Sebuah bakti kepada orang tua, mengharuskan perempuan berumur 27 tahun menikah dengan laki-laki pilihan kedua orang tuanya yang selama ini ia anggap sebagai adik. Qila yanh terbiasa hidup mandiri, harus menjalani pernikahan dengan Zayyan yang masih duduk di bangku SMA. “Aku akan membuktikan, kalau aku mampu menjadi imam!” Zayyan Arshad Qila meragukannya karena merasa ia lebih dewasa dibandingkan dengan Zayyan yang masih kekanakan. Apakah pernikahan mereka akan baik-baik saja? Bagaimana keduanya menghadapi perbedaan satu sama lain? Haloo semuanya.. jumpa lagi dengan author. Semoga kalian suka dengan karya baru ini.. Selamat membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berenang
Pagi-pagi sekali, Zayyan bangun dan menyiapkan sarapan untuk sang istri, membuat Qila yang baru bangun saat mendengar adzan subuh terkejut. Zayyan sudah menyajikan makanan di meja makan.
Nasi goreng dengan telur ceplok dan nugget. Selesai melaksanakan sholat, keduanya makan dan jalan-jalan di sekitar rumah. Sebenarnya Qila tidak setuju, tapi karena Zayyan memaksanya, ia terpaksa mengikuti suaminya.
“Mulai sekarang, kita harus berolahraga, minimal jalan pagi!” kata Zayyan dengan senyuman.
“Kenapa tiba-tiba jadi mengajak olahraga?”
“Supaya stamina kamu meningkat.” Bisik Zayyan.
“Aku tidak suka olahraga.” Keluh Qila yang tidak mengerti maksud Zayyan.
Ia yang sedari dalu membenci olahraga, selalu mendapatkan nilai pas-pasan di Pelajaran PJOK. Daripada olah raga, ia lebih memilih untuk menghabiskan waktunya dengan bermalas-malasan di kamar, membaca buku, atau menonton drama.
“Kenapa tidak suka?”
“Olahraga membuat tubuhku sakit semua.”
“Itu karena kamu tidak terbiasa. Kalau kamu sudah terbiasa, nanti juga tidak sakit.”
“Tapi apa harus olahraga?”
“Hanya itu yang bisa membuat stamina kamu meningkat. Mulai sekarang, setiap pulang kerja kita akan jogging ke taman KDC.”
“Memangnya kenapa kalau staminaku biasa-biasa saja?”
“Kamu yakin tidak tahu?” tanya Zayyan yang menghentikan langkahnya.
Qila menggelengkan kepalanya, karena selama ini ia merasa baik-baik saja tanpa olahraga.
“Aku jadi tidak bisa menambah kalau staminamu kurang.” Bisik Zayyan dengan penuh penekanan.
Qila mencerna kalimat suaminya dengan baik. Ia segera menyikut Zayyan yang tergelak melihat ekspresi tersipunya.
Dengan langkah cepat, Qila berbalik dan meninggalkan Zayyan. Bukannya tertinggal, Zayyan justru menyamai langkah Qila dengan lari santainya. Tak mau kalah, Qila ikut berlari hingga membuat nafasnya tersengal saat sampai rumah.
Tahu istrinya kepayahan, Zayyan segera masuk ke dalam rumah dan mengambilkan air untuk Qila. Ia juga meminta Qila untuk menyelonjorkan kakinya agar otot kakinya menjadi rileks dan tidak kram.
“Makanya aku minta kamu untuk membiasakan olahraga. Baru juga lari 10 meter, kamu sudah kepayahan seperti ini.” Kata Zayyan sambil memijat kaki istrinya.
“Aku akan melakukannya saat aku mau.”
Qila merasa apa yang dikatakan suaminya ada benarnya. Terlihat dari Zayyan yang sudah terbiasa berolahraga, nafasnya masih teratur meskipun mengikutinya berlari, tidak sepertinya yang kehabisan nafas.
Mendengar jawaban Qila, Zayyan mengangguk dan tersenyum. Olahraga yang ia minta tidak hanya untuk meningkatkan stamina dalam pendakian saja. Setidaknya, olahraga juga memberikan manfaat untuk Qila yang sehari-hari bekerja di depan komputer.
Tepat pukul 7, keduanya berangkat ke waterpark yang Zayyan maksud. Mereka menyempatkan untuk singgah ke toko olahraga untuk membeli pakaian renang karena pakaian renang Qila tertinggal di kontrakan mereka.
“Pemanasan dulu.” Kata Zayyan yang menghentikan istrinya.
Qila mengikuti Gerakan Zayyan dalam pemanasan. Penting melakukan pemanasan sebelum berenang untuk mencegah kram dan mempersiapkan otot dalam aktivitas berenang.
Selesai pemanasan, Zayyan membawa Qila untuk membasahi tubuh mereka di pancuran. Hal ini dilakukan untuk membantu tubh menyesuaikan diri dengan suhu air kolam renang, mengurangi risiko kaget saat masuk, dan membantu membersihkan kotoran atau minyak yang bereaksi dengan klorin (penjernih air).
“Berani naik yang itu?” tunjuk Zayyan ke arah seluncuran tertinggi yang ada di waterpark.
“Siapa takut!”
Keduanya berjalan dan menaiki tangga untuk sampai di puncak. Saat mulai berseluncur, Zayyan yang turun lebih dulu dan disusul Qila. Tak melewatkan moment, Zayyan merekam semua kegiatan mereka selama di kolam renang dengan menggunakan pelindung di ponselnya.
Puas dengan seluncuran, kini keduanya berlomba di kolam dewasa yang sedikit lengang. Pemenangnya tentulah Zayyan yang memiliki stamina bagus dibandingkan Qila.
