tidak! Putriku Vara ... " suara Selvira terdengar sangat memilukan.
Sang dokter menatap iba kedua pasangan itu, tak lama seorang suster keluar dengan wajah terkejut.
"Dok! Jantung pasien kembali berdetak!" ucap suster itu dengan wajah terlihat lega.
"Benarkah?" sang dokter itu terkejut, apalagi melihat suster didepannya mengangguk yakin.
"Ayo kita periksa! Tuan dan Nyonya Mahardika, silahkan menunggu!" sang dokter segera berjalan dengan langkah cepat bersama sang suster.
Terlihat Selvira menghapus air matanya, dia kembali bangkit dan berdoa agar sang putri benar-benar selamat, begitu juga dengan Arvin.
Berbeda dengan Amara yang terlihat geram, tapi dia sangat mampu menyembunyikan raut wajahnya. Kilat kemarahan sekilas terlintas di matanya, lalu kembali seperti semula.
Sialan! Bagaimana anak itu bisa hidup kembali?! batin Amara geram.
“Selamatkan Putriku yaa Tuhan!” ucap Selvira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
syh 03
jam segini mata ga bisa tidur gara2 minum kopi sore tadi..ga tau harus ngapain jd baca novel author..pdhl niatnya nabung 😆😆😊
2024-12-06
1
Yuli Yanti
author aq hadir,maaf y thor aq orng nya ga pernah komen
2024-12-16
1
Ayu Dani
akhirnya ada lagi kmarin kok menghilang knp itu thor
2024-12-06
1