NovelToon NovelToon
The Legend Of The Shadow Eater

The Legend Of The Shadow Eater

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Kutukan / TKP / Hantu
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Senara Rain

Bagi Lira, Yash adalah mimpi buruk. Lelaki itu menyimpan rahasia kelam tentang masa lalunya, tentang darah dan cinta yang pernah dihancurkan. Namun anehnya, semakin Lira menolak, semakin dekat Yash mendekat, seolah tak pernah memberi ruang untuk bernapas.
Yang tak Lira tahu, di dalam dirinya tersimpan cahaya—kunci gerbang antara manusia dan dunia roh. Dan Yash, pria yang ia benci sekaligus tak bisa dihindari, adalah satu-satunya yang mampu melindunginya… atau justru menghancurkannya sekali lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senara Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28

Lira melangkah pelan menelusuri lorong panjang rumah itu, dindingnya tinggi dengan lampu-lampu gantung yang berkilau dingin. Hening, hanya suara langkahnya yang menggema. Hingga akhirnya ia tiba di sebuah ruangan luas—sebuah kolam renang dalam ruangan, dengan air biru berkilau memantulkan cahaya lampu kristal di langit-langit.

Ia menarik napas panjang, lalu duduk di tepi kolam. Rok tipis gaunnya menyentuh lantai marmer dingin, sementara kakinya perlahan ia celupkan ke dalam air. Sensasi dingin menenangkan, seolah untuk sesaat semua hiruk pikuk dan teror makhluk di luar rumah itu hilang.

Namun ketenangan itu tidak bertahan lama. Dari arah pintu terdengar suara langkah perlahan, berat namun pasti. Lira menoleh, dan mendapati Yash berdiri di sana, menatapnya dengan tatapan penuh arti.

“Tidak bisa berenang?” suaranya rendah, ada nada mengejek.

Lira cepat-cepat memalingkan wajah, menatap ke air. “Bukan urusanmu,” jawabnya singkat, dingin.

Senyum tipis muncul di bibir Yash. Di bawah cahaya siang yang masuk lewat jendela besar, ia perlahan membuka kancing kemeja hitamnya satu per satu. Gerakan itu santai namun penuh intensi, membuat udara di ruangan seakan menghangat. Begitu kemeja itu terlepas dari tubuhnya, Yash meletakkannya sembarangan di kursi dekat dinding. Otot dadanya tampak jelas, berkilau ketika tertimpa cahaya yang menembus kaca.

Tanpa aba-aba, ia melangkah maju dan menyebur ke dalam kolam indoor. Suara cipratan air menggema di ruangan, memecah keheningan. Lira terperanjat, matanya membesar saat melihat tubuh Yash muncul kembali di permukaan. Rambutnya basah, meneteskan butir air yang jatuh di garis rahangnya, membuat sosoknya tampak semakin mengintimidasi.

Air hanya sedada Yash, namun bagi Lira itu sudah cukup dalam untuk menenggelamkannya. Jantungnya berdegup cepat, seolah setiap detik terasa lebih sempit dalam ruang tertutup itu.

“Mari kuajarkan,” ucap Yash tenang, seakan tawaran itu bukan sekadar pilihan, melainkan perintah yang tak bisa ditolak.

Ia berenang perlahan mendekat, setiap riak air yang terbelah tubuhnya membuat Lira semakin tertekan. Tanpa ragu, jemarinya menyentuh kaki Lira yang masih tercelup di air. Sentuhan singkat itu saja cukup membuat tubuh Lira menegang, seolah aliran listrik menyambar tulangnya.

“Yash! Jangan kurang ajar,” suaranya bergetar, campuran antara panik dan marah.

Namun Yash seolah tuli. Dengan gerakan cepat, tangannya meraih pinggang Lira dan menariknya masuk. Tubuh mungil itu langsung terseret ke dalam kolam, cipratan air menggema di ruang tertutup.

“Yash! Kau gila!” jerit Lira. Air dingin menusuk kulitnya, membuat napasnya kacau. Ia meronta, tangannya mencengkeram bahu Yash erat, berusaha bertahan. “Ini terlalu dalam untukku!”

Yash menunduk, menatap lurus ke matanya. Wajah mereka hanya sejengkal, begitu dekat hingga Lira bisa merasakan hangat napasnya di tengah udara lembap yang berembus di permukaan air.

“Tenanglah… aku ada di sini,” bisiknya pelan, nyaris terdengar seperti rayuan. Namun sorot matanya—gelap, tajam, dan membakar—membuat Lira bingung apakah kata-kata itu janji perlindungan… atau ancaman yang dibungkus manis.

Tangan Yash menahan tubuh Lira agar tidak tenggelam, tapi pada saat yang sama, ia juga semakin mendekat, hingga tak ada jarak tersisa selain riak air yang bergetar di antara mereka.

“Yash, ini terlalu dalam… aku tidak bisa berenang,” suara Lira bergetar, jemarinya mencengkeram bahu Yash kuat-kuat.

