Guru Privat Gilak!

“Arrghh sial! Liat aja lo Fika! Hidup lo gak akan tenang” Suara itu, suara nenek lampir. Salah-salah. Suara Melva. Gadis dengan rambut curly, tengah berada di dalam mobil nya.

Tringggggggg!!!!!!!

Bel sekolah berbunyi menandakan pulang sekolah.  Dua anak remaja  yang diketahui berpacaran, dua hari yang lalu. Yakni Arkan dan Fika yang hendak pulang bersama.

Dengan motor vespa milik Arkan. Arkan bukan lah pria yang sok bergaya. No! itu bukan dirinya.

Arga. Papa Arkan meminta nya untuk membeli motor sport namun yang Arkan beli malah motor vespa berwarna biru.

Alasannya motor itu akan menjadi saksi dirinya dan pacarnya. Dan akhirnya sekarang pun terjadi. Dirinya dan Fika.

“Sini gue pakein” tawar Arkan yang melihat Fika kesusahan memasang helm.

Sangat romantis.

Berbeda dengan Melva, gadis itu memutar bola matanya jenggah, lirik matanya beralih pada gadis yang membuka kedok rencananya. Fara. Gadis itu.

Muncul seuah ide baru dibenak Melva.

“Lo berani sama gue! Tanggung akibatnya” ucapnya lalu menancap gas.

Fika yang menunggu Arkan untuk naik, celingak-celinguk dan saat itu pun matanya melihat mobil yang ia ketahui mobil Melva, sedang melaju kencang untuk menabrak seseorang?

Fara!!

Dengan cepat Fika berlari.

Dan…

Braakk…!

Fika mendorong tubuh Fara. Sedangkan?

Dirinya? Terpental sangat jauh..

“FIKA!!!!”

***

Khawatir, takut, gemetar, gugup. Mereka semua rasakan.

Arkan, Oji, Billy, Fara, Ocha dan Meta, menunggu dokter keluar dari ruang periksa yang diketahui pasien tersebut adalah Fika.

“Melva dikeluarkan dari sekolah, terus lagi diurus sama polisi” ucap Aland tiba-tiba.

“Arggggh sial! Sial!” emosi Arkan meninju-ninju tembok di sampingnya.

“Lo gila!” bentak Aland menarik bahu Arkan, Arkan menepisnya secara  kasar, menarik kerah baju Aland.

“Lo..”

“Keluarga pasien?” dokter keluar. Arkan menghampirinya dengan cepat.

“Bagaimana keadaan Fika Dok?” tanyanya langsung.

“Karena pasien terpental jauh dan benturan dikepalanya cukup kuat, dan untungnya pasien memakai helm saat kecelakaan, benturan kepalanya tidak seberapa, hanya saja pasien diharuskan untuk dirawat inap selama seminggu” jelas dokter.

“Baiklah saya permisi” pamit dokter tersebut.

Tanpa babibu Arkan masuk ke dalam ruangan Fika. Saat yang lain ingin menyusul, Meta angkat bicara.

“Biarin mereka berdua dulu” setelah mengatakan itu, niat mereka terurungkan.

Di dalam Arkan menatap wajah cantik Fika, namun yang menghalanginya saat terdapat perban dikepalannya.

“Ma’af…” lirihnya.

“Gue gak bisa ngejaga lo, gue gak bisa ngelindungi lo, ma’af.. omongan gue cuman bulshit ma’af…”

Perlahan mata Fika terbuka, melihat Arkan yg menunduk dengan memegang tangan nya.

"Fika gak papa pangeran" ujar Fika pelan dengan tersenyum kecil. Arkan yg mendengar suara Fika mendongak.

"Lo..."

"Ciee nangis...." ejek Fika yg melihat wajah Arkan. Arkan membuang wajah nya dan menatap ke arah lain.

"Ar... Pangeran Fika.. Sayang ..." Fika memanggil dengan menggoda. Arkan menoleh.

“Jangan banyak omong dulu, istirahat ya, pangeran siap ngerawat putrinya sampe sembuh”

***

“Tante.. Tante pulang aja.. biar Arkan yang jagain Fika” suara Arkan membangunkan Mona yang sedang tertidur memegang tangan Fika.

“Eughh Arkan? Kamu aja Nak, Tante..”

“Gak papa tan, Tante aja, diluar ada Pak Dodi, nungguin Tante”

“Hm… Fika.. Mama pulang sebentar ya.. ntar Mama kesini lagi” kecup Mona dikening Fika.

“Kalau kamu cape, hubungin Tante ya, biar kita gantian” ucap Mona ke Arkan. Arkan mengangguk. Arkan duduk di kursi disamping Fika.

“Udah jangan pura-pura tidur” ucap Arkan.

Fika membuka matanya. Bagaimana Arkan bisa tahu?.

Ia memang telah bangun. Saat Arkan masuk ia melihat Fika yang sudah membuka matanya, namun saat itupula Fika menutup matanya kembali.

“Kamu tau?” suara Fika yang lesu.

“Tau, sekarang makan?”

“Gak mau.. gak ada rasa” jawabnya menutup rapat-rapat mulutnya.

“Gue-aku suapin” logat formal Arkan. Dalam benaknya, mungkin sekarang ia akan belajar lembut.

“Aaaaa?” Fika menggeleng.

“Gak pait beneran” Bujuk Arkan, mencicipi bubur yang berada di tangannya.

Fika membuka mulutnya sedikit. Arkan langsung memasukkan sedikit bubur ke dalam mulut Fika. Fika menelannya, saat Arkan ingin menyuapainya lagi Fika menggeleng.

“Gak ada rasa”

“Jangan dirasa putri” kenapa disaat-saat seperti ini, Arkan malah menggodanya? Ia yakin pipinya sudah merah.

“Gitu aja merah” goda Arkan.

Fika memutar bola matanya.

“Bodo” ucapnya pelan.

“Ngambek nih ceritanya?”

“Gak tau”

“Yaudah”

“Ish”

“Kenapa?”

“Gaktau”

“Mau apa sayang?” Blush! Pipi Fika merah lagi!

“Gombal dih”

“Siapa?”

“Kamu”

“Perasaan enggak”

“Taulah”

“Makan ya?”

“Yaudah sini biar aku sendiri” rebut Fika, mengambil alih piring berisi berisi bubur di tangan Arkan, namun Arkan ambil lagi dari tangannya.

“Gue aja”

“Dih tadi aku-kamu’an sekarang gue’an”

“Gak bisa”

“Belajar lah”

“Hm”

“Hm doang?”

“Mau nya?”

“Peyukkk”

“Dih manja”

“Suka-suka”

Walau begitu Arkan menarik Fika kedekapannya…

Romantis sekali.. Geming suster di luar. Yang ingin masuk tapi terhenti ketika melihat sepasang dua manusia itu.