Di tengah derasnya hujan di sebuah taman kota, Alana berteduh di bawah sebuah gazebo tua. Hujan bukanlah hal yang asing baginya—setiap tetesnya seolah membawa kenangan akan masa lalunya yang pahit. Namun, hari itu, hujan membawa seseorang yang tak terduga.
Arka, pria dengan senyum hangat dan mata yang teduh, kebetulan berteduh di tempat yang sama. Percakapan ringan di antara derai hujan perlahan membuka kisah hidup mereka. Nayla yang masih terjebak dalam bayang-bayang cinta lamanya, dan Arka yang ternyata juga menyimpan luka hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rindi Tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 9
Cinta di Bawah Hujan
Malam kian larut, tapi hujan belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Di taman kecil itu, Nayla dan Arka masih duduk berdampingan. Udara dingin menusuk kulit, membuat napas mereka terlihat samar di udara. Namun ada sesuatu yang jauh lebih hangat di antara mereka—kehadiran satu sama lain.
Nayla menyandarkan punggungnya pada bangku basah, menatap langit gelap yang dihiasi titik-titik air. “Kamu tahu nggak, Ark? Kadang aku benci sama hujan.”
Arka mengernyit, menoleh. “Benci? Kenapa?”
“Karena hujan selalu bikin aku inget kamu. Dan itu nyakitin. Aku pernah berusaha melupakan, tapi setiap kali rintik jatuh, aku kembali ke kenangan-kenangan itu. Rasanya kayak aku nggak pernah benar-benar bebas.”
Arka terdiam. Hujan terus jatuh, menimpa rambutnya yang sudah lepek. Matanya menatap Nayla dengan rasa bersalah yang dalam. “Aku minta maaf, Nay. Kalau aku tahu perginya aku bikin kamu sesakit itu, mungkin aku akan berpikir seribu kali sebelum ninggalin.”
Nayla tersenyum tipis, getir. “Tapi kalau kamu nggak pergi, mungkin kita juga nggak akan ketemu lagi begini. Mungkin aku nggak akan ngerti arti kehilangan.”
Kata-kata Nayla membuat keheningan panjang tercipta. Arka menunduk, mengusap wajahnya yang basah. Lalu, dengan suara yang nyaris tenggelam oleh hujan, ia berkata, “Aku nggak janji hidup kita nanti akan selalu mudah. Aku nggak janji nggak akan ada masalah. Tapi satu hal yang bisa aku janjiin: aku nggak akan ninggalin kamu lagi, apa pun yang terjadi.”
Nayla menoleh, menatapnya lama. Hatinya berdebar kencang, bercampur antara takut dan rindu. Ia ingin percaya. Ia benar-benar ingin. Tapi luka lama membuatnya masih menahan diri.
“Aku nggak butuh janji besar, Ark,” ucap Nayla pelan. “Aku cuma butuh bukti. Kalau kamu beneran ada buat aku, aku akan tahu dengan sendirinya. Aku nggak mau jatuh ke lubang yang sama.”
Arka mengangguk mantap. “Kalau begitu, aku akan buktiin. Bukan lewat kata-kata, tapi lewat waktu. Aku akan ada di sini, Nay, setiap kali hujan turun, setiap kali kamu butuh, bahkan saat kamu nggak minta sekalipun.”
Air mata akhirnya menetes di pipi Nayla, bercampur dengan rintik hujan. Ia cepat mengusapnya, tapi Arka sudah melihat. Tanpa banyak pikir, Arka mengulurkan tangannya, menyentuh jemari Nayla dengan lembut. “Jangan tahan tangismu. Kalau kamu mau nangis, nangis aja. Aku ada di sini.”
Nayla menatap tangan itu. Jemari yang dulu sering menggenggamnya dengan polos kini terasa lebih kuat, lebih meyakinkan. Perlahan, ia tidak menepis. Ia membiarkan tangannya digenggam oleh Arka. Dan untuk pertama kalinya sejak pertemuan itu, Nayla merasa bebannya sedikit berkurang.
Hujan deras di sekitar mereka seolah menjadi saksi. Dua jiwa yang lama terpisah kini menemukan kembali jalan pulang. Meski belum ada kepastian, meski masih ada keraguan, tapi satu hal jelas: mereka berdua sama-sama ingin mencoba.
Dalam hati kecilnya, Nayla berbisik: Mungkin cinta di bawah hujan ini memang tak pernah benar-benar hilang.
Dengan perasaan bercampur antara senang dan sedih, di sisi lain ia masih ada perasaan dengan Arka.
Namun di sisi lain juga, Nayla masih takut akan cinta masa lampau nya akan menyakitkan kembali. Dengan ketakutan yang menghampiri, Nayla tak mampu untuk mengeluarkan sepatah dua kata sekalipun.
