NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Tuan Davison

Istri Rahasia Tuan Davison

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Rembulan Pagi

Pura-pura menikah dengan tetangga baru? Tentu bukan bagian dari rencana hidup Sheina Andara. Tapi semuanya berubah sejak tetangga barunya datang.

Davison Elian Sakawira, pria mapan berusia 32 tahun, lelah dengan desakan sang nenek yang terus menuntutnya untuk segera menikah. Demi ketenangan, ia memilih pindah ke sebuah rumah sederhana di pinggir kota. Namun, hari pertama justru dipenuhi kekacauan saat neneknya salah paham dan mengira Sheina Andara—tetangga barunya—adalah istri rahasia Davison.

Tak ingin mengecewakan sang nenek, Davison dan Sheina pun sepakat menjalani sandiwara pernikahan. Tapi saat perhatian kecil menjelma kenyamanan, dan tawa perlahan berubah menjadi debaran, masihkah keduanya sanggup bertahan dalam peran pura-pura?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rembulan Pagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13. Ragu Yang Senyap Di Hati Sheina

Pagi itu udara masih terasa lembap, sisa hujan semalam belum sepenuhnya menguap dari tanah. Di halaman sekolah, suara anak-anak TK sudah mulai ramai, sebagian berlari-lari kecil, sebagian lagi duduk di atas karpet karet sambil bermain balok warna-warni. Sheina baru saja sampai. Rambutnya dikuncir setengah, langkahnya tenang, tas selempangnya tergantung ringan di bahu kanan.

Begitu masuk ruang guru, aroma kopi dan lem kertas langsung menyambut. Ia meletakkan tas di kursi, lalu membuka buku agenda. Tiba-tiba, dari arah belakang, terdengar suara tumit sepatu beradu dengan lantai keramik.

"Eh, Shein," suara itu terdengar ringan, nyaris seperti basa-basi.

Sheina menoleh pelan. Merisa. Guru dari kelas seberang. Usianya mungkin beda setahun atau dua tahun lebih tua. Wajahnya cantik, kulitnya bersih, dan gaya bicaranya selalu terdengar seolah sedang di tengah audiensi penting. Ia membawa beberapa spidol warna, pura-pura menaruhnya di meja yang sebenarnya kosong dari aktivitas.

"Kemarin aku lihat kamu diantar, ya?" tanya Merisa, suaranya dibuat santai, tapi matanya tidak.

Sheina menyimpan pulpen ke dalam agenda, lalu menjawab pelan, "Iya."

"Yang tinggi, putih, pakai jas abu itu, kan?" lanjutnya. Kali ini nada ingin tahunya tidak terlalu ditutupi. "Siapa tuh?"

"Temen," jawab Sheina singkat.

"Temen yang baik, ya. Udah beberapa kali nganterin?"

Sheina tidak langsung menjawab. Ia hanya tersenyum, tipis.

Merisa ikut tersenyum, tapi senyumnya bukan senyum yang hangat. Lebih seperti senyum yang menahan sesuatu. Ada rasa ingin tahu yang bukan karena peduli, lebih seperti ingin mengukur. Dari dulu Sheina tahu, Merisa selalu menyimpan sesuatu yang samar. Bukan permusuhan, bukan juga ketidaksukaan. Tapi ada aroma persaingan yang Sheina sendiri tidak mengerti sumbernya dari mana.

Padahal, mereka tidak sedekat itu. Tidak ada yang pernah terjadi juga.

Mungkin karena Sheina tidak suka cari perhatian. Mungkin karena Sheina tidak pernah merasa perlu untuk jadi pusat. Dan justru itu, yang terkadang membuat orang lain merasa terganggu tanpa alasan jelas.

"Aku tuh penasaran aja, Shein," ucap Merisa, sambil duduk di kursi yang tidak benar-benar ia butuhkan. "Soalnya kamu tuh kalem. Nggak banyak omong. Tapi bisa juga ya, dapet cowok yang ya gitu deh."

Sheina menoleh pelan, menunjukkan perhatian, tapi tidak menawarkan perasaan.

"Yang gimana maksudnya?"

"Ya, yang ganteng, bersih, kelihatan mapan. Mobilnya juga nggak main-main, Shein. Itu yang anterin kamu kemarin, kan?"

