Seorang pemuda berasal dari golongan menengah berharap mendapakan jodoh anak orang kaya. Dengan perjuangan yang keras akhirnya menikah juga. Menjadi menantu orang kaya, dia begitu hidup dalam kesusahan. Setelah memiliki anak, dia diusir dan akhirnya merantau. Jadilah seorang pengusaha sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB VIII CINTA ITU PUNYA
Siang itu begitu teriknya, suasana kemarau begitu panas membuat semua orang gerah dan penuh keringat. Lain halnya dengan di ruang depan rumah Bakrun. Mereka bercanda, berkelakar, tertawa bersama serasa tidak menghiraukan panas di luar sana. Semua terasa begitu bahagia, penuh cita dan tentu saja menikmati indahnya masa remaja. Mereka belum pernah merasakan betapa harus memeras keringat untuk keluarga, mereka belum pernah merasakan beratnya mencari nafkah, masa indah itu selayaknya harus dibentengi iman dan taqwa, supaya kelak mampu untuk berjuang dan meraih nikmatnya dunia.
" Run,....suruh makan tuh kue-kuenya, kalau mau ngopi tinggal masak sendiri saja ya airnya, Ibu mau ke rumah Haji Nana dulu, mau ambil baju," kata Ibu Sukesih sambil melangkah pergi.
" Iya Bu,....", jawab anak-anak serempak.
Selepas Ibu Sukesih pergi, mereka kembali berbincang-bincang lagi. Kali ini yang jadi pembawa cerita itu Heru. Biasanya yang suka cerita itu Dakir sama Lukman.
" Ya sudah kalau saya disuruh cerita, saya akan cerita waktu saya bertemu sama si Yanto, eh....Yanto itu sedikit rada budeg alias tuli. Saya kan main ke rumah dia, kebetulan Bapaknya itu lagi bikin bilik, buat duduk bersama, saya sama Yanto itu kan lagi ngobrol , cuma ya itu, saya harus sdikit keras kalau ngomong. Nah.....ketika Bapaknya itu butuh bantuan, di situ lucunya," kata Heru bersemangat.
" Apa itu ?" kata Bakrun sambil merasa penasaran.
" Waktu itu Bapaknya lagi butuh alat potong, yaitu gergaji,.....To...kata bapaknya tu, terus kata Yanto, iya Pak,.....ambilin gergaji.....terus Yanto ke belakang dan membawa panci,.....terus kata bapaknya yang lagi pasang paku itu, tangannya mengambil tuh apa yang dibawa Yanto, eh.....pas diambil bapaknya itu ternyata dapatnya panci,...dilempar lah panci itu, karena asal lempar, justru panci itu kena ban , jadi kan mental, begitu mental malah mengarah ke arah bapaknya, eh......panci tadi masuk ke kepala bapaknya, akhirnya jatuh dari kursi,.....marah kan bapaknya, Yanto lalu lari ke saya, karena saya kira ada apa gitu, saya ikut lari juga," kata Heru.
" Terus....terus....", kata Lukman sambil mendekati Heru.
" Terus, saya lari dan si Yanto di belakang saya, akhirnya saya sama Yanto kejar-kejaran , banyak yang nonton tau, malu," kata Heru.
" Iya, terus akhirnya Yanto masuk ke kolamnya Pak Komar kan," tanya Dakir.
" Tepat,....kan ada kamu ya Kir," sahut Heru.
" Iya, malah pak Komar marah-marah, soalnya baru saja menaruh bibit ikan," kata Dakir.
" Terus....terus..", kata Lukman.
" Terus , Yanto dilempar pakai bakul berisi kotoran kambing, lalu ia keluar dari kolam dengan basah kuyup ," kata Heru.
Semua yang mendengarkan ketawa cekakakan, bahkan Hadi sampai terjengkang saking lucunya, sambil mengatakan ;
" Wah...ucu..ucu...benang-benang ucu bo," katanya
" Apa kamu bilang , kerbau-kerbau apa, dasar luh pe A," hardik Heru.
" Hey....itu maksud dia itu bro, gitu kan," kata Bakrun sambil menepuk pundak Hadi.
Begitulah suasana di rumah Bakrun benar-benar menyenangkan, membuat Bakrun sedikit-sedikit bisa melupakan semua masalah.
Karena waktu sudah hampir sore, mereka akhirnya membubarkan diri sambil berpesan semoga semuanya baik-baik saja kepada Bakrun.