“Sepertinya olahraga memang penting!” kata Qila yang saat ini duduk di pinggir kolam.
“Tentu saja! Tidak hanya untuk meningkatkan stamina, olahraga juga bisa mencegah penyakit kronis, mengurangi strees, dan meningkatkan mood.” Jelas Zayyan yang dengan santai merangkul bahu Qila.
Qila menatap lekat wajah Zayyan. Kulitnya kemarahan karena panas matahari dan rambut yang basah, membuat Zayyan tidak terlihat seperti anak sekolah. Apalagi otot dada dan perut yang terbentuk, membuatnya terlihat maskulin.
“Kenapa melihatku seperti itu?”
“Tidak apa-apa. terkadang aku merasa menikahi orang lain. Bukan anak SMA.”
“Sudah aku katakana, jangan meragukanku!” kata Zayyan seraya menyentuh hidung Qila.
Perlakuan suaminya membuat Qila tersenyum. Selama pernikahan, sepertinya Zayyan yang lebih berpesan aktif dibandingkan dirinya.
Suaminya benar-benar membuktikan jika dirinya layak menjadi imam dan Qila tidak bisa menampiknya. Pada kenyataannya, ia mengakui Zayyan adalah imam yang baik untuknya.
Cup!
Qila mengecup cepat pipi kiri Zayyan.
“Yang sebelah sini?” pinta Zayyan sembari menunjuk pipi kanannya.
Cup!
Setelah mengecup pipi kanan Zayyan, Qila turun ke air dan berenang menjauh. Zayyan yang Bahagia dengan inisiatif istrinya, mengejar Qila sampai di ujung kolam. Jika saja mereka tidak di tempat umum, mungkin Zayyan sudah akan memakan sang istri.
Sekitar pukul 10, keduanya keluar dari waterpark dan mencari tempat makan. Pilihan Qila jatuh pada bebek bakar madu di salah satu warung yang ada di pinggiran Sungai. Qila memesan bebek bakar madu, sedangkan Zayyan memesan bebek bakar bumbu hitam.
Usai makan, keduanya pulang dan tidur siang sebelum sorenya kembali jalan-jalan.
“Ke mana anak-anak?” tanya Ana yang mengetuk pintu tetapi tidak ada yang membukakannya.
“Motornya ada, berarti mereka di dalam. Pakai kunci cadangan saja!” perintah Mukhsin.
“Tidak bisa, kunci di dalam tidak di cabut.”
“Aku lihat jendela dulu.”
Kebetulan jendela kamar Qila gordennya terbuka, hingga Mukhsin bisa melihat kalau kedua anaknya sedang tidur. Beliau mengetuk jendela, membuat Zayyan terbangun dan segera berlari untuk membukakan pintu untuk kedua mertuanya.
“Bukankah Ayah dan Ibu kembali besok?” tanya Zayyan setelah menyalami kedua mertuanya.
“Kami pulang lebih cepat karena semua urusan sudah selesai.” Jawab Mukhsin.
“Apa Qila tidak bangun?” tanya Ana.
“Biarkan saja, Bu. Adeng mungkin kelelahan karena tadi kami baru pulang dari kolam renang.”
“Ya sudah, kamu kalau mau lanjut sana! Ayah dan Ibu juga mau istirahat.” Zayyan mengangguk dan kembali ke kamar.
Melihat istrinya yang masih terlelap, Zayyan merebahkan tubuh di samping Qila dan menatap wajahnya. Di rapikannya anak rambut sang istri dan mengusap lembut pipinya. Ia masih merasa Qila yang ada di hadapannya saat ini tidak nyata.
“Kenapa aku jadi kecanduan dengan istri yang lebih tua dariku?” gumam Zayyan.
Qila yang mendengar gumamannya, merasa terusik dan menggeliat. Entah karena terbiasa atau insting, Qila justru masuk ke dalam pelukan suaminya. Zayyan tersenyum dan mengecup kening sang istri.
Tetapi ia tidak bisa memejamkan matanya karena nafas Qila yang berhembus di dadanya, membuar sesuatu di bawah sana terbangun. Sebisa mungkin ia mengendalikan keinginannya, tapi ia kalah.
“Ehmm…”
Qila mengerang karena merasakan sensasi aneh ditubuhnya. Saat ia berusaha melawan kantuk dan membuka mata, ia menemukan suaminya sudah melucuti atasannya dan memainkan benda kenyalnya.
“Abang!” seru Qila terkejut.
Zayyan hanya meringis karena ketahuan oleh sang istri. Seperti tidak terjadi apa-apa, Zayyan kembali menaikkan dress yang dikenakan Qila dan merapikannya.
Qila yang menatap kesal suaminya, melepaskan tangan Zayyan dan merapikan pakaiannya. Perlahan ia turun dan meminum air dari botol minumnya.
“Katakan sesuatu!” Zayyan menarik tangan Qila.
“Apa?” tanya Qila pura-pura tidak mengerti.
“Maaf, aku tidak akan melakukannya lagi!” Qila mengernyit.
“Maafkan aku, oke?” Zayyan benar-benar salah kali ini.
Ia tidak seharusnya melakukan hal tersebut saat Qila tidur. Rasa bersalahnya kini sama seperti pencuri yang tertangkap basah.
“Yakin tidak akan melakukannya lagi?” Zayyan mengangguk sungguh-sungguh.
Qila menghembuskan nafas dalam. Halal bagi Zayyan untuk melakukan apapun kepada tubuhnya. Hanya saja, kenapa saat dirinya tidur? Dan, kenapa juga tubuhnya merasa aneh dan beraksi dengan perlakuan Zayyan?