Senyum miring tersungging di bibir Yash. Perlahan, ia melonggarkan tangannya yang tadi menopang tubuh Lira. Seketika Lira refleks memeluk lehernya lebih erat, wajahnya panik.

“Yash! Kau gila!”

Suara rendah Yash terdengar di telinganya, penuh godaan yang membuat jantung Lira semakin kacau. “Manis sekali caramu memelukku.”

“Kau sengaja melakukan ini!” sergah Lira, matanya menajam meski tubuhnya bergetar.

Tawa pendek keluar dari dada Yash, dalam dan sarkastis. “Lucu sekali… kau selalu mengaku detektif yang tangguh, tapi nyatanya kau bahkan tak bisa berenang.”

“Itu karena…” suara Lira melemah, seperti terhenti di tenggorokan. Tatapannya menunduk, menyingkap bayangan trauma yang enggan ia ungkap.

Ekspresi Yash sedikit berubah, sorot matanya menajam saat memperhatikan wajah Lira. Dengan gerakan pasti, ia kembali menarik tubuh gadis itu ke dalam dekapannya. Kali ini, Lira tidak meronta.

“Ada sesuatu yang ingin kau ceritakan, hm?” bisik Yash, nadanya rendah namun menekan, seolah ia bisa mengorek rahasia hanya dengan tatapan.

Lira melonggarkan pelukannya, berusaha memberi jarak, tapi tangan Yash tetap kuat mencengkeram pinggangnya, tidak membiarkan ia menjauh.

“Jangan sok akrab…” desis Lira, suaranya rapuh.

Sudut bibir Yash terangkat, senyumnya lebih berbahaya dari sebelumnya. “Aku tidak butuh izinmu untuk dekat. Aku hanya mengambil apa yang kuinginkan, Lira.”

Ia menunduk, wajahnya semakin dekat, napasnya hangat menyapu kulit Lira yang masih gemetar. “Dan sekarang… aku menginginkanmu tetap di sini. Bersamaku. Mau atau tidak, kau tidak akan pergi ke mana pun.”

“Cukup, Yash… aku kedinginan,” suara Lira lirih, hampir memohon, tubuhnya menggigil halus di dalam air.

Mata Yash berkilat, menatapnya tajam seakan sedang menimbang sesuatu. Lalu perlahan senyumnya muncul kembali. “Kedinginan, hm?” suaranya rendah, hampir terdengar seperti ejekan. Jemarinya yang masih mencengkeram pinggang Lira semakin menguat, membuat gadis itu tak punya ruang untuk kabur.

“Semakin kau bergetar, semakin erat kau menempel padaku,” bisiknya di telinga Lira, nadanya menggoda sekaligus menekan. “Apa itu salahku… atau sebenarnya kau menikmatinya?”

“Yash! Aku serius!” Lira mencoba mendorong dadanya, namun usahanya sia-sia. Tubuh pria itu seperti tembok, kokoh dan tak tergoyahkan.

Yash menunduk sedikit, menangkup dagu Lira dengan jemarinya, memaksa wajahnya terangkat menatap mata hitamnya. “Kalau kau benar-benar kedinginan…” suaranya menurun, semakin dalam, “maka satu-satunya tempat yang paling hangat untukmu… adalah di sisiku.”

Lira menahan napas, tubuhnya gemetar bukan hanya karena dingin, tapi juga karena intensitas sorot mata Yash yang seakan menelanjangi pikirannya.

Yash menariknya lebih dekat, dada bidangnya menempel erat ke tubuh Lira yang basah kuyup. “Jangan lagi coba menolakku, Lira. Kau bisa berbohong dengan kata-kata… tapi tubuhmu selalu jujur padaku.”

Lira menggertakkan giginya, menahan gejolak yang berkecamuk di dadanya. Nafasnya tersengal, dadanya naik turun cepat. “Kau… benar-benar gila,” ucapnya parau, matanya berusaha menghindar dari tatapan Yash yang begitu membelenggu.

Yash justru semakin menundukkan wajahnya, jarak di antara mereka hanya tinggal sehelai napas. “Kalau itu berarti gila karena menginginkanmu…” bisiknya, bibirnya hampir menyentuh ujung telinga Lira, “…maka aku rela kehilangan kewarasanku.”

Tubuh Lira makin menegang. Air di kolam beriak kecil ketika kakinya meronta pelan, namun cengkeraman Yash pada pinggangnya tetap kokoh, nyaris mustahil untuk ia lepaskan.

“Lepaskan aku, Yash…” kali ini suara Lira lirih, lebih terdengar seperti permohonan daripada perintah.

Senyum Yash melebar samar. “Setiap kali kau mengatakannya dengan nada seperti itu… kau malah membuatku ingin menahanmu lebih lama.” Jemarinya bergerak pelan di sepanjang punggung Lira, menyusuri lekuk basah kain tipis yang menempel di tubuhnya.

