Raju Kim Gadis Korea keturunan Indonesia yang merasa dirinya perlu mencari tahu, mengapa Ayahnya menjadi seorang yang hilang dari ingatannya selama 20 tahun. dan alasan mengapa Ibunya tidak membenci Pria itu.
Saat akhirnya bertemu, Ayahnya justru memintanya menikah dengan mafia Dunia Abu-abu bernama Jang Ki Young Selama Dua tahun.
Setelah itu, dia akan mengetahui semua, termasuk siapa Ayahnya sebenarnya.
Jang Ki Young yang juga hanya menerima pernikahan sebagai salah satu dari kebiasaannya dalam mengambil wanita dari pihak musuh sebagai aset. Namun Bagaimana dengan Raju Kim, wanita itu bukan hanya aset dari musuh, tapi benar-benar harus ia jaga karena siapa Gadis itu yang berkaitan dengan Janjinya dengan Ayahnya yang telah lama tiada.
Akankah Takdir sengaja menyatukan mereka untuk menghancurkan atau Sebaliknya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oliviahae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak yang Tak Terbaca
Pagi menjelang siang ketika Ki Young selesai memeriksa semua dokumen yang berkaitan dengan pelelangan tadi malam. Ia sudah menghubungi tiga kurator, dua penilai barang antik, bahkan satu informan yang ditempatkan di rumah lelang itu sendiri. Hasilnya tetap sama, kalung sederhana itu tidak memiliki data apa pun.
Bukan barang antik, Bukan barang modern.
Tidak tercatat di catatan kurator, Tidak tercatat di katalog asli. Dan Tidak milik siapa pun.
Seolah, kalung itu muncul hanya untuk Raju Kim.
Ki Young menatap kotak kayu kecil di atas meja. Permukaannya sudah ia bersihkan, bahkan ia periksa sendiri apakah ada perangkat kecil atau jejak elektronik. Tidak ada apa-apa. Hanya kotak biasa. Dan kalung yang terasa tidak biasa.
Ia mengetukkan jarinya ke meja, menimbang sesuatu. Ia ingin menyimpulkan bahwa ini hanya kebetulan. Tapi Ki Young tidak pernah percaya pada kebetulan.
Ia baru membuka berkas lain saat pintu ruangannya diketuk pelan tiga kali. Ritme khas seorang yang ragu namun tetap berusaha sopan.
“Masuk.”
Pintu terbuka perlahan. Raju Kim melongokkan kepala, rambutnya agak berantakan seperti baru bangun tidur meski Ki Young tahu itu hanya gaya ceroboh alaminya. Im Seol La berada dua langkah di belakangnya, selalu sigap dan mengamati.
“Hmm… aku mau melihat sesuatu,” ucap Raju tanpa basa-basi.
Ki Young mengangkat sedikit alisnya. “Sesuatu?”
Raju menunjuk meja. Tepat pada kotak itu.
Ah. Jadi tetap berani masuk setelah dilarang menyentuhnya semalam. Ki Young sengaja tidak mengomentari apa pun. Ia hanya mempersilakan dengan anggukan kecil.
Raju mendekati meja, langkahnya ringan namun gerakannya tampak kaku. Seolah tubuhnya ingat sesuatu yang kepalanya tidak bisa jangkau. Ia membuka kotak itu perlahan, jemarinya bahkan tidak menyentuh tepinya, seakan sudah terbiasa memperlakukan benda berbahaya.
Ki Young memperhatikan.
Ia memperhatikan semua.
Saat mata Raju jatuh pada kalung itu, napasnya menahan setengah detik. Tidak terkejut. Tidak takut. Tapi… ada satu hal: rasa familiar.
Wajahnya tetap datar. Namun detak nadinya berubah sedikit, Ki Young bisa melihat dari caranya menelan ludah.
“Kau seperti mengenal kalung itu,” Ki Young akhirnya berkata.
Raju menggeleng. “Tidak. Hanya… aneh saja.”
“Aneh bagaimana?”
“Seperti déjà vu.” Ia mengangkat kalung itu perlahan. “Padahal aku yakin tidak pernah punya perhiasan.”
Seol La memperhatikan ekspresi tuannya, namun jelas ia juga tidak memahami apa pun.
Ki Young menyilangkan tangan. “Déjà vu tidak akan membuatmu menatapnya selama ini.”
“Kalungnya cantik,” dalih Raju.
“Tidak. Itu sangat biasa.”
Nada Ki Young turun sedikit. “Dan itu jelas bukan alasan yang kau pakai.”
Raju mengangkat kepalanya dan menatap Ki Young tanpa rasa takut. “Kenapa kau beli kalau kau tidak suka?”
Ki Young terdiam sepersekian detik.
Oh, ia memang tidak suka bagaimana wanita ini terlalu cepat membalikkan keadaan.
“Aku membelinya karena sepertinya kau suka benda itu”
“Jadi… kau membeli nya karena kau pikir aku suka Ki Young Oppa?” Raju menatap polos, tanpa meniatkan provokasi sama sekali.
Ki Young mengembuskan napas panjang sambil menutup berkasnya keras-keras. “Jangan mengatakan hal bodoh.”