Setelah semuanya pulang, kini Bakrun hanya seorang diri, dalam hatinya berpikir , mungkin belum saatnya menemukan perempuan yang cocok bagi dirinya. Dalam lamunan itu, ia dikejutkan oleh sapaan dari balik pintu.
Ia melangkah untuk membukakan pintu , lalu dibukalah pintu itu. Munculah sosok Neli datang sambil membawa bungkusan. Neli dipersilahkan masuk, lalu duduk di kursi dekat pintu, belum lama Neli duduk, datanglah Ibu Sukesih sambil membawa kantong kresek berisi baju.
" Eh....ada Neli, udah lama Nak," kata Ibu Sukesih.
" Iya bu, baru saja ke sini bu, Ibu dari mana, bawa apa itu ?" jawab Neli.
" Ini Nel, ibu bawa baju Bakrun yang bolong jahitannya, juga baju ibu di rumah bu Hajjah Nana," kata Ibu Sukesih.
Lalu Ibu Sukesih masuk kamar sambil membawa baju tadi, kemudian beliau ke dapur. Sementara Neli duduk sambil menanyakan kondisi Bakrun.
" Gimana kondisi kamu Kang," tanya Neli.
" Sudah mendingan Nel, nggak apa sih, biasa saja cuma sedikit pusing tadinya," jawab Bakrun.
" Oh iya, maaf ya atas prilaku bapak, orangnya emang begitu, kasar, apalagi kalau sudah ngobrol kekayaannya, wah itu paling serem Kang ", jelas Neli.
Bakrun dan Neli akhirnya saling bercerita dan berbagi pengalaman, terutama tentang Sekolah Neli yang tahun depan akan lulus SMA. Harapan dan cita-cita mereka berdua tentu saja harus penuh perjuangan dan kekuatan yang kokoh atas dasar saling percaya dan saling pengertian.
Beberapa bulan telah berlalu, waktu begitu cepat berjalan, hingga tak terasa saat itu masa ujian di depan mata, segala kerja keras dalam belajar untuk mampu menghadapi soal-soal yang dikerjakannya nanti.
Hari-hari mendekati ujian Sekolah membuat Neli memfokuskan diri, semua ia curahkan untuk belajar dan belajar. Sebagai seorang pelajar yang memiliki harapan sebagai genarasi yang berwawasan luas penuh cita dan asa. Saat itu.
" Kang, mulai besok saya akan hadapi hari pertama ujian, doakan semoga bisa mengatasi soal-soalnya," kata Neli yang saat itu sedang main ke rumah Bakrun bersama Ibunya.
" Iya Nel, semoga saja mendapat nilai yang baik dan memuaskan," jawab Bakrun.
" Iya Run, doakan ya, supaya Neli bisa lulus ya," sahut Ibunya.
Setelah berbincang-bincang , Neli dan Ibunya berpamitan, begitu paham dan mengertinya Ibu Neli atas perasaan mereka berdua, dalam hatinya berharap bahwa keduanya Neli dan Bakrun mungkin sudah dijodohkan, tinggal bagaimana cara untuk mewujudkan dalam ikatan bathin mereka.
Suatu hari, seperti biasa, Bakrun membantu Ibunya dan sesekali ada kerjaan dari tetangga atau juga orang lain yang membutuhkan bantuan, dan memang begitulah diri seorang Bakrun. Hingga suatu waktu.
" Nanti kamu ke rumah saya ya," kata Pak Yudi kepada Bakrun.
" Iya Pak, nanti saya sama Heru juga Lukman akan ke rumah Bapak sekitar habis Dhuhur saja," jawab Bakrun.
Perjalanan manusia terkadang tidak ada yang mengetahui, begitulah nasib. Saat itu kebetulan Pak Yudi bagian manager dari sebuah produk sabun suci rumahan yang membutuhkan beberapa karyawan untuk bagian bongkar muat barang di rumahnya. Pak Yudi adalah teman Sekolah Ibu Sukesih, yang masih kerabatnya. Sebagai sahabat baik, Pak Yudi menawarkan kerjaan kepada Bakrun dan kawan-kawan. Kebetulan mereka siap untuk bekerja, membuat hati Pak Yudi lega, semoga saja akan maju usahanya, pikir Pak Yudi.
Ketiga sahabat itu, Bakrun, Heru, dan Lukman, habis Dhuhur sudah siap-siap berangkat, dan setelah itu mereka selesai mempersiapkan diri, ketiganya lalu mengayuh sepeda masing-masing untuk menuju rumah Pak Yudi yang jaraknya hanya 15 menit saja dari rumah Bakrun.