Key, gadis kota yang terpaksa pindah ke kampung halaman yang sudah lama ditinggalkan ayahnya. Hal itu disebabkan karena kebangkrutan, yang sedang menimpa bisnis keluarga.
Misteri demi misteri mulai bermunculan di sana. Termasuk kemampuannya yang mulai terasah ketika bertemu makhluk tak kasat mata. Bahkan rasa penasaran selalu membuatnya ingin membantu mereka. Terutama misteri tentang wanita berkebaya putih, yang ternyata berhubungan dengan masa lalu ayahnya.
Akankah dia bisa bertahan di desa tertinggal, yang jauh dari kehidupan dia sebelumnya? Dan apakah dia sanggup memecahkan misterinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kiya cahya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tulisan di Cermin
"Bella, kamu tau gak siapa yang sedang mengamati kita?" tanyaku pada Bella yang merasa kegirangan menaiki mobil untuk pertama kalinya.
"Aahh, biarkan saja. Dia hanya ingin mencari tahu sebab keluargamu tinggal di sini lagi."
"Apa dia punya niat jahat?" tanyaku masih dengan berbisik.
"Tenang, anak laki-laki itu tidak akan berani mengganggu keluargamu."
Jadi,dia anak laki-laki. Tapi aku masih penasaran dengan caranya memperhatikan mobil kami. Usianya mungkin hanya selisih sedikit diatasku. Yang jelas aku tahu kalau dia adalah manusia biasa, tidak seperti wanita yang malam itu sempat membuatku takut. Aku melihatnya mengaduh kesakitan, saat Bella sengaja menjatuhkan ranting pohon di atas kepalanya.
Biar sajalah, seperti apa kata Bella. Kalau dia tidak bisa mengganggu keluargaku, aku juga tidak peduli dengannya.
Sesampainya di rumah, segera kubersihkan diri di kamar mandi. Perjalanan cukup membuat peluh membanjiri tubuh. Dan Bella jg sudah menghilang, kembali ke tempatnya di halaman belakang rumah.
"Kakak, Kakak, cepet sini!" triak Mia mengagetkanku.
"Iya, ada apa?" jawabku dengan terburu-buru.
"Aa.. Apa itu, tadi sepertinya tidak ada?" tanyaku masih tak percaya.
Aku melihat Mia hanya menunjuk cermin di dekat jendela. Ada tulisan warna merah, seperti darah.
'Tulong, tulongono aku.'
Hanya itu kata yang ada. Tanpa penjelasan maupun petunjuk apapun. Membuatku semakin penasaran, apa yang sebenarnya terjadi. Aku hanya bisa memeluk Mia, dan segera menghapus noda yang sudah mengering itu dengan tissu basah. Ini masih siang, tapi kenapa ada gangguan lagi?
Apakah ada orang iseng yang sengaja meneror ketika kami pergi tadi? Tapi sepertinya, tulisan itu belum ada saat aku masuk kamar mandi. Lagipula, rumah ini sudah dikunci saat kita semua pergi. Hal itu membuatku berfikir lagi tentang wanita di tengah hutan itu. Apakah ada hubungannya dengan anak laki-laki tadi?
Belum sempat aku menenangkan ketakutan Mia, tiba-tiba terdengar suara kran air yang menyala. Padahal aku yakin sudah mematikannya.
Ku coba membuka pintunya sambil menggendong Mia, tapi tidak bisa dibuka. Terdengar lirih nyanyian seseorang di dalamnya. Padahal sepertinya aku tidak melihat ada yang masuk kamar ini selain kita. Mungkinkah itu Bella?
Ku ketuk pintu itu dan bertanya lirih, "Bella, apakah itu kau?"
Tapi tak ada jawaban, sampai ku ketuk untuk yang ketiga kalinya baru pintu dapat dibuka. Dan zonk, tak ada siapapun di sana. Keran air juga tidak menyala, tak terlihat jejak apapun di sana.
Mia berbisik kepadaku agar melihat cermin itu lagi. Dan tulisan itu muncul kembali setelah baru saja ku bersihkan. Aku mulai geram, pengen marah entah kepada siapapun itu. Aku tidak ingin, Mia mengalami ketakutan yang berlebihan di usia kecilnya.
"Hei, siapapun itu, KELUARLAH!!!!" teriakku dengan cukup emosi.
Tapi tak terlihat reaksi apapun, dan mama yang langsung mengetuk pintu kamarku.
"Kakak, Adek, kalian kenapa? Kakak, buka pintunya," tanya mama.
"Mama, maaf klo mengagetkan. Aku hanya geram, sepertinya ada yang salah di desa ini. Ada yang meneror kami dengan tulisan itu", tunjukku ke arah cermin yang entah ke mana tulisan tadi menghilang.
"Tulisan apa, Kak? Kakak mungkin kecapekan, gih istirahat saja mumpung masih siang. Jangan lupa ibadahnya, biar pikiran lebih tenang."
Mama tidak pernah memaksaku terus-terusan dalam hal ibadah. Karena menurut penuturannya, ibadah itu kewajibanku sendiri tanpa paksaan orang lain. Jadi, mama hanya sering mengingatkan tanpa memaksa. Meluruskan ketika terlihat ada langkahku yang salah. Dan aku lebih mengaguminya, dengan terus menjalankan kewajibanku kepada Sang Pencipta.