Dominic, sang maestro kejahatan, telah menawarinya surga dunia untuk menutup mata atas bukti-bukti yang akan menghancurkan kerajaannya.
Yumi, jaksa muda bercadar itu, telah menolak. Keputusan yang kini berbuah petaka. Rumahnya, hancur lebur. Keluarga kecilnya—ibu, Kenzi, dan Kenzo, anak kembarnya—telah menjadi korban dalam kebakaran yang disengaja, sebuah rencana jahat Dominic.
Yumi menatap foto keluarga kecilnya yang hangus terbakar, air mata membasahi cadarnya. Keadilan? Apakah keadilan masih ada artinya ketika nyawa ibu dan anak-anaknya telah direnggut paksa? Dominic telah meremehkan Yumi. Dia mengira uang dapat membeli segalanya. Dia salah.
Yumi bukan sekadar jaksa; dia seorang ibu, seorang putri, seorang pejuang keadilan yang tak kenal takut, yang kini didorong oleh api dendam yang membara.
Apakah Yumi akan memenjarakan Dominic hingga membusuk di penjara? Atau, nyawa dibayar nyawa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Paket buat Yumi
Satu minggu telah berlalu sejak peristiwa mengerikan itu. Yumi masih sering mengunjungi lokasi rumahnya yang kini hanya menyisakan puing-puing hangus.
Ia duduk di tanah yang masih berasap, tatapannya kosong, menatap reruntuhan yang dulu pernah menjadi tempat tinggalnya yang hangat. Kesedihan yang mendalam terpancar dari raut wajahnya, seolah-olah ia masih bisa melihat bayangan putra-putranya yang kembar dan ibunya di sekelilingnya. Sesekali, tangisnya kembali pecah. Air mata mengalir deras membasahi pipinya, mencurahkan kesedihan yang tak tertahankan.
Ia tak pernah menyangka, kehidupan yang ia bangun dengan penuh kasih sayang, hancur lebur hanya dalam satu malam, dihancurkan oleh orang yang paling ia benci.
"Kenzi, Kenzo," bisik Yumi, suaranya bergetar menahan isakan. "Mama akan mendapatkan keadilan untuk kalian berdua, sayang. Begitu pula dengan Ibu. Apa pun yang terjadi, dia harus bertanggung jawab atas semua perbuatannya!" Matanya merah dan berkaca-kaca, namun terpancar tekad yang kuat di dalamnya. Ia berjanji pada dirinya sendiri, pada anak-anaknya, bahwa ia akan memenjarakan Dominic.
Sentuhan lembut Miranda di bahunya membawanya kembali ke kenyataan. Yumi tersentak, lalu mengusap air matanya dengan punggung tangan. "Apa pun alasannya," ujarnya, suaranya masih bergetar, namun tegas, "dia harus dipenjara!"
"Iya, aku akan mendukungmu apa pun yang kau lakukan," kata Miranda, suaranya penuh dukungan. "Dan mudah-mudahan dia mendapat balasan setimpal atas semua kejahatan yang telah dilakukannya selama ini." Miranda memang sahabat terbaik Yumi, selalu ada di sisinya dalam suka dan duka.
"Makasih ya, karena kamu selalu ada buat aku," ucap Yumi, suaranya masih sedikit bergetar, namun terasa lebih tenang setelah mendapatkan dukungan dari sahabatnya.
Miranda tersenyum lembut. "Udah, santai aja. Itulah gunanya punya teman," katanya, mencoba menghibur Yumi dengan nada ringan.
"Oya, bagaimana dengan bukti-bukti yang ku pinta padamu untuk disimpan?" tanya Yumi, suaranya sedikit cemas. Ia sendiri yang menyimpan bukti kejahatan Dominic. Kecemasan itu terasa, menunjukkan betapa pentingnya bukti-bukti tersebut baginya.
"Ada kok di rumah. Kamu mau mengambilnya sekarang?"
Yumi mengangguk, fokusnya masih tertuju pada pikirannya sendiri. "Iya."
"Baiklah, kalau begitu, temani aku dulu ke perpustakaan. Aku mau mengembalikan buku yang ku pinjam beberapa hari lalu."
Yumi, yang masih terbenam dalam kesedihan dan pikirannya tentang Dominic, dengan mudah menyetujui permintaan Miranda.
Namun, sebelum melangkah pergi, Yumi tanpa sengaja menginjak sesuatu yang terasa keras di bawah kakinya. Ia menunduk dan melihat sebuah benda kecil yang hangus terbakar—sebuah anting.
"Tunggu," gumam Yumi, berjongkok untuk mengambil anting tersebut. Benda itu terasa begitu familiar.
"Punya siapa?" Yumi bergumam lagi, jari-jarinya menelusuri bentuk anting yang rusak itu.
"Ada apa, Yum?"
Yumi menggeleng, "Tidak ada apa-apa." jawab Yumi mengantongi anting itu.
**
"Pa, Yumi belum pulang?" tanya Riya Tante Yumi.
"kayaknya belum pulang deh, ma," jawab papa Rinto meminum kopinya.
Ting!
Tiba-tiba ada yang membunyikan bel pintu rumahnya.
"loh, siapa yang datang pa? apa Yumi?" tanya Tante Riya.
"Mungkin..." gumam Tante Riya lagi.
"Buka saja dulu pintunya."
Baiklah." katanya, lalu berjalan menuju pintu. Langkahnya tampak tergesa-gesa, menunjukkan kegelisahannya.
Namun, saat pintu terbuka, yang ia temukan bukanlah Yumi, melainkan sebuah kota yang terpampang jelas nama Yumi di sana.
Itu menandakan, kalau kotak tersebut di kirim untuk Yumi.
"Apa ini?"
Dan salam kenal para reader ☺️☺️😘😘