NovelToon NovelToon
Rumah Rasa

Rumah Rasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Rumah Rasa adalah bangunan berbentuk rumah dengan goncangan yang bisa dirasakan dan tidak semua rumah dapat memilikinya.

Melibatkan perasaan yang dikeluarkan mengakibatkan rumah itu bergetar hebat.

Mereka berdua adalah penghuni yang tersisa.

Ini adalah kutukan.

Kisah ini menceritakan sepasang saudari perempuan dan rumah lama yang ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka.

Nenek pernah bercerita tentang rumah itu. Rumah yang bisa berguncang apabila para pengguna rumah berdebat di dalam ruangan.

Awalnya, Gita tidak percaya dengan cerita Neneknya seiring dia tumbuh. Namun, ia menyadari satu hal ketika dia terlibat dalam perdebatan dengan kakaknya, Nita.

Mereka harus mencari cara agar rumah lama itu dapat pulih kembali. Nasib baik atau buruk ada di tangan mereka.

Bagaimana cara mereka mempertahankan rumah lama itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Kotak kayu telah menjadikan barang perhatian pada Gita, yang memiliki keingin tahuan yang luas. Begitu banyak hal-hal yang ingin dilakukan, untuk membantu Kakaknya dalam mengumpulkan.

Menuruni anak tangga, berjalan cepat menuju kamar tidur orang tuanya, Gita memasuki pelan.

Lampu menyala, menerangi satu ruangan yang tadinya gelap.

Pada kamar yang tergolong tidak begitu besar dan luas, Gita meratapi suasana yang pernah terjadi. Kamar rapi, terawat bagus. Tetap empuk digunakan meskipun telah ditinggalkan beberapa tahun yang lalu.

Ibu pernah memberi ilmu-ilmu yang dimiliki kepada kami, sepanjang kami hidup. "Kalau ingin membeli barang, pastikan selalu mengecek kondisi barang itu. Walaupun penampilan diluar itu jelek, tetapi jangan salah dengan kualitasnya."

Sampai sekarang pun, motif bunga-bunga kuno itu tetap awet kualitasnya. Empuk, seperti baru saja dibeli. Seperti hal nya barang-barang lain; meja usang, kursi berdebu, dan sebuah lemari besar yang telah dikosongkan.

Baju-baju mereka memang telah lama disimpan pada kotak khusus dan diletakkan di suatu tempat.

Tujuan itu sebenarnya ide dari Kakak. Ia tidak ingin siapa saja yang menemukan barang-barang peninggalan kedua orang tua kami, terlalu lama merenung, meratapi kesedihan.

Mau tidak mau, kami harus tetap hidup.

Tidak ada yang begitu berbeda sebelum mereka pergi bersama pada mobil tua itu, dan setelah mereka pergi selamanya.

Keadaan kamar, tetap seperti sedia kala.

Sejak tadi, keberadaan satu anak di dalam kamar itu, tak kunjung selesai. Gita selalu sibuk mencari satu kotak yang paling diincarnya. Laci per laci meja, bagian lemari kosong, bagian mana saja yang bisa dimuat menjadi tempat penyimpanan.

Perjalanan mencari barang, ternyata tidak semudah itu.

Walaupun kakak telah mengurangi barang-barang disini, Gita tetap sulit mencarinya, karena Gita tidak tau apakah barang itu dibawa oleh kakaknya ke tempat lain seperti baju-baju ayah, ibu, dan neneknya, atau dihilangkan.

Menemukan benda yang diincarnya, ternyata tidak semudah itu. Waktu terbuang cukup lama.

Gita harus mempercepat pencariannya, karena tugas sekolah belum siap dikerjakan. Berpacu waktu melawan malam yang semakin bergerak sampai ke tengah malam, gerakannya dipercepat.

Terlebih, Kakak akan segera pulang, sebentar lagi. Jika saja dia tau kelakuan adiknya di dalam kamar orang tuanya, maka entahlah, wajahnya berubah mengerikan.

Ganas, pemarah, dengan wajah memerah seluruhnya.

Tidak sanggup memikirkan berapa mengerikan untuk mengejutkan kegiatan Gita, malam itu.

Yang Gita tau, kakak hanya suka mengomel, mengomentari pekerjaan adiknya yang tidak suka membersihkan rumah, sering melewatkan pekerjaan sekolah. Seperti kamarnya, berantakan oleh barang-barang yang tidak berguna.

...***...

Gita berhasil menemukan kotak tersebut yang selama ini telah disimpan lama oleh ibunya. Kotak itu diletakkan di atas lemari, dengan penutup kain, agar tidak ada debu yang dapat menempel disana, kecuali pada bagian kain itu.

Malam itu, berbekal rasa penasaran akan hasil dari video tutorial, serta bahan-bahan yang disimpan lama dari ibunya, telah menyibukkan perempuan berbaju rumah.

Belajar membuat gelang lebih menarik dibandingkan materi pelajaran sekolah membosankan, sepanjang malam.

Setelah dirasa perempuan itu menemukan benda yang dibutuhkan, Gita berbalik badan menuju pintu utama kamar orng tuanya.

Pintu menutup, namun tidak ada suara "klik" untuk menutup lebih kencang.

Baru saja beberapa langkah selesai dilakukan semenjak berdiri di luar pintu kamar, suara motor mengejutkan dirinya.

"Itu kak Nita," Gita menyadari sumber suara yang berasal dari arah motor yang semakin dekat, menuju kepada garasi.

Gerakan cepat yang dihasilkan dari Gita, membuat embusan angin menggerakkan pintu orang tuanya tadi, hingga membuka sedikit.

Anak itu belum menyadari bahwa pintu itu terbuka sendirinya.

