Inara dipaksa untuk menjadi istri ketiga dari pria berusia 45 tahun. Untuk menghindari pernikahan itu, Inara terpaksa menikah dengan pria asing yang sempat ia selamatkan beberapa hari yang lalu.
Tidak ada cinta di dalam pernikahan mereka. Pria tersebut bahkan tidak mengingat siapa dirinya yang tiba-tiba saja terbangun di tempat asing usai mengalami kecelakaan tragis. Meskipun Inara terlepas dari jeratan pria tua yang memaksanya menjadi istri ketiga, tapi wanita itu dihadapkan pada masalah besar yang tengah menantinya di depan.
Siapakah pria asing tersebut sebenarnya? Benarkah ia amnesia atau hanya berpura-pura bodoh demi menghindari masalah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Saudara tiri?" sahut Inara dengan kedua mata membulat.
'Jadi, Johan sodara tiriku? Johan anak dari wanita yang udah ngehancurin rumah tangga Ayah sama Ibuku?' batin Inara seketika memejamkan kedua matanya sejenak lalu kembali menatap wajah istri dari Ayahnya sendiri.
"Apa kamu putrinya Mas Sebastian?" tanya wanita tersebut menatap Inara dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"I-iya, aku putri beliau," jawab Inara lemah dan bergetar seraya menundukkan kepala.
"Kamu udah gede ternyata, dulu terakhir kali saya ngeliat kamu masih remaja," decaknya tersenyum menyeringai. "Udah lama Ayahmu pengen ketemu sama kamu, Inara. Masuklah, beliau ada di kamarnya," pintanya dingin. "O iya, mungkin kamu gak ingat, tapi kita pernah ketemu beberapa kali waktu itu."
Inara bergeming, ia mencoba untuk mengingat wanita cantik berpenampilan sosialita yang berada tepat di hadapannya. Jika mereka pernah bertemu, mengapa dirinya tidak mengingat apapun tentang istri ayahnya itu? Alih-alih melakukan apa yang diperintahkan oleh wanita tersebut, Inara tiba-tiba saja meremas pakaian yang dikenakan oleh Johan membuat pria itu seketika menoleh dan menatap wajah Inara.
'Ya Tuhan, ternyata kita saudara tiri, Inara. Ibuku adalah wanita yang udah menghancurkan rumah tangga orang tua kamu. Apa yang akan kamu lakuin sekarang, Sayang? Apa kamu benci sama saya?' batin Johan menatap lekat wajah Inara.
"Nama Tante Angelina, gak usah panggil Tante dengan sebutan Ibu meskipun Tante Ibu sambung kamu, Tante yakin kamu sependapat sama Tante," ujar Angelina lalu mengalihkan pandangan matanya kepada Johan. "Dan kamu, Dave. Cepet hubungi Anggi, dia khawatir banget sama kamu."
"Anggi?" seru Johan, mengalihkan pandangan matanya kepada sang Ibu. "Siapa Anggita? Apa dia--"
"Ya, dia tunangan kamu. Pernikahan kalian terpaksa ditunda karena kamu tiba-tiba ngilang."
Bagai disambar petir di siang bolong, dada seorang Inara seketika terasa sesak. Ternyata suaminya itu memiliki seorang tunangan? Lantas, apa yang akan terjadi dengan pernikahan mereka yang baru saja didaftarkan di Kantor Urusan Agama? Apa ia akan menjadi janda?
"Maaf, Mom. Saya gak ingat apapun," sahut Johan. "Saya benar-benar amnesia. Mommy saja saya gak ingat."
"Kita ke Rumah Sakit sekarang juga, Mommy yakin amnesia kamu hanya bersifat sementara," pinta Angelina. "Kamu Inara, kenapa kamu masih disitu?" tanya Angelina kembali menatap sinis wajah Inara. "Kamar Ayahmu ada di sana, dia udah gak bisa ngapa-ngapain. Kata Dokter--"
"Saya akan mengantar Inara ke kamar Ayah," sela Johan bahkan belum sempat Angelina menyelesaikan ucapannya.
"Gak usah, Johan. Aku bisa sendiri."
