Aina Cecilia
Seorang gadis yatim piatu yang terpaksa menjual keperawanannya untuk membiayai pengobatan sang nenek yang tengah terbaring di rumah sakit. Tidak ada pilihan lain, hanya itu satu-satunya jalan yang bisa dia tempuh saat ini. Gajinya sebagai penyanyi kafe tidak akan cukup meskipun mengumpulkannya selama bertahun-tahun.
Arhan Airlangga
Duda keren yang ditinggal istrinya karena sebuah penghianatan. Hal itu membuatnya kecanduan bermain perempuan untuk membalaskan sakit hatinya.
Apakah yang terjadi setelahnya.
Jangan lupa mampir ya.
Mohon dukungannya untuk novel receh ini.
Harap maklum jika ada yang salah karena ini novel pertama bagi author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GBTD BAB 5.
Pagi harinya, Aina terbangun dari tidur lelapnya. Saat membuka mata, dia terperanjat melihat sosok Arhan yang sangat dekat dengan dirinya.
Aina mengibaskan selimut dan mencoba bangkit dari tempat tidur. Namun tiba-tiba Arhan meraih tangannya hingga Aina tak bisa menjauh dari pria itu.
"Lepaskan aku, aku mohon!" pinta Aina memelas.
"Kenapa, apa kau masih takut padaku?" tanya Arhan dengan mata separuh terbuka.
"Aku tidak takut padamu, tapi dosa itu selalu datang menghantuiku. Aku sudah berbuat dosa satu kali, aku tidak ingin berdosa lagi untuk yang kedua kali." ucap Aina.
Mendengar itu, Arhan menarik tangan Aina hingga terjatuh di samping tubuhnya. Sorot mata Arhan membuat Aina takut dan mencoba melepaskan genggaman tangan itu. Tapi kekuatannya tak sanggup mengalahkan tenaga Arhan.
"Tuan, tolong lepaskan aku!" pinta Aina memohon.
"Jelaskan dulu maksud ucapan mu barusan, setelah itu aku akan melepaskan mu." tawar Arhan sembari tersenyum licik.
Aina terlihat gugup, lidahnya kelu untuk berkata-kata. Dia tidak tau harus menjawab apa untuk pertanyaan yang tidak ingin dia dengar itu.
"Jika tidak menjawab, aku akan naik dan mengulangi kejadian malam itu bersamamu." gertak Arhan.
"Ja, jangan Tuan, aku tidak mau melakukannya lagi!" tolak Aina.
"Kalau begitu ceritakan semuanya! Kenapa kamu datang ke kamarku dan memberikan kesucian mu padaku malam itu?" tanya Arhan menuntut penjelasan.
Aina menghela nafas panjang dan membuangnya kasar. Matanya mulai berkaca-kaca.
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud menjebak mu. Aku tidak tau siapa yang akan aku layani pada malam itu."
"Aku tidak punya pilihan lain, aku juga tidak mau menjual harga diriku demi uang. Tapi keadaan memaksaku untuk melakukannya."
"Nenek terbaring antara hidup dan mati di rumah sakit. Kata dokter, nenek harus dioperasi secepat mungkin, itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Kemana aku harus mencari uang sebanyak itu?"
"Aku wanita kotor. Apa bedanya aku dengan wanita murahan di luar sana."
Aina terisak menjelaskan semuanya, tangannya bergetar hebat. Dia tak mampu membendung kesedihannya, sebuah penyesalan yang sudah tidak ada artinya lagi.
"Jika aku boleh memilih, aku ingin mati saja menyusul Nenek. Hidupku sudah hancur, aku bahkan tidak bisa menyelamatkan nyawanya."
Aina menarik tangannya dari genggaman Arhan, kemudian berlari ke dalam kamar mandi.
Di sana tangisannya pecah seiring tetesan air yang jatuh membasahi tubuhnya.
Arhan masih terpaku di atas tempat tidur, penjelasan Aina tadi membuat hatinya teriris. Tak terasa air matanya jatuh membasahi bantal.
"Entah siapa yang salah diantara kita? Apakah ini teguran untukku? Ataukah kehendak takdir yang sudah membawamu padaku?"
Arhan mengusap wajahnya kasar, kemudian bangkit dan menyusul Aina ke dalam kamar mandi.
Saat meraih kenop, tiba-tiba pintu itu terbuka, kebetulan sekali Aina tidak menguncinya.
Arhan melangkah masuk dan terkejut mendapati Aina yang sudah basah kuyup di bawah guyuran air.
"Aina, apa yang kau lakukan?" tanya Arhan panik, kemudian mendekat dan mengangkat tubuh Aina dari jongkok nya.
