Menjadi sekretarisnya saja sudah sulit, apalagi kini aku jadi istrinya.
Dia bos galak yang tak kenal kompromi.
Dan aku… terjebak di antara cinta, gengsi, dan luka masa lalu yang siap menghancurkan segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nfzx25r, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Ayah dan ibu Aruna memasuki rumah dengan wajah penuh kekhawatiran terhadap putri semata wayangnya itu.
Tepat di depan pintu, Aruna berdiri menunggu. Tanpa banyak kata, sang ibu langsung memeluknya erat sambil membelai lembut rambut putrinya.
“Aruna, kamu baik-baik saja kan, sayang?” ucapnya penuh rasa cemas.
Pertanyaan itu terdengar seperti isyarat atas penyesalan sang ibu yang terlalu keras memaksa Aruna untuk segera menikah.
Aruna berusaha tersenyum, meski tubuh dan hatinya terasa sangat lelah.
“Gapapa kok, Ma,” jawabnya pelan.
Beberapa saat kemudian, Aruna memilih kembali ke kamarnya, meninggalkan ayah dan ibunya yang hanya bisa saling pandang dalam diam di ruang tamu. Keduanya menatap putri mereka dari kejauhan dengan perasaan campur aduk.
Di dalam kamar, Aruna merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Pandangannya tertuju pada ponsel yang bergetar menampilkan pesan dari Arkan. Namun, ia sama sekali tak berniat membukanya.
Tiba-tiba ia teringat pada permintaan Dina agar datang ke pesta ulang tahunnya.
“Ah… astaga, aku lupa. Harusnya kemarin aku datang ke rumah Dina. Ya ampun, gimana bisa aku lupa begini?” gumamnya panik.
Aruna segera mencari nomor Dina di ponselnya. Benar saja, ada pesan dari sahabatnya itu yang mengajaknya hadir ke pesta ulang tahun. Sayangnya, pesan itu sempat ia abaikan begitu saja.
Ia pun berpikir untuk memberikan kejutan berupa pesta pribadi hanya untuk mereka berdua, meski rasa khawatir tetap menghantui. Ia takut Dina sudah terlanjur marah padanya.
Lama memikirkan hal itu membuat Aruna semakin lelah hingga akhirnya terlelap di atas ranjang.
Di luar kamar, ibunya berdiri menatap penuh sedih. Namun, di balik tatapan itu, ia masih berusaha bersikap tegas terkait perjodohan anaknya.
Keesokan paginya, setelah bangun tidur, Aruna langsung menghubungi Dina untuk mengajaknya bertemu di kafe langganan mereka. Nada bicara Dina terdengar kecewa, tapi tetap menyanggupi pertemuan itu.
Setelah bersiap, Aruna keluar kamar dan menghampiri ibunya untuk berpamitan.
“Ma, aku keluar dulu, mau ketemu Dina,” katanya singkat.
Dalam perjalanan menuju kafe, Aruna melihat sebuah toko besar di sisi kanan jalan yang penuh dengan aneka cokelat.
“Pak, berhenti dulu. Ada yang harus saya beli,” pintanya pada sopir taksi.
Begitu turun, Aruna segera bergegas masuk dan memilih cokelat kesukaan Dina. Ia juga membeli sebuah kotak hadiah besar, lalu mengisinya dengan cokelat dan boneka yang pasti akan disukai sahabatnya itu.
Beberapa menit kemudian, Aruna akhirnya tiba di kafe tempat ia dan Dina janjian. Saat itu Dina belum juga datang.
Tanpa menunggu lama, Aruna segera memesan sebuah kue besar dan beberapa makanan kesukaan sahabatnya. Meski ia datang terlambat untuk merayakan ulang tahun Dina, setidaknya ia ingin menebusnya dengan cara yang lebih istimewa, membuat pesta kecil yang benar-benar berarti.
Tak lama kemudian, pesanan yang ia minta mulai berdatangan. Bersamaan dengan itu, pintu kafe terbuka dan Dina masuk. Begitu matanya menangkap sosok Aruna, seulas senyum bahagia langsung merekah di wajahnya.
Dengan langkah cepat, Dina berlari menghampiri Aruna, senyum lebarnya membuat suasana semakin hangat.
Aruna berdiri lalu menyanyikan lagu ulang tahun dengan penuh ketulusan. Meskipun suasananya jauh lebih sederhana dibandingkan pesta besar yang sebelumnya, kebahagiaan tetap terasa.
“Makasih, Na,” ucap Dina dengan senyum manis yang mengembang di wajahnya.
Aruna mengangguk pelan, menatap sahabatnya dengan tatapan penuh penyesalan.
“Iya, sama-sama. Maaf banget ya kemarin aku nggak bisa datang ke acara kamu,” katanya lirih.
Dina tersenyum lembut, berusaha menenangkan Aruna.
“Gapapa kok. Tapi kalau kamu ada masalah, cerita aja sama aku, ya.”
Aruna hanya bisa mengangguk pelan. Dalam hatinya ia bergumam lirih, Bagaimana aku bisa menceritakan soal perjodohan ini? Apalagi calon mempelainya Arkan. Nggak masuk akal sama sekali.