NovelToon NovelToon
Seribu Hari Mengulang Waktu

Seribu Hari Mengulang Waktu

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Sistem / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aplolyn

"Tuan Putri, maaf.. saya hanya memberikan pesan terakhir dari Putra Mahkota untuk anda"
Pria di depan Camilla memberikan sebilah belati dengan lambang kerajaan yang ujungnya terlihat begitu tajam.
.
"Apa katanya?" Tanya Camilla yang tangannya sudah bebas dari ikatan yang beberapa hari belakangan ini telah membelenggunya.
"Putra Mahkota Arthur berpesan, 'biarkan dia memilih, meminum racun di depan banyak orang, atau meninggal sendiri di dalam sel' "
.
Camilla tertawa sedih sebelum mengambil belati itu, kemudian dia berkata, "jika ada kehidupan kedua, aku bersumpah akan membiarkan Arthur mati di tangan Annette!"
Pria di depannya bingung dengan maksud perkataan Camilla.
"Tunggu! Apa maksud anda?"
.
Camilla tidak peduli, detik itu juga dia menusuk begitu dalam pada bagian dada sebelah kiri tepat dimana jantungnya berada, pada helaan nafas terakhirnya, dia ingat bagaimana keluarga Annette berencana untuk membunuh Arthur.
"Ya.. lain kali aku akan membiarkannya.."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

~ Bab 30

Musik terus mengalun, memenuhi aula megah dengan harmoni biola dan denting harpa yang merdu. Langkah-langkah dansa para bangsawan menyatu dalam irama yang anggun, menciptakan pemandangan yang indah bagaikan lukisan hidup. Kristal-kristal lampu gantung berkilau memantulkan cahaya lilin, menambah kemewahan pesta yang memang telah dirancang untuk menjadi buah bibir seluruh kerajaan.

Camilla duduk di kursi kehormatan di sisi kanan aula, tak jauh dari singgasana kecil yang sengaja disiapkan untuknya. Gelas kristal berisi anggur merah masih setia di tangannya, meski ia hanya meneguknya sesekali. Sesungguhnya, ia lebih sibuk mengamati setiap gerakan di sekelilingnya daripada menikmati minuman.

Di lantai dansa, Annette mulai menemukan ritmenya. Fabian, yang sejak awal mendekatinya, tampak semakin percaya diri. Mereka berdua tampak serasi, meskipun Annette masih terlihat malu-malu. Beberapa bangsawan lain menatap dengan penuh rasa iri, merasa kecewa karena kesempatan mereka direbut lebih cepat.

Tak jauh dari sana, Seraphina berputar dengan elegan, gaun merah marunnya berkibar mengikuti langkahnya. Ia menebarkan senyum percaya diri, dan jelas sekali menikmati sorotan perhatian.

Pasangannya, pemuda bangsawan yang wajahnya tampak seperti baru keluar dari buku puisi, berusaha keras agar tidak salah langkah. Namun Seraphina menutupinya dengan mahir, seolah-olah memang begitulah tarian yang diinginkan.

“Lady Seraphina benar-benar menawan.”

“Annette terlihat seperti bunga lili yang segar.”

“Dan Putri Mahkota… tetap seperti bintang di atas langit. Tak tersentuh, tapi membuat semua mata tertuju padanya.”

Bisikan-bisikan itu beredar di antara para tamu. Camilla mendengarnya, meski pura-pura tak peduli. Ia tahu, pesta malam ini bukan sekadar perayaan, ini adalah arena pertunjukan. Setiap gerakan, senyuman, dan ucapan bisa menjadi bahan gosip selama berminggu-minggu.

Tiba-tiba, musik berhenti sejenak. Para musisi menunduk hormat, dan pintu utama aula kembali terbuka lebar.

Pengumuman lantang dari pelayan istana membuat semua kepala menoleh:

“Yang Mulia Putri Eleanor telah hadir!"

Sejenak, suasana hening. Semua mata menatap ke arah pintu, menunggu sosok yang disebutkan.

Dan ketika ia melangkah masuk, aula seakan ditelan pesona baru.

Putri Eleanor tampil memesona dalam gaun biru safir yang disulam dengan benang perak, menambah kilau keindahannya setiap kali ia bergerak. Rambut pirang keemasan digelung rapi, dihiasi mahkota kecil bertatahkan safir biru. Matanya yang cerah memancarkan wibawa, namun senyumannya hangat, sebuah perpaduan yang membuatnya tampak ramah sekaligus berkelas.

Para bangsawan langsung membungkuk, memberi hormat penuh. Bisikan-bisikan kembali pecah, kali ini lebih riuh.

“Putri Eleanor memang begitu menawan.."

“Lihatlah, bahkan pesonanya mampu menyaingi Putri Mahkota kita."

Camilla menegakkan tubuhnya, menyambut kedatangan Eleanor dengan senyum sopan. Ia tahu memberikan ucapan selamat atas debutane gadis itu.

