Setelah kepergian Dean, sahabatnya, Nando dihadapkan pada permintaan terakhir yang tidak pernah ia bayangkan, menikahi Alea, istri Dean. Dengan berat hati, Nando menerima permintaan itu, berharap bisa menjalani perannya sebagai suami dengan baik.
Namun, bayangan masa lalu terus menghantuinya. Arin, wanita yang pernah mengisi hatinya, masih terlalu nyata dalam ingatannya. Semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat perasaan itu mencengkeramnya.
Di antara pernikahan yang terjalin karena janji dan hati yang masih terjebak di masa lalu, Nando harus menghadapi dilema terbesar dalam hidupnya. Akankah ia benar-benar mampu mencintai Alea, atau justru tetap terjebak dalam bayang-bayang Arin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Kambuh
Nando mencengkeram pergelangan tangan Alea, menyeretnya keluar dari kamar Laura tanpa menghiraukan protes keras perempuan itu.
Begitu tiba di kamar hotel, Nando menarik Alea masuk dan membanting pintu dengan keras. Tanpa bicara sepatah kata pun, ia meraih segelas air es dari nakas dan menyiramkannya tepat ke dada Alea.
"Kak!” jerit Alea, kaget.
"Gak ada baju lain?” tanya Nando tajam, pandangannya menelusuri tubuh Alea penuh kemarahan.
"Udah mulai belajar jadi pelacur, pakai baju kayak gini di depan semua orang?” sembur Nando. “Mau godain laki laki mana lagi selain alex?”
"Kamu cemburu?”
"Buat apa?” Nando menukas cepat. “gak ada gunanya.”
"Aku cuma kasihan sama Dean. Kamu pikir dia nggak malu lihat istrinya kayak gini?"
"Dean pasti malu ngelihat kelakuan istrinya di depan semua orang. " ucap Nando.
"Apalagi kalau sampai dia tau, istrinya nari tanpa ada jarak apapun sama laki laki lain di dalam pesta yang super besar ini. "
"Sebelum kamu ngelakuin hal itu, kamu mikir gak persepsi orang orang tentang kamu. Orang orang disana bisa mikir, kalau perempuan kayak kamu itu murahan, setelah nikah sama Dean, langsung kencan sama Alex. " ujar Nando.
"Berhenti bawa-bawa nama Kak Dean!” Alea mendesis tajam.
"Kamu ngomel panjang lebar karena cemburu?” Ia menyeringai. “Kamu risih liat aku pakai baju seksi? Tapi kamu sendiri… nggak ngerasa salah sama sekali waktu pelukan sama Arin tadi?”
"Jangan pikir aku nggak lihat,” lanjut Alea. “Aku lihat dengan mata kepala aku sendiri. Kamu pelukan sama Arin di depan mata aku!”
"Atau jangan jangan itu juga termasuk dari bagian fan service?”
"Lucu banget. Kamu bebas Deket sama cewek lain, tapi aku dilarang apapun? Aku main game aja kamu ngamuk.”
"Baju yang aku pakai masih ada batasan,kak. Sedangkan pakaian perempuan yang kamu gandeng tadi, jauh lebih terbuka dari ini. Menurut aku, ini pakaian yang layak dan masih terkesan sopan buat datang ke pesta, kamu mau aku pakai baju tertutup modelan apa? Coba kasih tau aku. "
"Kalau kamu masih ada rasa sama Arin, kenapa kamu terima tawaran Kak rey buat nikah sama aku? Karena kasihan?” Suaranya meninggi. “Persetan sama kasihan, Nando! Aku nggak butuh itu!”
Dengan emosi meledak, Alea mendorong bahu Nando keras dan bergegas keluar dari kamar. Ia langsung memesan taksi online, pulang tanpa menoleh lagi.
_
Begitu sampai di rumah, taksi berhenti di depan rumah. Alea membayar cepat, lalu masuk tanpa berkata sepatah kata pun.
"Datang malam-malam, sama siapa?” tanya Arka, menatap adiknya dengan alis terangkat.
Alea hanya memutar bola mata, malas menjawab. Ia langsung naik ke lantai atas, mengabaikan tatapan Arka.
Tak lama, suara ketukan terdengar berkali-kali di pintu kamarnya.
"Lea, buka,” panggil Arka. Tak ada jawaban.
Dengan napas panjang, Arka mengambil kunci cadangan dari laci, membuka pintu, dan masuk.
Alea duduk meringsut di sudut kamar, bahunya bergetar, isakan tertahan terdengar lirih. Arka menutup pintu pelan dan menghampirinya.
"Keluar, Kak,”
Tapi Arka duduk di depannya, menarik tangan Alea lembut. Matanya menatap adiknya dalam-dalam.
"Kenapa?” tanyanya, suaranya penuh kekhawatiran.
Alea tak tahan lagi. Ia langsung memeluk Arka erat, tangisnya pecah sejadi-jadinya. Suaranya parau, dadanya naik-turun, napasnya mulai tak beraturan.
Arka membeku, lalu dengan cepat membalas pelukan itu, mengusap punggung adiknya pelan.
"Nando yang ngelakuin ini?”
"Dia ngapain kamu?”
Tak ada jawaban. Hanya tangis yang semakin sesak. Tubuh Alea gemetar hebat, tangannya mencengkeram erat lengan kakaknya.
"Lea?” Arka panik. “Lea, lihat Kakak!”
Alea berusaha menarik napas, tapi dadanya seperti terhimpit. Udara tak cukup, tangannya gemetar.
Melihat itu, Arka langsung bergerak cepat. Ia berlari ke kamarnya, membuka kotak P3K, mengambil obat Alea yang ia simpan untuk kondisi darurat.
Ia kembali membawa segelas air dan obat itu. Dengan sigap, ia membantu Alea meminumnya, memastikan tertelan sempurna.
Perlahan, napas Alea mulai stabil. Tubuhnya melemas, tapi air matanya terus mengalir.
"Kalau udah tahu punya penyakit anxiety, obatnya jangan ditinggal. Mau kamu kesiksa gara-gara sesak napas kayak tadi?" ujar Arka, kesal.
