Tentang Jena, wanita malang yang lahir dari hasil perselingkuhan. Dulu, ayahnya berselingkuh dengan seorang pelayan dan lahirlah Jena.
Setelah ibunya meninggal, ayahnya membawanya ke rumah istri sah ayahnya dan dari situlah penderitaan Jena di mulai karena dia di benci oleh istri ayahnya dan juga Kaka tirinya.
selama ini, Jena selalu merasa sendiri. Tapi, ketika dia kuliah dia bertemu dengan Gueen, dan mereka pun bersahabat dan lagi-lagi petaka baru di mulai, di mana tanpa sengaja dia tidur dengan Kaka Joseph yang tak lain kakanya. Hingga pada akhirnya Jena mengandung.
Dan ketika dia mengandung, Josep tidak mau bertanggung jawab karena dia akan menikah dengan wanita lain. Dan kemalangan menimpa Jena lagi di mana dokter mengatakan bahwa bayi yang di kandungnya mengandung down sydrome.
Dan ketika mengetahui Jena hamil, Joseph menyuruh Jena untuk mengugurkan anak mereka, tapi Jena menolak dan lebih memilih pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 5
gengs tinggalin komen yang banyak ya
Setelah keluar dari kafe, Joseph langsung berjalan ke arah mobilnya. Selama tiga bulan ini Joseph sudah tenang karena mengetahui bahwa Jena sudah menggugurkan anak mereka.
Tapi ternyata ketenangan itu berubah, Karena hari ini Jena mengatakan bahwa wanita itu belum menggugurkan kandungannya. Tentu saja walaupun Jena tidak ingin meminta pertanggungjawaban darinya, Joseph serasa mempunyai beban, dia takut suatu saat anak itu muncul menuntut haknya dan yang lebih membuat Joseph kesal, anak itu menderita down sindrom.
Joseph semakin membenci anak yang ada di dalam kandungan Jena. Bagaimana mungkin dia mempunyai anak down syndrome, sedangkan keluarganya adalah keluarga yang terpandang.
Setelah masuk ke dalam mobil, Joseph langsung mengutak-atik ponselnya kemudian dia menelepon Kayra, calon istrinya yang juga kakak sepupu dari Jena.
"Halo, Sayang, kau di mana?" tanya Joseph.
"Oh baiklah, aku akan ke sana sekarang." Setelah mengatakan itu, Joseph pun langsung menutup panggilannya. Dia lebih memilih untuk pergi mengajak Kayra berbelanja, dia merasa bersalah pada Kayra karena barusan dia memberikan kartu kredit untuk Jena...
***
Jena menatap kartu kredit yang berada di depannya dengan mata yang berkaca-kaca. Ucapan Joseph terakhir begitu membekas di hati Jena di mana Joseph menghinanya, mengatakan bahwa Jena adalah anak dari hasil yang tidak jelas dan Joseph juga mengatakan bahwa dia tidak ingin memiliki anak dari wanita yang seperti dirinya, tentu saja itu sangat menyakitkan untuk Jena.
Namun, Jena sama sekali tidak bisa membalas ucapan Joseph. Lidahnya terasa kelu untuk sekadar membalas ucapan lelaki itu, toh memang apa yang Joseph ucapkan benar. Dia seperti mempunyai keluarga yang tidak jelas.
Setelah cukup lama terdiam, Jena langsung bangkit dari duduknya kemudian wanita cantik itu langsung keluar dari kafe. Dia memutuskan untuk segera membenahi barang-barangnya karena dia yakin ayahnya tidak akan tinggal diam, dan dia harus pergi sebelum ayahnya bertindak.
Seburuk apapun janin yang ada di dalam kandungannya, dia tidak akan pernah menggugurkan anak yang sedang dia kandung, hanya anak ini yang dia punya. Mungkin dia tidak mempunyai rumah untuk pulang, tapi dia akan memastikan bahwa anaknya mempunyai dia, tempat untuk pulang.
***
Jena masuk ke dalam apartemen kemudian dia langsung melihat sekitarnya. Apartemen mewah ini yang sudah dia huni selama bertahun-tahun, dan sekarang dia harus meninggalkan kemewahan ini, sedikit sesak, tapi Jena sudah pasrah.
Setelah cukup lama terdiam, wanita cantik itu pun langsung berjalan ke arah kamar untuk membereskan semuanya. Setelah ini dia tidak tahu akan pergi ke mana, dia tidak tahu harus bagaimana, yang jelas dia harus segera pergi dari apartemen ini.
Tatapan Jena langsung teralih pada meja, di mana di sana ada bingkai foto dia bersama Gueen. "Terima kasih sudah menjadi temanku," ucap Jena. Walaupun kakak Gueen yang membuat dia seperti ini, tapi dia sama sekali tak membenci Gueen.
Satu jam kemudian.
Jena sudah selesai membereskan semua pakaian, dan dia hanya membawa tiga koper yang berisi pakaian dan juga satu koper kecil yang berisi beberapa berkas-berkas yang penting.
