Sequel Novel "Aqila Love Story"
Diharapkan sebelum baca karya ini, tolong baca karya author berjudul Aqila Love Story, yah!
Season 1 :
Melupakan masa lalu, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Tetapi, semua itu harus dilakukan, demi kewarasan dan kelangsungan hidup seorang Reynaldi Johan Pratama.
Tak ada yang tau, Jodoh dan Maut di tangan Allah. Kita sebagai manusia hanya bisa menjalani dan mensyukuri apa yang sudah digarisi oleh Tuhan.
Begitu pun dengan Rey. Seberapa tinggi dinding kokoh yang dia bangun untuk menutup hatinya, jika Allah tak berkehendak. Maka, jangan harap hatimu akan kuat.
Lalu, siapakah gadis yang berhasil memecah dinding kokoh hati Rey?
Season 2 :
Kehidupan rumah tangga tak melulu soal bahagia dan kesenangan saja. Akan ada waktu dimana sebuah pernikahan di uji dengan beberapa hal dari dunia sekitar.
Ujian di tahun pertama sampai 5 tahun ke depan lebih banyak berasal dari kedua pasangan itu sendiri. Ada juga dari orang ketiga dan orang luar yang lain.
Tapi memang itulah suka dukanya sebuah pernikahan. Hanya tinggal melihat bagaimana nahkoda atau Imam keluarga yang membawa biduk rumah tangganya ini kemana.
Hal itu pun yang akan terjadi pada Jessica dan Rey. Sebuah masalah yang membuat keduanya berpisah untuk waktu yang beberapa lama dan dalam kondisi Jessica yang sedang dalam masa sulit.
Apakah keduanya mampu bertahan dalam menjalani biduk rumah tangga?
Info Update : Setiap pukul 15.00
Follow ig aku : @ini_jblack
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JBlack, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekhawatiran Rey
Aku percaya jika kamu memang benar-benar mencintaiku. Karena semua bisa dibuktikan dari bagaimana kamu bersikap dan begitu khawatir pada keselamatanku. ~Jessica Caroline~
****
Suasana sepi di depan kosan Jessi menjadi pemandangan pertama di mata Rey. Lelaki itu segera berjalan menuju pintu rumah besar itu. Saat dia hendak mengetuknya, tak lama pintu itu terbuka dan muncul anak kos yang lain.
"Oh, Tuan Tampan. Cari Jessica?" tanya gadis berpakain kaos putih dengan rambut digerai.
Rey hanya mengangguk. Lalu dia diminta menunggu di kursi teras, sedangkan gadis tadi, segera menyusul Jessi yang sudah dia tebak berada di kamar.
"Jess."
"Ya," sahut Jessi dengan rambut dibalut handuk.
"Ada apa, Kak?"
"Didepan ada kekasihmu," ujarnya lalu segera pergi dari hadapan Jessi.
Tentu saja gadis itu tertegun, namun dia tak mau berfikiran apapun. Punggungnya sudah sakit namun dia sudah merasa nyaman karena dia kompress dengan air hangat tadi di kamar mandi.
Berjalan pelan, Jessi mencoba menutupi sikunya yang terluka karena jatuh tersungkur.
Saat Jessi hendak menyapa, tiba-tiba Rey sudah beranjak dan memeluk gadis itu begitu erat. Sungguh Rey merasa tenang ketika melihat gadis itu baik-baik saja di depannya.
Tapi tunggu, kenapa dia merasa tubuh Jessi tak nyaman di pelukannya.
"Kamu kenapa?" tanya Rey penuh selidik.
Jessi sungguh gugup, dia memilih diam dan mengalihkan pandangannya.
"Kamu ngapain kesini?" tanya Jessi mengalihkan pembahasan.
"Jessi!" seru Rey menaikkan suaranya. "Kamu kenapa?" lanjutnya.
Jessi masih diam. Hingga Rey menarik tangan gadis itu agar duduk lalu membalikkan tubuhnya agar menghadap ke depan. Dengan sekali gerakan, kaus belakang Jessi diangkat ke atas dan terpampanglah punggung yang sudah membiru kehitaman.
Perasaan lega yang tadi hingga kini menepis lagi, Rey begitu takut melihat luka itu. Tanpa kata, dia menggendong Jessi yang masih dalam keadaan rambut berbalut handuk, wajah tanpa poles dan hanya memakai kaos dan celana pendek selutut.
"Turunin!" perintahnya meronta
"Diam!" sentak Rey dan langsung membuat gadis itu menciut takut.
Wajah garang tanpa senyum, mata tajam dan dingin itu mengambil alih seorang Rey. Jessi akhirnya lebih memilih menurut hingga tubuhnya didudukkan di kursi penumpang depan.
****
Dalam perjalanan yang entah kemana. Tak ada percakapan apapun dari keduanya. Baik Rey ataupun Jessi, dua-duanga hanya diam. Seperti enggan bercerita dan lebih memilih memikirkan semuanya sendiri.
Hingga akhirnya, mobil yang dikendarai Rey mulai memasuki perumahan elit dan membuat Jessi tahu jika dirinya akan kemana.
Mengelak pun tak akan bisa, lebih baik dia sekarang menurut dan mengikuti apa maunya sang bos sekaligus kekasih hatinya.
Saat Jessi hendak turun sendiri. Rey sudah berdiri di depan pintu samping dan menggendong kembali Jessi yang hanya diam menatapnya seksama.
"Maafkan aku," lirih Jessi.
Tentu dia tahu jika Rey sedang khawatir padanya.
"Tidurlah disini," pinta Rey tanpa menatap gadisnya itu.
Hari memang semakin larut. Bahkan rumah Rey sudah mulai sepi hingga membuat laki-laki itu dengan mudah membawa gadisnya menuju ke sebuah kamar.