“Bukan bodoh, hanya logis.” Raju memiringkan kepalanya sedikit. “Kau tidak suka kalau aku terlalu dekat dengan Woo Jin, kau tidak suka kalau ada pria lain yang bicara padaku di pelelangan, dan kau...”
Seol La menahan senyum kecil, Langsung ditekan tatapan Ki Young dan ia segera menunduk lagi.
“Aku hanya tidak suka hal yang tidak bisa kubaca,” jawab Ki Young akhirnya.
Raju meletakkan kalung itu kembali ke kotaknya. “Aku juga tidak tahu apa-apa. Sungguh.”
Ki Young mengamati wajahnya. Tidak ada kepura-puraan dan tidak ada kebohongan.
Dan entah mengapa… ia percaya.
Ia benci fakta itu. Ia benci bahwa wanita ini selalu berhasil menembus dinding analisisnya.
“Baik.” Ki Young menutup kotak itu dengan satu gerakan. “Karena kau benar-benar tidak tahu apa pun, mulai besok jadwalmu berubah.”
“Berubah bagaimana?”
“Kau akan latihan intensif.”
Raju mematung. “…latihan?”
“Ya.” Ki Young menuliskan sesuatu di berkasnya. “Pagi sampai siang. Di taman bagian selatan. Bersama Min Seo Rin dan Han Eun Bi.”
Keheningan turun.
Raju mengerjap beberapa kali. “Aku? Latihan? Dengan mereka?”
“Benar.”
Raju ingin mengatakan ia tidak membutuhkan latihan, ia bahkan sempat hendak berkata bahwa gerakan mereka terlalu lambat baginya. Tapi ia buru-buru menahan lidahnya. Insting yang sama yang membuatnya membisu saat melihat senjata, memanjat bangunan, atau mendengar langkah kaki pria tertentu. Insting yang… ia tidak tahu berasal dari mana.
“Untuk apa aku latihan?” tanya Raju akhirnya.
Ki Young menutup berkas di hadapannya. “Karena aku tidak mau istri yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri.”
Raju membuka mulut, hendak membantah, tapi Ki Young menatapnya cepat.
“Dan karena kau…”
Ia terdiam.
Ia ingin mengatakan berbeda.
Ia ingin mengatakan berbahaya.
Ia ingin mengatakan membuatku tidak bisa konsentrasi.
Yang keluar justru,“…karena kau paling sulit ditebak.”
Raju menghela napas. “Aku hanya ingin hidup dua tahun dengan tenang.”
“Lalu berusaha mati-matian menyembunyikan sesuatu yang bahkan kau sendiri tidak mengerti?” Ki Young mendekat satu langkah. “Itu tidak tenang, Raju.”
Wajah Raju berubah datar seperti batu. “Aku tidak menyembunyikan apa pun.”
“Itu masalahnya.” Ki Young menahan tatapan. “Kau tidak tahu apa yang tersembunyi di dirimu.”
Untuk pertama kalinya, Raju kehilangan kata-kata.
Suasana berubah hening, hanya suara AC yang terdengar. Ki Young mengetukkan jarinya ke meja sekali, tanda bahwa percakapan selesai.
“Seol La, bawa dia keluar.”
“Baik, Tuan.”
Raju berbalik, namun sebelum ia melangkah, Ki Young berkata lagi dengan suara lebih pelan, hampir seperti gumaman.
“Besok pagi. Jangan terlambat.”
Raju menoleh sedikit. Ia ingin menjawab sinis, ingin mengatakan ia tidak butuh latihan. Tapi saat ia memandang mata Ki Young, ada sesuatu yang berbeda di sana.
Kekhawatiran.
Terselubung.
Terlalu kecil untuk dilihat orang biasa, tapi Raju melihatnya.
“…baik,” ujarnya pelan.
Dan untuk pertama kalinya sejak tinggal di mansion itu, Raju tidak bisa membedakan apakah ia kesal… atau terharu.
---
Sementara itu — Di koridor Mansion
Min Seo Rin dan Han Eun Bi sedang duduk sambil minum teh ketika melihat Raju keluar dari ruang kerja Ki Young. Wajah mereka memucat bersamaan.
“Dia… keluar dari ruang Ki Young Oppa,” gumam Eun Bi.
“Berapa lama?” tanya Seo Rin.
“Sepuluh menit.”
“Sepuluh menit?!”
“Itu… rekor!”
Mereka berdua saling pandang.
Lalu menatap Raju yang berjalan santai, seolah tidak menyadari tatapan dua wanita yang hampir pingsan.
“Besok kita latihan bersama,” ujar Raju datar.
Dua istri itu langsung menegakkan punggung.
“…apa?”
“…latihan bela diri?”
Raju mengangguk.
Seo Rin dan Eun Bi saling berpegangan tangan seperti sedang menerima vonis.
“Kenapa… kenapa Ki Young menyuruhmu…?”
Raju mendesah kecil. “Karena aku terlalu tidak jelas.”
Dua istri itu serempak mengangguk, kemudian saling sapa lirih sambil menatap ke arah ruang kerja Ki Young.
“Dia tidak sedang jatuh cinta, kan?”
Bersambung...