Setelah itu, dia pun langsung mengganti pakaiannya, dia harus mengganti pakaiannya dengan yang tertutup, agar tidak di kenali oleh siapa pun.
Dan dia pergi juga akan meninggalkan mobil dan lain-lain, karena dia tahu mobil itu dipasang GPS.
Hingga pada akhirnya setelah cukup lama bersiap, Jena pun sudah siap meninggalkan apartemen yang selama ini dia tempati.
Saat akan keluar dari apartemen, Jena melihat ke sana kemari, memastikan tidak ada orang yang memperhatikannya atau tidak ada orang yang mencurigakan. Dan setelah memastikan semuanya aman, Jena langsung berjalan keluar dari apartemen sambil menggeret tiga koper miliknya.
Saat akan berbelok, mata Jena membulat ketika melihat 3 orang pria berjas berjalan ke arahnya, dan Jena mengenali ke 3 pria itu. Mereka adalah anak buah ayahnya, Jena juga pernah melihat orang-orang itu di rumah kedua orang tuanya dan dia yakin ke 3 orang itu datang untuk menangkapnya.
Seketika Jena dilanda kepanikan dan dengan cepat Jena menyembunyikan koper ke belakang tubuhnya, dia menurunkan topi dan menaikkan maskernya. Lalu setelah it berpura-pura memainkan ponsel agar ke 3 orang itu tidak curiga.
Jangan ditanyakan betapa takutnya Jena saat ini, yang pasti dia benar-benar takut, ayahnya benar-benar tidak main-main dengan ucapannya.
Ketika tiga orang itu melintas di hadapannya Jenna hampir saja tidak bisa bernafas, karena begitu gugup dan setelah tiga orang itu melewati tubuhnya tanpa curiga, Jena dengan cepat menggeret kopernya, lalu jalan ke arah lift, dan ketika lift sudah tertutup, tubuh Jena merosot ke bawah, seluruh sendi-sendinya terasa lemas.
Setelah Keluar dari lift, Jenna langsung berjalan dengan tenang karena dia tidak ingin membuat curiga orang-orang yang berlalu lalang di lobi.
Dan akhirnya, Jena pun sampai di luar, dan dengan cepat wanita itu pun menyetop taksi. ”Nona!" tiba-tiba ada orang yang berteriak hingga Jena menoleh.
Mata Jena membulat ketika salah satu anak buahnya memanggil dirinya, dan sekarang dia yakin tampilannya sudah terbongkar, dan dengan cepat Jena menutup bagasi mobil, kemudian dia langsung menaiki taksi.
“Paman, tolong jalankan mobilnya dengan cepat!” titah Jena. jantungnya berdetak dua kali lebih cepat ketika anak buah ayahnya mengetuk jendela. Namun beruntung supir taksi langsung mengendarai mobilnya.
“Nona, anda tidak apa-apa? Apa perlu pergi kantor polisi?” tanya sopir taksi.
“Tidak, tidak, paman, jalankan saja mobilnya." Jena melihat ke arah belakang, ternyata ada mobil yang mengikutinya dan dia yakin itu adalah mobil anak buah ayahnya.
“Nona apa ada dalam bahaya?” tanya sopir taksi tersebut yang melihat Jena begitu gugup.
“Paman, itu anak buah ayahku, ayahku memaksaku untuk mengugurkan anak yang aku kandung."
“Baiklah Nona pegangan yang Kencang.” Mengerti keadaan Jena, supir taksi tersebut mulai menyetir dengan kencang.
Dan Jena merasa bersyukur, di tengah rasa keputus asaannya, masih ada orang yang menolongnya. Iika sopir taksi tidak mengendarai mobilnya dengan kencang, mungkin saat ini Jena akan tertangkap.
Hingga akhirnya, taksi yang di tumpangi Jena berhasil menghindari mobil anak buah ayahnya.
“ Nona ada baik-baik saja?”
“Hmm Paman. Paman terima kasih. Jika tidak ada paman. Mungkin aku akan tertangkap.”
“Tidak usah berterima kasih nona. Sekarang Anda mau diantarkan ke mana, cari saja tempat yang aman."
Dan pada akhirnya, Jena pun langsung mengatakan tujuannya, dia berencana untuk menginap di salah satu hotel kecil agar tidak tertangkap ayahnya.
***
Alan melemparkan benda-benda pada anak buahnya, dia begitu emosi ketika anak buahnya gagal menangkap Jena. Padahal, Alan sudah menyiapkan dokter untuk mengaborsi cucunya, terlebih lagi dia tidak terima bahwa cucunya mengidap down sindrom.
Dia mengetahui kondisi anak yang ada di kandungan Jena langsung dari dokter yang menangani Jena, hingga dia bisa tau kondisi calon cucunya, dan hasrat Alan untuk menyuruh Jena menggugurkan kandungannya semakin memuncak.
Tapi, anak buahnya malah gagal menangkap putrinya.
“Maafkan kami tuan!”
“Pergi, cari dia sampai dapat!” teriak Alan.