zahratunnisa, gadis berparas ayu yang sedang menempuh pendidikan di Dubai sebuah musibah menimpanya, hingga akhirnya terdampar di amerika.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ewie_srt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh lima
Sudah dua hari sejak kedatangan zahra di rumah itu, saat ini tubuhnya juga mulai lebih sehat dari kemarin.
Zahra turun dari ranjang besar, ia sebenarnya merasa tak enak hati. Sejak jatuh sakit kemarin, zahra sama sekali tak di beri kerjaan apapun oleh buk nur. Jujur zahra sungkan, kebaikan buk nur juga membuat zahra semakin menyegani kepala asisten rumah besar ini.
Zahra membuka pintu kamarnya perlahan, jam sebesar lemari yang berdentang 10 kali tadi menandakan bahwa hari sudah jam 10. Ia mencari buk nur, mencoba menanyakan pekerjaan untuknya.
Debar jantung zahra berpacu lebih kencang, ia takut ketemu dengan pemilik rumah ini. Sejak kejadian di kamar pria itu, zahra belum pernah bertemu dengan ethan lagi.
Langkah kaki zahra berjalan pelan, seakan ia takut langkah kakinya akan mengeluarkan bunyi.
Bersijingkat zahra menuju ke area dapur, dentang jam berbunyi saat zahra tiba di samping jam sebesar lemari itu, ia terlonjak kaget, memegang jantung yang rasanya ingin copot.
Zahra meniup kepalan tangan, dan meletakkan di telinganya.
"kurrrr......semangat.." ujarnya sembari mengelus dadanya,
Zahra melihat jam itu, sudah pukul setengah sebelas. kernyitan keningnya menunjukkan gadis itu berpikir keras.
"heumm.." zahra memegang dagunya,
"sepertinya sudah waktunya makan siang!, aku harus buru-buru ke belakang, aku tak mau ketemu dengan pria itu"
Tiba-tiba pintu terbuka, bola mata zahra melebar seketika, rasa terkejut disertai dengan rasa takut membuat jantungnya berdenyut lebih kencang.
"oh..my god.." bisiknya memegang dinding dengan sebelah tangannya, zahra tertunduk memegang jantungnya yang terasa ingin lepas dari dadanya. Davina seorang pelayan berasal dari filipina, masuk membawa kemoceng dan alat pembersih lainnya. Tersenyum menatap zahra yang masih terkejut,
"kamu sudah sehat?"
Zahra mengangguk tersenyum, namun sisa-sisa keterkejutan masih terlihat dari wajah cantiknya
"buk nur dimana?"
Davina menunjuk ke arah dapur dengan memonyongkan bibirnya,
"nyonya sedang mengawasi koki yang mengolah makan siang untuk tuan ethan"
Zahra menoleh ke arah bibir davina menunjuk, ia tersenyum
"terima kasih davina, aku ke belakang dulu yah"
zahra pamit sembari mengelus lembut lengan gadis filipina itu,
Zahra mengenakan gaun semata kaki, berwarna pastel. Gaun itu cukup pas di badan mungilnya, dengan tangan bajunya yang lumayan panjang, cukup menutupi lengannya sampai sebatas pergelangan. Di kepalanya zahra memakai pashmina hitam yang lumayan panjang, cukup untuk menutupi dadanya.
"buk.." panggil zahra menyentuh lembut lengan buk nur yang tersentak kaget. Wanita tua itu menoleh, dengan mata yang memicing.
"kenapa kemari? Ke kamarmu saja ra!"
"bosan buk.." geleng zahra, mata besarnya mengerjab indah
"rara pengen punya kegiatan"
"heummm..." gumam wanita baik itu mengamati zahra. Wajahnya sangat serius dengan tatapan memastikan.
"kamu bisa menjahit nggak ra?"
Zahra mengangguk heran, gerakan kepalanya sedikit ragu,
"bagus.." seru buk nur puas, senyumnya mengembang indah.
"di kamar ibu ada mesin jahit, karena di sini sedikit susah mencari baju muslimah, ada baiknya kamu menjahit pakaian kamu sendiri, gimana?"
Mata indah zahra membola indah, ia tersenyum manis.
"nanti ibu akan minta tuan ethan untuk membelikan kain yang bagus, atau nanti kalau beliau mengijinkan kita bisa pergi membeli bahan untuk pakaian kamu"
"terima kasih buk nur" ujar zahra dengan tatapan penuh terima kasih,
"sekarang kamu ke kamar saja, atau kamu ingin makan siang sekarang?"
Zahra menggeleng lemah, menatap wanita tua baik hati itu.
"rara pengen bantuin ibu, bolehkan?"
Buk nur mengangguk dan tersenyum manis
"tentu boleh..,ayoo" ujarnya menarik tangan zahra mengajaknya merapikan meja makan tempat tuan mereka nanti makan siang.