Eleanor melangkah anggun ke arahnya, lalu berhenti tepat di depan kursi Camilla. Ia sedikit membungkuk, senyum hangat tak lepas dari wajahnya.

“Yang Mulia Putri Mahkota Camilla,” sapanya dengan suara lembut namun berwibawa.

“Sungguh suatu kehormatan akhirnya bisa bertemu dengan anda"

Camilla meletakkan gelasnya, lalu berdiri. Ia balas membungkuk sopan. “Putri Eleanor, saya yang merasa terhormat disini.”

Jawaban itu membuat para tamu berbisik kagum. Dua sosok putri yang sama-sama berpengaruh berdiri berhadapan, seolah panggung malam itu memang dipersiapkan untuk mereka berdua.

Annette yang masih berada di lantai dansa, tak bisa menahan diri untuk melirik ke arah pintu. Senyum kecil muncul di wajahnya, seakan ia lega karena ada sosok lain yang bisa membagi sorotan dari Camilla.

Sementara itu, Seraphina justru tersenyum penuh arti. Ia tahu betul, kedatangan Eleanor bisa menjadi awal dari persaingan baru dan itu artinya, akan ada lebih banyak drama untuk ia nikmati.

Musik kembali mengalun, kali ini lebih megah. Eleanor dipersilakan duduk di kursi kehormatan tak jauh dari Camilla, dan sejenak keduanya berbincang ringan di hadapan semua orang.

“Aku harus akui,” kata Eleanor dengan suara cukup keras untuk didengar tamu terdekat, “keramaian pesta ini sungguh mengagumkan. Anda benar-benar tahu bagaimana membuat setiap orang merasa terhormat hadir di sini.”

Camilla tersenyum tenang. “Pesta ini hanya akan sempurna dengan kehadiran para tamu yang luar biasa. Saya bersyukur jika anda merasa puas"

Kedua putri itu saling bertukar senyum, namun semua orang bisa merasakan ketegangan halus di balik kata-kata mereka. Ramah, namun penuh perhitungan.

Acara berlanjut dengan jamuan makan malam. Hidangan-hidangan mewah dibawa masuk: daging panggang dengan saus buah beri, sup krim jamur liar, roti gandum hangat, dan berbagai kue yang dihiasi gula berwarna emas. Para tamu bersorak kecil, menandakan kekaguman mereka.

Annette duduk di sebelah Seraphina. Keduanya sempat bertukar pandang sebelum Annette berkata pelan, “Putri Eleanor tampak menawan, ya?”

Seraphina terkekeh kecil. “Menawan, ya.. tapi aku lebih suka menyebutnya menantang. Mari kita lihat apakah pesonanya cukup kuat untuk mengalihkan perhatian dari Camilla.”

Annette menunduk, tak memberi komentar lebih lanjut. Ia tahu, Seraphina selalu senang melihat api persaingan.

Camilla, di sisi lain, tetap tersenyum tenang. Ia berbincang dengan Eleanor tentang topik ringan, musik, musim, bahkan sedikit tentang taman kerajaan.

Pesta berlanjut hingga malam semakin larut, dan semakin banyak bisikan yang beredar. Namun semua itu hanya menambah semarak suasana.

Di balik semua kegemerlapan, benang-benang tak terlihat sedang ditarik.

Intrik, persaingan.. semua perlahan mulai terbentuk.

Musik kembali menggema, kali ini lebih cepat, menandai dimulainya rangkaian dansa berikutnya. Para tamu bergegas menuju lantai dansa, seolah tak ingin ketinggalan kesempatan untuk menunjukkan kelincahan langkah mereka di hadapan keluarga kekaisaran.

Camilla masih duduk tenang, memperhatikan semua yang terjadi. Sesekali, ia mengangguk sopan pada bangsawan yang lewat sambil menunduk hormat. Eleanor, yang duduk tak jauh darinya, tampak menikmati segelas anggur putih, senyumnya selalu terjaga.

Di sisi lain aula, Annette masih bersama Fabian. Mereka memilih untuk duduk sebentar setelah berdansa. Fabian tampak bersemangat, sementara Annette berusaha menahan senyum canggung.

“Lady Annette,” ucap Fabian, “Anda menari dengan sangat indah. Sejujurnya, saya tak pernah merasa begitu nyaman berdansa sebelumnya.”

Annette menunduk, pipinya memerah. “Anda terlalu berlebihan, Tuan Fabian. Saya justru takut membuat Anda kerepotan dengan langkah saya yang masih kaku.”

Fabian tertawa kecil. “Jika itu yang Anda sebut kaku, maka saya tidak sabar melihat seperti apa ketika Anda benar-benar serius.”

Percakapan itu sederhana, namun cukup untuk membuat beberapa bangsawan muda yang memperhatikan merasa iri.

Jamuan makan malam akhirnya berlanjut. Para pelayan keluar masuk dengan gerakan terlatih, membawa hidangan berikutnya. Suara pisau dan garpu beradu dengan piring porselen berlapis emas, bercampur dengan tawa dan obrolan riuh.