Dengan suara itulah, kakinya digerakkan cepat, menaiki tangga lagi, dan berakhir memasuki ruang kamarnya. Mengunci rapat kembali.

Gita bergerak turun seiring tubuhnya menempel ke permukaan pintu kamar di dalam. Sembari menenangkan dirinya yang berdetak kencang, Gita meraba kotak kayu yang dibawa sekarang.

"Untung saja, tepat pada waktunya." Gita memberi senyuman kepada kotak yang dilihat.

Suara kaki-kaki yang melangkah masuk, telah terdengar dari kuping-kuping perempuan rumah itu. Bergerak kemana saja, selama berada di lantai satu.

Pada akhirnya, tidak ada suara jejak kaki yang bergerak naik menuju lantai dua.

Beralih memandang kotak kayu misterius, Gita membuka bagian depan, yang ternyata tidak memiliki pengunci. Hanya penutup saja yang sedikit mengalami macet, membuat harus menarik ekstra keras.

Jari-jari tangan memerah, selama menarik paksa. Dibutuhkan energi yang dimiliki.

Tentu, usaha kali ini tidak sia-sia.

Gita membuka kelopak mata yang memberat, menegang ditahan. Seluruh isi di dalam, akhirnya dilihat jelas.

Gulungan benang berbeda warna berbahan macrame yang Gita ketahui, dua bungkus manik-manik putih berbentuk bulat. Selain barang tadi, sudah tidak ada lagi.

Tanpa ia sadari, tetesan air menimbulkan jejak lurus menuju bawah. Menegang benda-benda peninggalan kedia orang tuanya, merupakan harta terbesar dan paling berharga yang pernah Gita miliki.

Barang-barang lama, tidak bisa digantikan oleh barang-barang baru yang mungkin lebih keren ataupun canggih. Barang lama memiliki kenangan tidak bisa dihilangkan.

Jika ada yang sanggup membayar lebih, tak akan pernah bisa menggantikan barang-barang itu. Juga, Gita tidak peduli nominal seberapa besar jumlah angka yang dikeluarkan.

Malam itu, Gita semakin rajin mengerjakan tugas barunya. Sebagai pembuat gelang homemade, yang disukainya.

Semua itu membutuhkan keahlian tangan-tangan lentik dan lihai. Kegiatan sederhana itu setidaknya menenangkan pikiran jenuh, dari tugas-tugas sekolah.

...***...

..."Dek! Bangun, Dek!" Teriakan keras bersuara dari arah lantai satu. "Bangun! Nanti kamu telat, lho." ...

Dengan suara berisik di pagi hari, Gita tidak bisa menahan telinganya lagi. Sekuat apapun itu, kalau seseorang berulang kali berteriak, akan tetap mengganggu kenyamanan tidurnya.

Dilanjutkan pada alarm ponselnya, Gita membuka mata. Meraung dari selimut yang menutupi setengah tubuhnya. Menggerakkan tangan, mencari benda kotak yang tidak menyentuh jarinya.

..."Ya! Aku bangun." Tubuh bergerak naik, mata membuka sedikit, berusaha melihat pandangan pertama yang sempat samar. ...

...Rambut hitam tidak berbentuk rapi, jejak air liur membuat tanda di sekitar bibir, dan baju lusuh terlipat-lipat membuat tanda sepenuhnya. ...

"Jam berapa ini?" Garukan badan membuat lega di pagi hari. Melirik mata menuju ponsel di dekat jari kakinya.

Angka enam berada tepat di beranda layar.

Pagi itu, dengan kegiatan berisiknya, Gita berlari tanpa memandang tentang penampilan. Yang dibutuhkan selarang adalah mandi, bersiap-siap.

Kaki-kaki yang berlari membuat kegaduhan yang tidak bisa diberhentikan.

Sang Kakak turut mendengarkan suara gaduh yang berasal dari lantai dua. "Dek? Suara apa itu diatas?"

Tidak ada suara, Kakak melanjutkan kegiatan yang terhenti. Membuat tumisan sayur bayam, dan sepiring nasi panas, akhirnya terhidang disana.

Waktu yang pas, setelah hidangan tersaji, anak sekolahan menuruni tangga. Membawa tas berisi alat sekolah, membuat tenang oleh Kakaknya, karena adiknya dapat mengatasi masalahnya sendiri.

"Kemarin malam, jadinya makan apa, Dek?" Nita duduk melihat adiknya turut mengunjungi meja makan. Menduduki kursi, menggeret piring berisi lauk. "Kamu tidak jajan di luar, kan?"

Gita mendengarkan, namun tidak menjawabnya. Adiknya sibuk menggeser kembali piring sayur itu, beralih menuang gelas besar berisi air ke gelang kecil.

"Dek, dengar tidak pertanyaan kakak, tidak?"

Gita menghiraukan nada tinggi Kakaknya, karena ingin menghindar permasalahan di pagi buta.

"Kamu ini selalu menghindar pertanyaan Kakak. Tapi itu terserah kamu saja," Nita memandang hal lain. Benda tabung di atas pendingin kulkas. "Uang di toples sana itu, untuk belanja. Jangan dihabiskan untuk membeli yang aneh-aneh. Jangan jajan boros di luar. Makanan disana tidak ada yang sehat."

"Iya," Gita memangku wajah, menatap bawah selama sendok miliknya bergerak menyerok nasi.

Menatap wajah adiknya yang lesu, membuat Nita memikirkan kegiatan yang dilakukan selama dia tidak menemaninya.

"Dek." Nita melihat adiknya yang tak semangat.

"Apa?" tanya Gita, tetap memandang bawah.

"Tadi malam, kakak lihat pintu yang terbuka di kamar ibu. Kamu cari apa disana?"

1
S. M yanie
semangat kak...
pecintamieinstant: Siap, Kak 🥰👍😎
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!