"Kenapa emangnya?"

Merisa terkekeh kecil. Tertawa pendek dan pelan, seolah yang ia katakan selanjutnya tidak penting, padahal justru paling ia tunggu untuk diucapkan.

"Nggak apa-apa. Lucu aja. Soalnya ya, aku aja yang tiap hari dandan rapi, ikut rapat ini-itu, masih susah dapet yang kayak gitu. Eh kamu yang diem-diem aja dapet jackpot."

Sheina menatapnya sebentar. Ia bisa saja menanggapi, tapi merasa tidak perlu. Beberapa jenis komentar memang tidak layak dijawab. Diam jauh lebih membungkam.

"Tapi ya hidup emang kadang aneh, ya?" lanjut Merisa, nadanya ringan tapi tidak netral. "Orang yang nggak kelihatan menonjol justru kadang lebih dipilih. Apa mungkin karena cowok-cowok gitu lebih suka yang lowkey gitu kali, ya?"

Sheina menghela napas pelan, lalu menutup agendanya. Ia berdiri dengan tenang, tak menunjukkan gestur terganggu.

"Atau mungkin mereka suka yang nggak terlalu sibuk cari perhatian," timpal Sheina.

Kalimat itu terlontar dengan datar. Tidak tinggi, tidak sinis, tapi cukup untuk memberi jeda.

Merisa diam sejenak, lalu kembali tertawa kecil. Tapi kali ini tawanya tidak menyembunyikan kekakuan.

"Ya mungkin juga."

Sheina melangkah keluar ruang guru tanpa menoleh lagi. Ia tahu, beberapa orang memang tak perlu dijelaskan. Biarkan saja mereka sibuk dengan persepsi yang mereka ciptakan sendiri.

Di luar, langit masih menyisakan sisa mendung yang belum sepenuhnya bubar. Angin bertiup pelan, membawa aroma tanah basah yang samar. Sheina duduk di bangku kayu yang berada di bawah pohon mahoni besar, letaknya agak menyudut dari bangunan sekolah. Ia membuka kotak makan, isinya nasi putih, ayam kecap, dan potongan timun. Makanan dari rumah, sisa masakan semalam.

Sendok plastik di tangannya bergerak perlahan, tapi tidak benar-benar fokus. Pikirannya masih tertinggal di ruang guru.

"Kalem? Aku?" gumamnya pelan, setengah tertawa, setengah menggerutu. "Itu cuma di depan dia aja kali. Di depan orang-orang yang ya gitu deh. Aku ini ekstrovert, nggak bisa sekalem itu. Aku rame. Aku suka ngobrol. Tapi ya males aja kalau ngobrolnya sama yang bawa energi negatif."

Sendoknya berhenti. Ia menopang dagu dengan tangan kirinya, menatap kosong ke arah halaman yang sekarang mulai agak sepi.

"Heran ya, kok bisa orang kayak dia nganggep aku saingan. Aku aja nggak pernah nganggep dia penting."

Sheina menarik napas panjang, lalu mencoba makan lagi. Tapi baru dua suapan, pikirannya melompat ke arah lain.

Ke arah Davison.

"Waduh," bisiknya sambil meletakkan sendok. "Kira-kira Pak Dev nyaman nggak ya kalau ada yang ngomongin dia dapet cewek kayak aku? Ya walaupun pura-pura jadi istri rahasia, tapi tetap aja. Image dia tuh terlalu rapi buat punya koneksi sama aku."

Tangannya bergerak mengambil ponsel. Ia buka layar chat, jempolnya sudah mengetikkan pesan pendek.

Sheina: Pak Dev kalau ada yang ngomongin soal aku sama Bapak, Bapak risih nggak?

Ia baca ulang pesannya. Dagu bawahnya menggembung pelan.

"Hmm, terlalu frontal."

Pesan itu dihapus. Ia mengetik ulang.

Sheina: Maaf ya kalau belakangan ini jadi agak ganggu reputasi Bapak."

Sheina menatap layar agak lama. Hatinya maju mundur. Ia ragu. Lalu akhirnya, pesannya kembali dihapus. Layarnya dimatikan.