Eleanor tampak menikmati hidangan dengan tenang. Sesekali ia melemparkan senyum pada Camilla, lalu berbicara tentang hal-hal ringan.

“Saya harus akui, sup jamur ini memiliki rasa yang begitu nikmat.”

Camilla menjawab sopan. “Saya akan sampaikan pujian Anda pada koki kerajaan. Mereka akan senang mendengarnya.”

Keduanya berbicara dengan nada ramah, namun semua orang yang mendengarkan tahu bahwa setiap kata yang mereka ucapkan adalah bentuk kehati-hatian diplomatik.

Ketika jam menunjukkan hampir tengah malam, pesta mulai memasuki puncaknya. Musik berubah menjadi lebih meriah, dan kembang api kecil terlihat dari jendela, mewarnai langit malam dengan cahaya emas dan merah.

Para bangsawan bersorak kagum, beberapa bahkan keluar sebentar ke balkon untuk melihat lebih jelas.

Annette berdiri bersama Fabian di balkon, matanya membelalak kagum menatap langit. “Indah sekali..” bisiknya.

Fabian menoleh padanya, menatap lebih lama dari yang seharusnya. “Ya, indah sekali,” katanya pelan namun jelas sekali, ia tak sedang berbicara tentang kembang api.

Annette merasakan jantungnya berdegup lebih cepat, padahal dia sudah menargetkan untuk mendapatkan hari Putra Mahkota, namun entah mengapa pria itu membuatnya tertarik.

Seraphina, yang juga berada di balkon dengan sekelompok bangsawan lain, memperhatikan kejadian itu dari jauh. Senyum nakal muncul di bibirnya. “apa dia sudah tida ingin bersaing dengan Camilla?,” gumamnya pelan.

Di dalam aula, suasana tak kalah meriah. Eleanor akhirnya berdansa dengan salah satu pangeran muda dari kerajaan sekutu. Gerakannya anggun, setiap langkah seolah terlatih sejak lama. Para tamu berdecak kagum, memuji keanggunannya tanpa henti.

Camilla memperhatikan sejenak, lalu kembali pada minumannya. Ia tak perlu ikut berdansa untuk menjadi sorotan, keberadaannya sendiri sudah cukup membuat semua orang waspada.

Beberapa menteri yang duduk tak jauh dari meja keluarga kekaisaran saling berbisik.

“Putri Mahkota tampak semakin matang. Cara dia membawa dirinya malam ini benar-benar berbeda dari sebelumnya.”

“Ya, dan Lady Annette serta Lady Seraphina juga berhasil menarik perhatian. Mereka bisa menjadi pendukung kuat bagi Putra Mahkota di masa depan.”

“Tidak diragukan lagi, para wanita muda itu akan memainkan peran penting dalam istana.”

Bisikan itu memang tak sampai ke telinga Camilla, tapi Ibu Suri yang duduk di singgasana kecilnya mendengar semuanya dengan jelas. Senyum samar muncul di wajahnya. Ia sudah menunggu saat yang tepat untuk menyampaikan pujiannya.

Larut malam, musik mulai melambat. Para tamu satu per satu mulai berpamitan, meski sebagian masih enggan meninggalkan suasana pesta yang begitu mempesona. Para pelayan sigap membawakan mantel dan jubah para bangsawan, sementara kembang api terakhir mewarnai langit dengan cahaya biru keperakan.

Camilla berdiri, menyapa satu per satu tamu penting yang berpamitan. Eleanor juga melakukan hal serupa, membuat para bangsawan semakin yakin bahwa hubungan antara kedua putri itu akan menentukan arah politik ke depan.

Ketika aula mulai lengang, hanya tersisa keluarga kekaisaran dan beberapa pelayan utama, suara Ibu Suri terdengar jelas.

“Camilla,” panggilnya, nada suaranya hangat namun penuh wibawa.

Camilla segera menghampiri, menunduk hormat. “Ya, Yang Mulia.”

Ibu Suri menatapnya dengan penuh kebanggaan. “Malam ini, kau menunjukkan dirimu bukan hanya sebagai seorang Putri Mahkota, tetapi sebagai pusat yang mempersatukan semua mata dan hati di ruangan ini.”

Camilla menunduk lebih dalam, menerima pujian itu dengan rendah hati.

Permaisuri menambahkan, “Bukan hanya dirimu, Camilla. Lady Annette dan Lady Seraphina juga telah menunjukkan sikap yang pantas. Kalian bertiga telah membuat pesta ini berjalan sempurna. Aku sangat senang melihat kalian tumbuh dengan begitu anggun.”

Pujian itu bukan hanya sekadar kata-kata. Semua yang hadir di ruangan itu tahu, ucapan Ibu Suri dan Permaisuri adalah pengakuan resmi bahwa Camilla, Annette, dan Seraphina kini memiliki posisi yang lebih kuat di mata istana.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!