"Kenapa hidupku jadi seperti ini? Apa salahku? Kenapa semesta tak memberiku kesempatan untuk bahagia? Kenapa aku tidak mati saja bersama Nenek?"
Aina meluapkan kekecewaannya, isak tangisnya kembali pecah di dada Arhan yang kini tengah mendekap tubuhnya erat. Dia memukuli lengan Arhan bertubi-tubi.
"Cukup Aina, cukup! Ini tidak sepenuhnya salahmu, aku juga bersalah. Jika saja aku tidak salah jalan, kejadian itu tidak akan pernah terjadi." ucap Arhan mengakui kesalahannya.
Seandainya Arhan tidak melampiaskan sakit hatinya kepada wanita lain, malam kelam itu tentunya tidak akan pernah terjadi diantara mereka berdua. Tapi entahlah. Jika Arhan tidak seperti itu, mungkin saja Aina sudah melayani pria lain saat itu.
"Aku juga pernah kecewa sepertimu, mantan istriku mengkhianati ku. Rasanya memang sakit, benar-benar sakit. Apalagi saat aku tau dia sudah tidur dengan pria lain di belakangku."
"Duniaku seakan runtuh, kasih sayang dan kesetiaan ku tak berarti baginya. Hal itulah yang membuatku menjadi seperti sekarang ini, aku menyewa wanita untuk melampiaskan sakit hatiku."
"Aku juga kotor, entah sudah berapa banyak wanita yang aku tiduri. Tapi sejak kejadian itu, aku marah pada diriku sendiri. Aku mendapatkan keperawanan mu, sesuatu yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya."
"Selama satu minggu ini, aku tidak pernah menyewa wanita lagi. Aku mencari mu kemana-mana. Aku tau kau melakukannya bukan karena keinginan hatimu. Aku meyakini itu."
Arhan mencurahkan semua isi hatinya, air matanya tumpah di pundak Aina yang masih menempel di dadanya.
"Lepaskan aku, aku ingin keluar!" pinta Aina sembari mendorong dada Arhan.
Setelah pelukan keduanya terlepas, Aina melangkah meninggalkan kamar mandi dengan pakaiannya yang sudah basah kuyup.
Tanpa mempedulikan Arhan yang masih terpaku di dalam sana, Aina bergegas meninggalkan apartemen itu tanpa mengganti pakaiannya terlebih dahulu.
Sesampainya di gerbang apartemen, Aina bergegas memanggil tukang ojek. Dia tidak bisa bertahan di sisi Arhan meskipun pria itu sudah memberikan penjelasan padanya.
Arhan tidak harus merasa bersalah atas semua yang sudah terjadi. Aina yang bersedia melakukan itu, tidak ada yang memaksanya. Kejadian itu murni karena kehendaknya sendiri.
Sesampainya di kontrakan, Aina bergegas mengemasi barang-barang nya. Dia tidak ingin Arhan mencarinya lagi.
Apa yang engkau tanam, itu yang engkau tuai. Karena semua itu salahnya, dia juga yang harus menerima hukumannya.
Di apartemen, Arhan terduduk lesu setelah kepergian Aina. Wajahnya tampak kacau dengan rambut yang sudah acak-acakan. Dia ingin sekali memperbaiki kesalahan itu, tapi Aina tidak memberinya kesempatan sama sekali.
Di waktu yang bersamaan, Aina sudah berada di terminal. Dia memutuskan untuk pergi meninggalkan kota kelahirannya. Ada banyak noda di kota ini, dia ingin melupakan semuanya dan memulai kehidupan baru di tempat lain.
Sebelum meninggalkan kontrakan, Aina sudah menulis sepucuk surat untuk Arhan dan meletakkannya di atas meja. Dia yakin Arhan akan mencarinya ke rumah itu.
Saat jam makan siang tiba, Arhan meninggalkan kantor dan melajukan mobilnya ke arah kontrakan Aina. Arhan masih berharap gadis itu mau memberinya kesempatan.
Arhan bergegas turun setelah memarkirkan mobilnya. Dia bahkan sampai berlarian agar tiba di kontrakan Aina secepat mungkin.
Namun sayang seribu kali sayang, Arhan terduduk lesu saat mendapati rumah yang sudah kosong. Pakaian di dalam lemari pun sudah tidak ada lagi.
Hanya sepucuk surat yang dia temukan hingga membuatnya frustasi dan menghancurkan semua barang yang ada di dalam rumah itu.
"Aina, apa yang kau lakukan? Kenapa meninggalkan aku seperti ini? Aku tau aku salah, tapi kenapa menghukum ku dengan cara ini? Aku ingin memperbaiki semuanya, aku ingin bertanggung jawab atas kesalahan yang sudah kita perbuat."