"Nggak usah dipikirin, Sheina. Toh kelihatannya Pak Dev orangnya kelihatan santai," ucapnya pada diri sendiri. "Dan kamu cuma pura-pura jadi isyri rahasianya bukan betulan. Jadi jangan GR."

Senyum tipis tetap muncul di ujung bibirnya, senyum yang mengandung segumpal rasa penasaran yang tak bisa ia enyahkan begitu saja.

Sedangkan di sisi lain, Davison duduk di ruang kerjanya, tengah berkutat dengan tumpukan laporan dan dokumen acara yang harus segera dirapikan. Ponselnya tergeletak di samping laptop, layar yang mati tiba-tiba menyala saat notifikasi masuk.

Dua pesan masuk dari Sheina muncul sekilas di layar:

Sheina: Pak Dev kalau ada yang ngomongin...

Sheina: Maaf ya kalau belakangan ini jadi agak...

Davison cepat membuka aplikasi chat, hendak membalas. Namun, sebelum jarinya menyentuh notifikasi, kedua pesan itu menghilang, terhapus oleh pengirimnya.

Alis Davison berkerut. Ia menatap layar ponsel, lalu menghela napas pelan.

“Ada yang mengganggu Sheina, ya,” pikirnya.

Segera tanpa ragu, ia menekan tombol panggil dan menunggu di seberang sana.

Sheina sedang duduk santai di bawah pohon, menikmati makan siangnya. Satu gigitan masuk ke mulut, lalu tiba-tiba ia tersedak kecil saat ponselnya bergetar keras. Nama Davison terpampang di layar.

Jantung Sheina langsung berdebar. Dengan tangan gemetar, ia mengangkat telepon.

“Halo?” suaranya masih agak serak.

“Sheina,” suara Davison terdengar lebih lembut dari biasanya, “Saya nggak merasa terganggu atau risih.”

Sheina terdiam, masih mencoba menyesuaikan napasnya.

“Justru saya berterima kasih,” lanjut Davison, “Kehadiran kamu bikin nenek saya kelihatan lebih hidup.”

Senyum pelan muncul di wajah Sheina.

“Dan saya yang harus minta maaf,” tambahnya, “Karena ada yang ngomongin hal-hal aneh ke kamu gara-gara saya.”

Sheina menarik napas dalam-dalam. Suaranya lembut saat menjawab, “Nggak apa-apa, Pak. Saya sadar ini cuma pura-pura.”

“Tapi kamu penting buat saya,” suara Davison sedikit berubah, penuh arti, “Jangan biarkan omongan orang mengganggu kamu.”

Sheina tersenyum tipis, hatinya terasa hangat.

“Terima kasih, Pak Dev.”

Sheina menutup telepon dengan perlahan. Senyum di wajahnya masih tersisa, tapi ada kerling samar di matanya yang tak bisa disembunyikan. Di balik kehangatan kata-kata Davison, ada rasa ragu yang diam-diam menggerogoti.

“Apakah aku benar-benar siap menghadapi apa yang akan terjadi nanti?” gumamnya pelan.

Di kejauhan, awan mulai tersibak, memperlihatkan langit biru yang luas dan cerah. Angin membawa suara burung-burung kecil yang bersahutan, seolah mengajak Sheina untuk percaya bahwa segala sesuatu akan menemukan jalannya sendiri.

Sementara itu, di balik meja kerjanya, Davison memandang layar ponsel yang masih menyala. Ia menarik napas panjang, menyimpan pesan yang tak terucap dan harapan yang belum terungkap.

Mungkin ini baru awal dari sesuatu yang lebih dari sekadar pura-pura.

Dan siapa yang tahu? Mungkin, di antara kata-kata yang tak diucapkan itu, ada cerita yang belum siap untuk diceritakan.

1
LISA
Menarik juga nih ceritanya
LISA
Aneh tp ntar kmu suka sama Sheina Dev🤭😊
LISA
Aku mampir Kak
Rian Moontero
lanjuutt thor,,smangaaat💪💪🤩🤸🤸
Rembulan Pagi: terima kasih kakk
total 1 replies
Umi Badriah
mampir thor
Rembulan Pagi
Bagi yang suka romance santai, silakan mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!