########
"buk nur sudah makan?" tanya ethan, sembari mengamati kepala asisten rumah tangganya yang sedang memerintahkan pelayan-pelayan lain untuk melayaninya.
Wanita tua itu menoleh, dan mengangguk.
"nanti saja tuan setelah tuan makan!"
"kenapa buk nur nggak pernah mau makan bareng aku di meja makan?" sungut ethan dengan wajah kesal,
"padahal aku selalu minta buk nur makan siang bersamaku"
"maaf tuan.." pinta wanita tua baik hati itu tersenyum sopan,
"bagaimana bisa pelayan dan majikannya makan di satu meja?"
"tapi buk nur kan bukan pelayan!" sahut ethan cepat, wajah tampannya terlihat protes.
"berapa kali sih aku harus katakan, kalau buk nur itu sudah kuanggap seperti ibuku"
Buk nur tersenyum lembut, tangannya dengan cekatan menyambut piring dari pelayan lain dan meletakkan di depan ethan.
"buk.." panggil ethan pelan, wanita tua itu menoleh, matanya menatap penuh tanya.
"bagaimana dengan zahra?, apakah dia sudah membaik?"
"sudah tuan.."
Terdengar helaan lega dari mulut pria itu, wajah tampannya pun terlihat lega.
"bisakah ibu panggilkan dia, aku ingin bicara"
Buk nur masih menatap mata ethan lekat, terlihat keraguan di wajah tuanya.
"aku hanya ingin bicara buk.." sambungnya lagi, seakan tahu kekhawatiran kepala pelayannya itu.
"baik tuan.." angguk buk nur,
"saya akan panggil gadis itu sekarang"
"terima kasih buk nur" senyum manis ethan terlihat penuh terima kasih.
Zahra melangkah takut-takut, berjalan di belakang buk nur. Matanya mengamati ethan yang sedang duduk di ujung meja makan, pria itu terlihat sangat wibawa.
Mata elangnya menatap lekat zahra yang kelihatan ketakutan.
"duduklah, zahra!"
Zahra mengangguk ragu, ia menarik kursi yang jauh, namun ethan menggelengkan kepalanya,
"kemari, kalau terlalu jauh, bagaimana kita akan bicara?"
Zahra mengurungkan niatnya untuk duduk, ia mendorong kursi itu kembali, melangkah lambat mendekati ethan.
"aku ingin bicara denganmu, duduklah" perintah ethan dengan suara datarnya,
Zahra masih terlihat ragu, namun mata pria itu terlihat tajam, menunggu zahra duduk.
"kamu sudah makan?" tanya ethan, mengamati zahra yang duduk dengan gelisah.
Zahra hanya mengangguk lemah, di antara dia dan pria itu berdiri buk nur yang melayani ethan.
"zahra belum makan tuan!" suara buk nur menyela pembicaraan mereka,
Ethan menoleh, menatap kepala pelayannya itu sekilas, kemudian kembali menatap zahra lekat.
"kalau begitu, tolong buk nur siapkan untuk zahra.."
"tidak usah tuan, nanti saya di belakang saja dengan buk nur" tolak zahra cepat,
Ethan menggeleng, wajah datarnya tak berekspresi sama sekali, namun cukup membuat nyali zahra menciut.
"nggak apa-apa ra!, kamu temani tuan ethan makan yah" buk nur mengelus lembut pundak zahra, meletakkan piring di depan gadis itu. Menyiapkan hidangan di atas piring zahra yang terlihat gelisah,
Ethan melirik sekilas, pria itu tahu jika zahra sedang gelisah dan tidak nyaman di dekatnya.
"saya pamit ke belakang tuan" ujar buk nur setelah selesai melayani ethan dan zahra,
Zahra menatap buk nur penuh harap, sorot matanya memohon pertolongan, namun senyum dan anggukan wanita itu sedikit membuatnya tenang.
Zahra menatap piringnya, tarikan nafasnya terdengar berat dan itu tak luput dari perhatian ethan, namun pria itu mengabaikan dan berpura-pura tak mendengarnya.
"makanlah!, setelah makan banyak yang ingin kutanyakan padamu"
Zahra mengangguk lemah, tangannya meraih sendok dan garpu yang tergeletak di sisi piringnya, namun keraguan belum hilang dari wajah cantiknya.
"jangan takut, buk nur yang menyiapkan makanan itu, jadi tak mungkin ada makanan yang tak boleh kamu makan di dalamnya"
Zahra menggeleng cepat, ia sama sekali tak ragu dengan kehalalan makanan di rumah ini, zahra bukan memikirkan itu, hanya saja ia merasa takut pada ethan. Kejadian 2 malam yang lalu masih menghantuinya, jujur zahra masih sedikit syok dan takut karenanya.
Bersambung...