Lira terperanjat, wajahnya semakin merah padam. “Berhenti…!” pekiknya, mencoba memukul bahu Yash dengan tangannya. Tapi bagi Yash, itu sama sekali tidak berarti ancaman.

Pria itu tertawa kecil, suaranya berat dan berbahaya. “Semakin kau berontak, semakin aku yakin… kau tidak akan bisa lari dariku.”

Seolah ingin membuktikan kata-katanya, Yash tiba-tiba mengendurkan tangannya, membuat tubuh Lira sedikit merosot ke dalam air. Gadis itu sontak memeluknya lebih erat lagi, panik takut tenggelam.

Yash mendekapnya kembali, erat, penuh kemenangan. “Lihat?” ucapnya lembut namun menusuk, “Pada akhirnya, kau selalu kembali padaku, Lira.”

“Brengsek kau, Yash!” Lira mendesis marah, lalu nekat melepaskan lengannya dari leher pria itu. Seketika tubuhnya tenggelam ke dalam kolam, air dingin menelannya tanpa ampun.

Begitu tubuhnya masuk ke kedalaman, panik langsung menyerang. Gelembung-gelembung udara keluar terburu-buru dari mulutnya, matanya terbelalak. Ingatan lamanya muncul begitu nyata—suara cipratan, air menutup seluruh tubuh, dan rasa sesak yang membuat dadanya hampir meledak.

Tanpa ragu Yash menyelam, menarik tubuh Lira yang meronta panik. Tangannya melingkar kuat di pinggangnya, membawanya ke atas permukaan.

Begitu Yash menarik tubuh Lira ke permukaan, gadis itu langsung terbatuk keras. “Uhuk—uhuk—!” Napasnya tersengal, tubuhnya bergetar hebat.

Namun alih-alih marah atau berteriak, Lira hanya merapatkan wajahnya ke dada Yash. Bahunya terguncang, air mata bercampur dengan sisa air kolam, tangisnya pecah tanpa suara jelas—hanya isakan yang lirih dan menyayat.

Yash terdiam. Hatinya mendadak berdenyut aneh, seakan setiap isakan Lira meremas bagian terdalam dirinya. Ia mendekap gadis itu lebih erat, tangannya otomatis membelai lembut rambutnya yang basah, mencoba menyalurkan ketenangan melalui genggaman.

Dia gemetar seperti ini… seakan tubuhnya ingat luka yang tak bisa ia ucapkan.

Sorot mata Yash menajam, menyadari sesuatu. Apa ini sisa trauma dari serangan siluman buaya itu? Atau ketika genderuwo hampir merobek tubuhnya?

Setiap kemungkinan itu menusuk dadanya, membuatnya ingin merobek balik dunia yang pernah melukai Lira.

“Lira…” bisiknya pelan, hampir tak terdengar, suaranya lebih seperti doa daripada panggilan. Ia menundukkan kepala, menempelkan dagunya ke puncak kepala gadis itu, membiarkannya menangis sepuasnya di dadanya.

Yash tidak bertanya, tidak mendesak. Ia hanya diam, menjadi dinding kokoh yang menahan seluruh getar rapuh Lira. Untuk pertama kalinya, pria itu tidak lagi menggoda atau mendesak—ia hanya ikut menanggung sakit yang tak bisa diucapkan gadis itu, membiarkannya merembes masuk ke hatinya sendiri.

Tangis Lira perlahan mereda, hanya tersisa isakan samar yang sesekali mengguncang bahunya. Ia segera melepaskan diri, buru-buru menjauh dari dekapan Yash seakan ingin menutupi kelemahannya.

Namun sebelum sempat benar-benar berdiri, Yash lebih dulu meraih lengannya. Dengan satu tarikan tegas, ia mengangkat tubuh rapuh itu dari air, membawanya tanpa banyak kata menuju kursi rotan di tepi kolam. Lira sempat menolak kecil, tapi kekuatan pria itu terlalu kokoh untuk ditentang.

Yash menurunkan Lira dengan hati-hati di kursi, lalu tanpa menunggu izin meraih handuk kering yang terlipat rapi di meja kecil. Gerakannya cepat namun teliti, menyelimuti bahu dan tubuh Lira dengan kain hangat itu, memastikan tak ada celah dingin yang menusuk kulitnya.

Hening.

Lira hanya duduk menunduk, jari-jarinya meremas ujung handuk, matanya sembab. Yash berdiri di depannya, menatap lekat wajah yang berusaha keras menyembunyikan sisa air mata.

Tak ada kata keluar dari mulutnya—ia hanya menunduk sedikit, membenarkan posisi handuk agar menutup sempurna. Lalu, dengan gerakan singkat, punggung tangannya menyapu sisa tetes air di pipi Lira, lebih lembut dari yang pernah ia lakukan sebelumnya.

Di balik diamnya, sorot mata Yash jelas menyuarakan sesuatu: Kau boleh menolak pelukanku, tapi tidak ada yang bisa melarangku melindungimu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!