"Johan?" kedua mata Angelina seketika membulat sempurna. "Sejak kapan nama kamu jadi Johan? Astaga! Mommy kasih kamu nama yang bagus, kenapa jadi Johan sih?"
"Saya 'kan udah bilang tadi, saya gak ingat apapun, Mom. Nama saya aja saya gak ingat."
"Terus, dari mana kamu ingat rumah ini, hah? Katanya kamu amnesia?" tanya Angelina tegas dan penuh penekanan. "Orang yang lagi amnesia itu gak akan ingat jalan pulang. Jangan-jangan kamu bohong sama Mommy?"
Johan bergeming merasa bingung. Ia tidak tahu harus bagaimana menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka. Ia sudah menikahi saudara tirinya sendiri. Pernikahan mereka pun sah di mata negara dan agama. Namun, apakah Anggita bersedia menerima Inara sebagai menantunya? Lantas, bagaimana dengan wanita bernama Anggi yang konon katanya adalah tunangannya? Johan seketika dilanda rasa dilema.
"Nama kamu Dave, bukan Johan. Ingat ... Dave Sebastian, Mommy gak mau ada yang manggil kamu Johan lagi, paham?" tegas Angelina penuh penekanan seraya melirik wajah Inara.
"Iya, Mom. Iya," jawab Dave seraya mengusap wajahnya kasar. "Saya ke kamar Ayah dulu."
"Panggil dia Daddy, bukan Ayah," ketus Angelina.
Dave hanya menghela napas panjang tanpa menimpali ucapan ibunya. Pria itu berjalan meninggalkan ruang tamu bersama Inara.
"Mari bibi antar Tuan Muda ke kamarnya Tuan Besar. Lewat sini, Tuan," ujar bibi dan hanya dijawab dengan anggukan oleh Dave dan Inara.
"Ini kamar Tuan Besar, Tuan, Nona Inara," sahut bibi berhenti tepat di depan pintu kamar yang masih tertutup rapat.
"Makasih, Bi," ujar Johan sebelum pria itu membuka pintu.
Johan masuk ke dalam kamar, tapi tidak dengan Inara. Wanita itu nampak bergeming dengan bola mata memerah. Ingin rasanya ia menangis sekeras-kerasnya, ternyata ia mengambil keputusan yang salah. Seharusnya ia tidak pernah datang ke rumah itu. Banyak kenyataan pahit yang terungkap dan sepertinya, ia tidak sanggup menghadapi satu-persatu kenyataan yang begitu menyakitkan itu.
"Inara," sapa Dave, menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar seraya menatap sayu wajah Inara.
Inara masih membisu, kedua kakinya perlahan mulai melangkah memasuki kamar luas dengan cat berwarna abu mendominasi ruangan. Aroma obat-obatan seketika tercium begitu menyengat hidung saat tubuhnya mulai memasuki kamar tersebut.
"A-ayah," gumam Inara, saat melihat pria paruh baya tengah berbaring di atas ranjang.
Sebastian sontak menoleh dan menatap ke arah pintu, tatapan matanya kian sayu. Wajahnya nampak dipenuhi dengan keriput lengkap dengan rambut putih yang mendominasi kepalanya. Inara dengan kedua mata berkaca-kaca berjalan tepat di belakang Dave.
"Daddy," sapa Dave, air matanya seketika tumpah sesaat setelah ia tiba di tepi ranjang. "Daddy apa kabar?"
"Apa kamu udah nemuin sodarimu, Dave?" tanya Sebastian lemah dan bergetar.
"I-iya, Dad. Saya udah nemuin sodari saya, dia ada di sini."
Sebastian mengalihkan pandangan matanya kepada Inara. Kedua mata pria paruh baya itu seketika berkaca-kaca, bibirnya bahkan nampak gemetar menyerukan nama Inara, putri dari pernikahannya dengan istri sebelumnya.
"I-Inara?" gumam Sebastian dengan dada yang terlihat naik turun. "Inara putri Ayah? Kamu benar-benar Inara putri kecil Ayah?"
Bersambung
otor request up-nya yg banyak boleh 🙏🤭