"Bukain pintunya!" pintanya menatap handle pintu.
Jessi mengangguk dan membukakan pintu itu hingga tak lama lampu secara otomatis hidup dan membuat ruangan itu terang benderang.
Nuansa kamar serba putih, hitam dan abu-abu begitu mendominasi. Khas cowok banget jika dilihat dari penataan ruangan di dalamnya.
"Kamar siapa?" tanya Jessi setelah tubuhnya dibaringkan di atas ranjang empuk.
"Kamarku," sahut Rey cuek sambil berjalan keluar kamar.
Mulut Jessi menganga tak percaya. Apa dia tak salah dengar, ini adalah ruang kamar kekasihnya. Lalu dia akan bermalam disini, dikamar ini. Apa mereka akan tidur berdua? Pikiran-pikiran gila mulai muncul di benaknya. Namun seketika dia tersadar saat otak sehatnya mengambil alih.
Jessi mengedarkan pandangannya di setiap sudut ruangan. Terdapat tiga pintu disana. Salah satunya bisa ditebak jika itu adalah kamar mandi. Namun dua pintu itu, dia tak tahu. Di kamar ini pun, dirinya tak menemukan lemari pakaian. Apa antara dua pintu tadi ada tempat khusus pakaian. Tak mau ambil pusing, dia lebih memilih memejamkan matanya dengan tubuh bersandar.
****
Sinar matahari mulai menembus celah gorden dan mengusik tidur seseorang. Perlahan mata indahnya mengerjap pelan dengan kesadaran belum penuh.
Saat ini, dirinya sedang tertidur dengan posisi tengkurap. Tetapi, kenapa dirinya merasakan bahwa kulit tubuhnya bersentuhan langsung dengan sprei yang dia tiduri.
Perlahan, kesadarannya mulai pulih saat hidungnya mencium bau maskulin yang begitu dia hafal.
"Semalam aku berada di kamarnya dia."
Spontan Jessi menatap ke dalam selimut dan mendapati dirinya hanya memakai bra dan celana pendek saja. Matanya membulat penuh dengan pikiran-pikiran buruk menghinggapi otaknya.
"Kamu sudah bangun?" Suara bariton milik Rey membuat Jessi segera membalut tubuhnya meski masih merasakan sakit di punggung.
"Kamu apain aku?" tanya Jessi penuh selidik.
"Gak ngapa-ngapain."
"Tapi kenapa aku tak memakai…."
"Aku hanya mengobatimu."
"Berarti…."
"Mama yang mengoles salep di punggungmu," sahut Rey memotong ucapan gadisnya itu.
Jessi menunduk, dia merasa bersalah sempat berpikiran macam-macam pada lelakinya itu. Namun tak lama, dia merasakan kehadiran Rey yang mendekat padanya, dengan lembut diangkatnya dagu Jessi agar kedua mata mereka berpandangan.
"Semalam aku khawatir banget sama kamu. Apalagi pas lihat foto kamu yang dikirim orang gak dikenal, bikin aku tambah was-was." Cerita Rey menatap sendu kekasihnya itu.
Jessi mengerjapkan matanya, dia masih menunggu kelanjutannya apa yang ingin disampaikan lelaki itu.
"Aku gak bakal maksain kamu buat cerita, tetapi…." menjeda sesaat, "belajarlah terbuka padaku, karena kita akan menikah."
Tak lama senyum Jessi mengembang. Mungkin lelaki di depannya mengatakan kata istimewa itu dengan ekspresi datar, namun entah kenapa, Jessi begitu terharu dengan setiap apa yang dilakukan oleh prianya itu.
"Maafkan aku, tapi aku hanya takut kamu semakin khawatir."
Rey menggeleng, "aku bakalan lebih khawatir kalau ada sesuatu hal yang kamu sembunyikan.
Jessi menganggukkan kepalanya. "Aku akan ceritakan apa yang terjadi semalam," ucapnya yakin.
Keduanya segera duduk di atas ranjang sambil berhadapan. Jessi juga semakin menutupi tubuhnya dengan selimut lalu menyandarkan punggungnya pelan di sandaran ranjang. Kemudian, mengalirlah semua yang terjadi semalam kepadanya.
Jessi bisa melihat raut wajah menyesal, marah dan kecewa di wajah Rey. Namun gadis itu menggenggam tangan pria itu sambil terus menceritakan ceritanya sampai akhir.
"Jadi kamu ditolong orang, begitu?"
"Iya sepertinya. Tapi aku gak tau siapa mereka, karena aku lebih milih kabur duluan." Jessi meringis, dia ingat betul semalam meninggalkan gerombolan yang menyelamatkannya bersama supir taxi.
"Aku akan menyuruh Bima untuk mencari tau siapa dalang dibalik ini semua."
Jessi mengangguk, "tapi jangan hukum mereka terlalu berat."
"Kamu masih mikirin mereka? Padahal nyawa kamu jadi taruhan."
"Semalam kan aku udah gak apa-apa. Selesaikan semuanya secara kekeluargaan."
"Aku bakal bawa mereka ke kantor polisi."
Memang berdebat dengan Rey bukanlah hal bagus. Akhirnya Jessi hanya menganggukkan kepalanya dan berdoa semoga pelaku yang menjadi dalang cepat terungkap dan dia mengetahui apa motif dalang melakukan itu kepadanya.
~Bersambung~
Hihi kira-kira siapa ya dalang dari penyerangan semalam? Hmm mikir.
Jangan lupa tekan like yah dan beri dukungan author dengan vote hadiah atau vote tiket. Terima kasih.
sehrusnya rey..mnceritkn niat buruk marlena pd ibu dn mmnya